Bagian 4 MAKAM SANG PRABU ANGLINGDARMA

287 10 0
                                    


Sejak keluar dari Kota Kayen, kami banyak diam. Ipung konsentrasi jalan atau mungkin sukmaya melayang-layang sampai Mlawat. Sementara pikiranku masih terbuai oleh Windi. Sebetulnya siapa gadis yang bernama Windi itu? Menurut ingatanku belum pernah aku melihat rumah seperti rumah yang dimasukki Windi tadi. Baru malam ini aku melihat rumah besar kuno itu. Seingatku belakang ruko itu makam. Di tengah-tengahnya ada pohon beringin besar. Tetapi mengapa tadi ada rumah besar berdiri kokoh?

Sebetulnya tadi berencana kembali ke Pati ingin membuktikan siapa Windi sebenarnya. Apa dia seorang gadis beneran atau seorang hantu. Tapi tiba-tiba ada angin kencang datang. Akhirnya kita sepakat langsung ke Mlawat saja takutnya hujan turun lagi. Ya, dengan terpaksa penasaran kami kepada Windi dan rumah besar itu kami redam. Esok pagi saat pulang dari Mlawat kebenaran Windi kita buktikan. Yang benar aku atau Ipung. Belakang ruko itu kuburan atau betul-betul rumah besar itu.

"Kurangi kecepatan Pung, sebentar lagi kita sampai Dusun Mlawat!"

Kataku kepada Ipung setelah kami jauh melewati Desa Sukolilo.

"Ya, Kang!"

Ipung memperlambat kecepatan si biru. Sementara aku melototi rumah-rumah penduduk sebelah kanan jalan dengan saksama kalau-kalau ada mushola kanan jalan. Karena makam Prabu Angling Darma terletak di sebelah mushola kecil sebelah kanan jalan.

"Kang, makam Sang Prabu masih jauh atau sudah dekat?"

"Sudah dekat! Setelah desa ini. Nanti kalau ada musholla terletak di sebalah kanan jalan di situ makam Sang Prabu."

"Oke, Kang!"

Ipung memperlambat kecepatan si biru.

"Pung, kita sudah sampai!"

Kataku setelah aku melihat mushola kecil berada di seberang jalan.

"Iya, Kang!

" Belok kiri, Pung masuk seketheng itu!"

"Siap, Kang! Belakang ada orang, gak, Kang!"

"Tidak ada! Yuk, langsung belok! Kamu hati-hati ya, karena jalan agak curam."

"Tenang saja Kang, hal seperti ini kecil....!"

"Alah...dapurmu!"

"Lo, Ipung gitu lo....!"

"Percaya, Ipung kok!" sindirku.

"Motor ini, parkir dimana, Kang!"

Pandanganku kuarahkan pada sekeliling makam. Mencari tempat untuk si biru.

"Si biru taruh situ saja, bawah pohon mangga itu, Pung!" perintahku sambil menunjuk pohon mangga samping rumah juru kunci makam.

"Pohon mangga itu, Kang!"

"Ya, situ!"

"Siap Ndan, laksanakan!"

Ipung segera memarkirkan si biru dan mengunci stang.

"Alhadulillah...akhirnya kita sampai sini juga, Pung!

"Iya, Kang!"

Perasaanku sangat senang ketika menginjakkan kaki di daerah makam sang prabu. Apalagi malam satu Suro ini banyak orang yang melekkan di makam Sang Prabu. Dari dalam bangunan pesarean Prabu Angling Darmo kudengar banyak orang yang sedang berbincang. Di luar pesarean tampak sepi. Orang-orang pada di dalam. Biasanya Mbah Bungkuk dan istri tidur-tiduran di gardu samping rumahnya ini. Malam ini di gardu ini tidak ada orang. Lampunya mati. Mungkin Mbah Bungkuk dan istri menganggap sudah tidak ada peziarah lagi yang datang. Biasanya mereka duduk-duduk santai atau tiduran menunggu peziarah datang. Gardu itu markas tempat istri Mbah bungkuk menarik parkir kendaraan peziarah.

GADIS MALAM SATU SUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang