Sembilan

5.8K 589 423
                                    

Emerald itu bergerak gelisah merasakan sang onyx yang seakan memenjarakannya, membuatnya meragu dalam ketidak pastian logika.

Kalimat yang dilontarkan oleh pria itu, terus terngiang dalam pikirannya. Menahan segala asumsi tentang jawaban dari hatinya yang terus memberontak, memintanya untuk mengatakan ya dan tidak dalam waktu yang bersamaan.

Namun kali ini, sepertinya sang logikalah yang akan memenagkan pergolakan batin yang tengah melanda gadis dalam pelukan Uchiha Sasuke itu.

"Hm?" jemari Sasuke masih setia membelai lembut pipi chubby Sakura.

"Aku, tidak bisa." ada rasa sesak yang menggumpal di dalam dadanya ketika kalimat penuh keraguan itu terlontar.

"Kenapa?"

"Kenapa, ya? Karena aku, Sakura, aku bukan Samara istrimu, aku hanya orang lain di rumah ini, hanya manusia sampah yang terjebak dalam ketidak beruntungan situasi dan terkurung dalam permainan yang mengerikan, aku Sakura, si lemah yang tak pernah beruntung."

Helaan nafas itu keluar lagi, mewakili ketidak mampuannya mengeluarkan isi hatinya, "Karena," Sakura menggelak, ia mencoba keluar dari situasi yang rumit ini secepatnya, "Bisakah aku pergi sekarang? Aku berjanji pada Sarada untuk tidur bersamanya tadi." Sakura mencoba melarikan diri dari situasi yang membuatnya tertekan.

Dan Sasuke tidak akan membiarkan Sakura pergi tanpa memberikan jawaban, dia tidak suka menunggu.
Tipe Uchiha yang memiliki sifat ambisius dan egois.

"Jangan menghindar sayang."

"Kumohon, aku tidak bisa menjawabnya."

"Kau hanya perlu menjawab ya atau tidak, apa yang sulit?"

"Kenapa kau suka sekali memaksa." Sakura nampak memelas, berharap pria itu bisa luluh dan melepaskannya dengan segera.

"Karena kau istriku." sela Sasuke.

Dan kalimat itu, lagi-lagi berhasil membuat Sakura merasakan debaran jantung yang menggila. Ia memejamkan mata ketika jemari pria itu kembali membelai lembut pipinya, menjelajah turun hingga berhenti di tengkuk lehernya, menariknya mendekat hingga membuat keduanya berada dalam posisi yang tak berjarak.

"Musim semiku, jawab ini. Apa yang salah dari seorang suami yang meminta janji pada istrinya?" bisik Sasuke.

"Tidak ada yang salah, hanya saja.. Ya Tuhan aku bukan istrimu."

Sakura masih terdiam, menikmati hangat hembusan napas pria itu pada kulitnya, pria itu begitu intens menyalurkan gelombang gairahnya.

"Sakura, musim semiku."

Sakura mencengkeram erat bahu kokoh Sasuke, mencoba melawan terpaan gairah yang ditawarkan pria itu, dan dia gagal.

"Tuhan, kenapa aku merasa dia sudah mengetahui kebenarannya, tapi kenapa dia memperlakukanku seolah semua terjadi seperti biasanya, kenapa dia tidak menghukumku. Ataukah ini adalah hukuman darinya untukku?"

Sakura menggigit bibir bawahnya, mencoba agar dia tidak mengeluarkan desahan. Gadis itu maraup udara dengan serakah ketika sang pejantan memutuskan untuk tidak melanjutkan permainannya.

Pria itu membantu Sakura untuk berdiri dan membenahi pakaian gadis itu yang kusut. Senyum penuh kepuasan terlihat ketika mendapati ekspresi Sakura yang linglung.

"Kembalilah, Sarada menunggumu." kata Sasuke. Sakura mengangguk, gadis itu dengan langkah ragu mulai beranjak, namun ketika langkahnya hendak mencapai pintu, suara Sasuke kembali menginterupsinya, membuatnya berbalik dan menghadap pria itu.

TWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang