Bagian 10 MENUJU TITIK TERANG

270 14 0
                                    



"Minum apa, Mas!"

Tanya Pak Shomad ketika aku dan Ipung menginjakkan kaki di warung yang bertetangga dengan alam sebelah ini. Hari ini aku ke warung kopi Pak Shomad karena aku ingin berbincang tentang mimpiku. Mungkin beliau dapat menafsirkan mimpiku tadi malam. Karena menurutku Pak Shomat memiliki mata batin yang tinggi. Lagian aku memiliki firasat yang kuat bahwa Pak Shomad dapat menuntunku tentang mimpiku.

"Biasa Pak , kopi campur!" jawab Ipung.

"Ya, Pak kopi campur 2 dan es teh satu!" kataku.

Sudah biasa kami minum kopi dengan ditemani es teh manis. Kopi sebagai teman rokok. Es teh sebagai pelepas dahaga.

"Es tehnya tambah satu Pak!" kata Ipung.

"Baik Mas, gak pakai lama!" jawab Pak Shomad.

Kami duduk di tempat yang sama seperti waktu pertama kali datang ke sini. Kebetulan warung Pak Shomad masih sepi. Jadi aku tidak sungkan dan tidak mengganggu pekerjaan Pak Shomad.

"Ini Mas, pesenannya 22!"

Selang beberapa lama Pak Shomad sudah membawakan pesanan kami.

"Geh, Pak matur suwun!" jawabku dan Ipung.

"Pak, punya waktu untuk kami sebentar?" pintaku kepada bapak pemilik warung ini.

"Ada apa Mas? Kelitannya kok penting, memangnya ada apa to?"

"Bapak, kenal Windi?"

"Windi....? Windi, siapa ya Mas?"

"Apa ada gadis atau seorang ibu muda penduduk sini yang sudah meninggal, bernama Windi?"

"Gadis atau ibu muda yang sudah meninggal bernama Windi......?"

"Iya, Pak!" jawabku.

Bapak pemilik warung ini matanya menerawang. Mungkin, mengabsen sejumlah nama gadis desa sini.

"Apa ada gadis sini yang bernama Windi sudah meninggal, Bu?" Pak Shomad ini mencoba melempar tanyaku kepada istrinya.

"Windi...!"

Suami istri itu berpandangan.

"Kelihatannya ndak ada, Mas!" kata ibu pemilik warung.

"Iya Mas, nggak ada gadis yang meninggal bernama Windi...!"

"Setahu saya gadis yang bernama Windi itu hanya anak Pak lurah, Mas! Tetapi, dia belum meninggal. Dia masih sehat jasmani dan rohani. Malah dia itu, masih kuliah di Semarang, Mas!" kata istri Pak Shomad.

"Yang saya cari seorang perempuan yang bernama Windi sudah meninggal, Pak!"

"Ndak ada, Mas!"katanya setelah beberapa saat berpikir.

"Mungkin bukan anak sini, Pak!" kataku.

"Emangnya ada apa to?"

"Begini, Pak! Saya ke sini waktu itu ingin mencari keterangan tentang Windi, hantu mukanya hancur sebelah. Arwahnya selalu menemuiku. Hantu itu menemuiku bermaksud mau minta tolong. Tetapi belum sempat mengutarakan maksudnya, hantu itu keburu pergi. Dia kayak takut gitu Pak! Makanya waktu itu saya tanya tentang hantu segala saat ngopi di sini."

"Jelas takut a, Mas! La, wong seng ngeloki awakmu iku ora mekakat, kok?

"Ah, bapak ini lo!"

"Oh, ya Mas! Aku baru ingat. Malam satu Suro saya dikejutkan dengan teriakan histeris disertai tangisan. Pada saat itu aku masih wiridan di dalam rumah. Lalu aku keluar. Aku cari. sumber suara itu. Ternyata dari kuburan. Aku masuk kuburan dan mencari suara itu. Ternyata, Aku menjumpai seorang permpuan. Yang sedang menangis. Perempuan itu kelihatannya habis kehujanan. Rumangsane dia masuk rumah besar. Ternyata kuburan."

GADIS MALAM SATU SUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang