Dua belas

4.8K 517 277
                                    

Jika ada yang lebih indah dari cinta
Maka itu adalah kamu
Sebab kamu adalah...
Pusat dari keindahan cinta itu sendiri

Sakura tak bisa lagi menyembunyikan rona dikedua pipinya. Sudah berbulan-bulan ia hidup bersama dengan pria itu, nyatanya ia tak juga bisa mengendalikan debaran jantungnya yang selalu menggila setiap berada di samping sang suami.

Sasuke menunduk membisikkan satu kata terimakasih yang lagi-lagi mengambil alih atensi Sakura, tak lupa pula ia mendaratkan kecupan singkat di pipi sang istri sebagai ungkapan rasa gemasnya.

"Ingin menyampaikan sesuatu, sayang?"

Sakura mendongak, mengabaikan debaran jantungnya yang kembali menggila karena perbuatan sang suami.

"Sebenarnya," ragu melanda, ia kembali menundukkan kepala, mencoba memantapkan hati untuk bisa mengeluarkan isi hatinya.

"Kau ingin mengantarkan Itachi?"

Sakura terperangah. "Kenapa dia selalu tahu apa yang ada di pikiranku?"

Sasuke kembali terkekeh melihat kerjapan polos istrinya, ia tak bisa menahan lagi untuk mencubit hidung mungil sang istri.

"Antara suami dan istri, mereka memiliki ikatan batin yang kuat." Tatapan Sasuke melembut, cubitan gemas itu berubah menjadi belaian lembut penuh kasih sayang di pipi kanan sang istri, "Kau tahu kenapa?"

Sakura menggeleng pelan. "Kenapa?"

"Karena kita sudah menjadi satu bagian, ragamu dan ragaku, jiwamu dan jiwaku, darahmu dan darahku, nafasmu dan nafasku, kita sudah berbagi dalam segala hal."

Sakura langsung berhambur memeluk erat tubuh suaminya, jawaban pria itu sukses membuatnya terkesima. "Aku mencintaimu."

Kekehan seksi terdengar, dan gadis itu mendapatkan balasan pelukan dan usapan lembut di sepanjang punggungnya.

"Terimakasih sudah mencintaiku."

Masih dalam dekapan sang suami, Sakura berbisik lirih, menanyakan pernyataan yang dilontarkan Sasuke tentang kuatnya ikatan batin antara suami dan istri.

"Apakah ikatan yang dulu kau jalin bersama Samara, sama kuatnya?"

Sakura mengendurkan pelukannya untuk melihat ekspresi sang suami, dan dia mendapati pria itu hanya bungkam dan terjebak dalam rasa sakit. Tatapan gadis itu berubah sendu, merasa bersalah karena menanyakn hal yang tak seharusnya.

"Maafkan aku, jika kau tidak ingin menjawabnya," gelisah menguasai hatinya. "Tidak usah dijawab."

"Ya, aku merasakannya."

Sakura tersentak, ia kembali pada ekspresi tegang suaminya.

"Aku bahkan tahu dia mencintai Itachi, dan dia hanya memanfaatkanku untuk bisa berada dekat dengan kakakku, dan aku tak peduli. Aku juga tahu dia bermain dibelakangku dan bodohnya, aku selalu bisa memaafkannya, mengabaikan kebenaran yang ada, aku buta karenanya," Sasuke memberi jeda sesaat untuk melihat ekspresi sedih sang istri. "Aku gila karena cintaku pada Samara, dan aku sakit karena mencintainya, bukankah aku pria yang bodoh dan menyedihkan."

Tangan gadis itu terjulur untuk menyentuh pipi tirus sang suami, memberikan usapan lembut yang menenangkan hati.

"Terkadang cinta bisa menempatkanmu pada seseorang yang salah, yang lebih pandai menyakiti daripada menyayangi, kau tahu kenapa?" Kini giliran Sakura yang bertanya, Sasuke memejamkan matanya, meresapi energi yang tersalurkan dari setiap belaian lembuat jemari Sakura di pipinya, dan pria itu menggeleng.

"Karena dia sedang memberimu pelajaran, agar suatu hari kau bisa berpikir dengan baik tentang cinta yang seadanya bukan cinta yang gila," usapan lembutnya turun pada dada bidang suaminya yang sudah terbungkus dengan jas mahal buatan Italia. "Menjadi salah arah ketika sedang terjerat cinta itu lumrah, tapi akan menjadi salah jika kau tahu itu keliru dan kau masih meneruskannya, itu tidak akan pernah dibenarkan suamiku."

TWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang