Dua

5K 495 92
                                    

"Bagaimana keadaan Ibuku, Dokter." suaranya lirih, sarat akan keputus asaan. Namun dia mencoba tegar dan percaya pada Tuhan.

Dokter bernametag Kabuto itu menghela nafas panjang. "Ibumu harus segera di operasi Sakura, dia harus melakukan pencakokan hati secepatnya." jawabnya.

"Dokter, Bisakah kau lakukan saja operasinya, tentang biayanya, aku berjanji akan segera mencarinya." pintanya dengan wajah memelas dan putus asa. 

Dokter Kabuto kembali menghela nafas, ia menepuk bahu gadis itu dan mengangguk.

"Akan kuusahakan."

Sakura mengangguk, berterimakasih keada Dokter Kabuto yang bijaksana.
Ia memejamkan matanya,  mengangguk mengerti dan berjalan gontai meninggalkan ruang Dokter Kabuto. Pikirannya melalang buana, dan dia tidak boleh menyerah. Sakura mengangguk, menyemangati dirinya sendiri, menyeka air matanya yang jatuh perlahan. Dia sudah bekerja luar biasa keras di saat keluarga sang Ibu maupun Ayahnya enggan mengulurkan bantuan. Berusaha sedikit keras lagi tak masalah baginya asal, keluarga satu-satunya yang ia punya bisa terus bersamanya, Ibunya.

Ia bersepeda dengan cepat. Membelah keramaian Tokyo, mengayuh sepeda bututnya untuk sampai di Hotel, tempatnya mengais rizki, ia sudah memberitahukan sang atasan jika ia datang terlambat hari ini.

Memandang pintu bercat coklat itu dengan ragu. Tangan Sakura hanya mengambang, ia menggelengkan kepalanya, dia tak akan meminta bantuan di sini, Manager keuangan sudah sering membantunya, meski gajinya akan dipotong setiap bulannya demi mencicil hutangnya.

Sakura tertunduk, ia berjalan meninggalkan tempat itu, dan kembali melakukan kewajibannya. Bekerja dan bekerja.

***

"Di mana kau, kenapa nomormu baru bisa dihubungi."

Samara mendengus mendengar suara panik bercampur rasa marah dari suaminya, wanita itu membelai lembut rambut Gaara yang masih setia menjelajahi lehernya.

"Aku, masih di Jepang." jawabnya tenang, emerald itu mendelik pada Gaara yang mulai nakal dengan memberinya sedikit rangsangan.

"Jepang luas Samara, katakan dimana kau dan segeralah pulang, Samara. Sarada sakit, dia membutuhkanmu."

"Ah, putriku itu, kenapa dia lemah sekali.. Tenang sayang, aku akan kembali, tapi tidak sekarang, hatiku masih sakit, mulut adikmu benar-benar tak bisa dimaafkan, dan kembali ke sana secepatnya semakin membuat hatiku menderita." jawabnya, ia menjauhkan ponselnya dan membalas kecupan Gaara di bibirnya.

"Izumi tidak mengatakan sesuatu yang salah, dia hanya mengingatkanmu tentang tugasmu sebagai seorang Ibu, dan juga Istri."

Samara mendengus kesal. "Terus saja bela dia, kau tak ingat atau kau mau berpura-pura lupa tentang kejadian enam tahun yang lalu, mau kuingatkan sekali lagi?" suara Samara mulai meninggi. "Mau kuingatkan lagi, jika adik kesayanganmu itu adalah salah satu wanita yang menuduh jika Sarada adalah anak dari laki-laki lain dan salah satu wanita yamg meremehkan kemampuanmu lalu membandingkan kau dengan dia, dan sekarang kau membelanya, dengar Sasuke, aku tahu posisiku dan aku tahu tugasku!" Samara segera mengakhiri percakapannya, ia mematikan kembali ponselnya dan membuang nya ke atas ranjang.

"Apa yang membuatmu kesal, hm." bisik Gaara.

"Uchiha, mereka membuatku kesal." jawab Samara, ia menangkup wajah Gaara dengan kedua tangannya dan mengunci jadenya.

TWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang