Bagian 5 BERTEMU HANTU MUKANYA HANCUR

270 12 0
                                    

Pukul menunjukkan 23.45 namun mata ini masih belum mau dipejamkan. Padahal sejak habis magrib kantuk sudah menyerangku berkakali-kali. Setelah salat isyak tadi, kucoba rebahan dan kupaksa mata terpejam namun tetap saja tidak bisa. Memang mata sudah tertutup tapi pikiran masih saja keluyuran. Perasaan gelisah tidak menentu. Tubuhku terasa sangat berat. Dadaku juga sesak. Tadi, sempat kupaksa jalan-jalan di luar. Siapa tahu ada teman yang bisa aku ajak ngobrol. E....malah hujan. Terpaksa deh, pulang ke sarang.

Hujan kok turun tiap hari, ya..! Padahal, kalau menurut hitungan, bulan ini masuk kemarau. Benar juga kata orang-orang tua kalau tahun ini ketigo beser. Meskipun kemarau, hujan turun berkali-kali. Ya.., akhirnya aku berdiam diri, menikmati kopi, ditemani rokok tembakau dalam negri. He,he,he.....

"Tok,tok,tok...!"

Kudengar, ada yang mengetuk pintu rumahku. Siapa gerangan malam-malam begini mengetuk pintu? Kalau mau bertamu, tidak mungkin. Masak, orang mau bertamu sudah kelewat larut begini. Kalau memang betul mau bertamu, pastilah orang yang mengetuk pintu itu membawa informasi yang sangat penting. Kalau tidak penting, pastinya menunggu esok pagi.

Seketika, berdebar kencang jantungku. Apa mungkin Makde Rodiah meninggal? Wah, kalau Makde Rodiah meninggal aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Karena tadi aku tidak menjenguknya. Aku bangkit dari tempatku. Melangkahkan kaki menuju ke pintu. Setelah pintu kubuka, aku tidak menjumpai siapa-siapa. Siapa tadi yang mengetuk pintu? Jelas, ditelingaku kalau pintu rumahku diketuk orang. Berdebar jantungku karena aku tidak menjumpai seorang pun di luar.

"Ini, pasti ulah temanku yang sedang ngerjain aku!"pikirku.

Aku mencoba mencari si pengetuk pintu itu. Aku mencari dengan sangat hati-hati biar tidak terkejut jika dibalak nanti. Karena teman-temanku senangnya iseng. Mereka gembira melihat penderitaan temannya.

"Kalau kamu ingin bertamu, tampakkan wajahmu!" kataku.

Aku berbicara sendiri untuk mengusir ketakutanku. Padahal aku tahu tidak ada siapa-siapa yang aku ajak bicara. Aku bicara sekenanya. Tubuhku tiba-tiba merinding. Bulu kudukku berdiri. Kulit tubuhku terasa tebal.

"He, jangan memepermainkan aku! Aku bukan kanak-kanak yang kamu ajak petak umpet! Permainanmu tidak lucu! Keluarlah...! Aku tidak takut biarpun kamu seorang hantu!"

Tiba-tiba angin datang begitu kencang. Dedaunan berjatuhan. Kulihat ke langit, sinar rembulan mulai redup ditelan awan. Rupanya hujan akan datang lagi. Dadaku terasa agak sesak. Bulu-bulu kulitku berdiri lagi. Aku merasa ada kekuatan yang mendekatiku. Semakin dekat kekuatan itu semakin menyesakkan dadaku. Aku merasa ada makhluk yang mulai menghampiriku.

Aku pertajam pandanganku. Ternyata betul. Aku menangkap sesosok makhluk berdiri di jalan depan rumah. Kulihat ada seorang perempuan berambut panjang berdiri dengan posisi membelakangiku. Rasanya, aku pernah kenal orang ini, tetapi kenal dimana dan kapan? Aku mencoba berpikir... Ah...! Aku tak mampu memutar rekaman dari memori otakku tentang orang ini.

Kubuang rasa takutku. Aku penasaran siapa orang itu. Dengan agak gemetar kudekati sesosok perempuan berambut panjang.

"Kamu siapa?" tanyaku.

"Aku Windi."

"Windi siapa?"

"Orang yang kamu tolong."

"Kapan?"

"Malam satu suro."

Ya, aku baru ingat. Ini gadis yang mabuk di jalan bersama tiga orang laki-laki dan satu temannya perempuan. Dia meminta aku untuk mengantarkan pulang. Lalu aku antar pulang sama Ipung. Yang membuat aku penasaran juga gadis ini. karena aku mengalami kejadian-kejadian aneh waktu itu. Dari siapa dia tahu rumahku? Untuk apa dia datang ke sini?

"Untuk apa kamu datang ke sini?" tanyaku

"Aku datang karena ingin minta tolong kepadamu."

"Tolong apa lagi? Kalau kamu mau minta tolong, mengapa kamu tidak menunjukkan wajahmu?"

"Aku malu dan aku khawatir."

"Mengapa malu? Dan, mengapa khawatir?"

"Aku malu karena mukaku hancur sebelah dan aku khawatir kamu takut melihat mukaku."

"Berbaliklah! Kamu tidak usah malu dan aku tidak akan takut melihat mukamu!" kataku dengan agak gemetar.

"Kamu tidak usah melihat mukaku. Aku kesini hanya ingin minta tolong kepada kamu! Tolong aku...!

"Kalau kamu mau minta tolong padaku! Tolong, tunjukkan mukamu!" aku memotong pembicaraannya.

'Baiklah, tapi kamu jangan terkejut!"

Windi membalikkan tubuhnya. Aku tersentak kaget. Ternyata muka Windi betul-betul hancur. Aku tahan jeritanku. Persis yang ada dalam mimpiku muka Windi hancur sebelah. Bercak-bercak darah hitam masih menempel di mukanya, bau busuk seketika memenuhi rongga hidungku. Meski hidungku sudah aku tutup dengan kedua tangan, bau itu masih saja menerobos memaksa masuk ke hidungku. Perutku jadi mual. Ingin muntah saja. Huweekkk...! Sialan!

Aku berusaha menahan bau busuk. Malam ini, aku ingin mendapat keterangan siapa dia sebenarnya. Aku juga ingin tahu kejadian-kejadian aneh yang menimpaku malam satu Suro kemarin. Aku juga ingin tanya tentang rumah besar yang dimasukinya itu.

"Aku, tidak kuat...! Aku harus pergi! Akhhh..,,!

"Tunggu..!"

Windi melesat pergi. Hanya suara Windi masih terdengar perlahan menjauh.

"Tolong aku! Tolong...aku...! Tolong...aku...! Tolong.........aku!".

Padahal, masalah yang aku alami kemarin, ingin aku tuntaskan malam ini agar tidak mengganjal di dada . Aneh, tadi. Windi seperti ketakutan. Dia tiba-tiba berteriak kesakitan. Ada apa sebenarnya?   

BERSAMBUNG KE... Bagian #6

GADIS MALAM SATU SUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang