Sebelas

5.8K 571 302
                                    

Kamu..
Adalah apa yang selalu aku tambatkan dalam doa
Sementara aku..
Bukan siapa-siapa

Mata bulat itu mengerjap polos, berbinar indah menyambut kedatangannya, senyum cerianya menularkan kebahagian. Menghapus sejenak rasa gundah yang menyelimuti kalbu.

Bibir mungilnya terbuka, menyebut kata Mama, yang mampu membuat sanubarinya bergetar, ia merentangkan kedua tangannya dan menyambut gadis itu, memeluknya erat dan membawanya dalam gendongan. Membisikkan kata sayang berkali-kali hingga membuat sosok dalam pelukannya itu tertawa.

Dan pemandangan itu, tertangkap oleh netra sekelam malam yang menyaksikan interaksi keduanya dengan hati yang gundah. Ia memegang erat daun pintu kamarnya. Bertarung dengan suara hati dan akal. Menjerumuskannya dalam ketidak pastian. Dia meragu.

"Karena dia bukan Samara."

Kalimat itu terngiang, dan terus berputar membuat dia dalam dilema.

"Jika, benar dia bukan Samara.. Oh Tuhan betapa kejamnya Samara, hingga tega mengorbankan perasaan seseorang yang tidak tahu apa-apa demi egonya."

Sakura menurunkan Sarada, senyumnya tulus menyambut Izumi yang mematung memandanginya. Satu kalimat sapaan ia lontarkan dan ia terkejut ketika bungsu Uchiha itu memeluknya dengan erat sebagai jawabannya.

"Maaf, sungguh maafkan aku."

Sakura mengernyitkan keningnya, membalas pelukan Izumi sama eratnya.

"Kenapa meminta maaf? Kau tidak melakukan kesalahan." suaranya terdengar lembut dan tulus.

Izumi menggeleng, ia kembali menggumamkan kata maaf, lagi dan lagi, hingga Sakura lelah mendengarnya dan merenggangkan pelukannya lalu menyeka air mata Izumi dengan lembut, penuh perhatian.

Bagaimana bisa, dia berdiri tegar di atas gelombang cobaan yang diberikan Tuhan untuknya, yang seharusnya tak ia rasakan. Apakah ini adil untuknya, untuk perempuan sebaik dia?

"Mau berbagi cerita?"

Sebuah tawaran manis yang langsung Izumi setujui tanpa memberikan penolakan, mengiyakan dengan bahasa isyarat.

"Uhm.. Apa.. Mama dan Bibi Izumi mau mendengar ceritaku?"

Suara menggemaskan Sarada mencairkan suasan haru di sana. Kedua perempuan dewasa itu berebut untuk memluk gadis menggemaskan itu.

Genggam erat tanganku
Bersama, ayo ukir kisah kita hari ini

***

Itachi terkesiap, merasa takjub akan keindahan senja yang disajikan. Sang penguasa mutlak akan jiwanya itu, seakan menariknya dari belenggu kepahitan, getir rasa akibat perasaan yang tak terbalas.

Ia merentangkan kedua tangannya, seperti ia yang akan menyambut hangatnya mentari pagi, seperti itu pula ia akan melepaskannya pergi. Napasnya terdengar teratur. Namun, nyeri batin dari ketidak siapannya menerima penolakan seakan deras menghujaninya. Mencacinya yang lemah akan sikapnya sebagai seorang pria.

Irishnya bergulir, fokusnya kini tertitik pada obyek yang berdiri di hadapannya. Sosok yang berhasil menjadikannya pria pengecut dan egois.

Sakura, kehadirannya di sini, di hadapannya kini, seakan tengah menawarkan perdamaian, tetapi Itachi tidak menginginkan perdamaian, dia menginginkan istri  adiknya itu bersamanya. Keinginan untuk membawanya pergi jauh dari peliknya persaingan.

Pagi itu, dia merasakan perihnya sebuah penolakan. Meski berkali-kali hatinya menyuarakan kata semangat untuknya agar bisa segera bangkit dari keterpurukan, namun nyatanya pria itu masihlah pria lemah, dia membutuhkan sosok tegar dan lembut seperti Sakura dalam melengkapi hidupnya yang biasa saja.

TWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang