Pain

4.2K 318 15
                                    

PAIN ⏳
Start : 17.00 WIB
Finish : 17.41 WIB

🌚

⭐️⭐️⭐️

Rintik hujan masih turun, walau tak sederas sebelumnya. Awan gelap masih memenuhi langit, hawa dingin pun ikut serta mengisi sore. Tapi hal tersebut tak membuat gadis yang berada di kursi roda itu mengurungkan niat untuk mendatangi makam ayahnya. Dengan sebuket bunga di pangkuannya, gadis itu mengusap pelan nisan yang basah. Mengusap bulir air yang menutupi nama seseorang yang teramat penting baginya. Seseorang yang telah membesarkannya dan menyayanginya seorang diri. Berjuang melawan segalanya demi putri satu-satunya.

Anggapan itu selalu ada di benak sang gadis, sebelum hari yang menjadi awal jalan pilu-nya dimulai.

Kwon Ji-Yong.

Seorang ayah yang mengasuh anaknya sendiri setelah perceraiannya dengan sang istri. Memperjuangkan segalanya untuk kebahagiaan sang putri di masa yang akan datang. Berharap putrinya hidup dengan layak dan tak kekurangan suatu apa. Pun dengan kisah cintanya. Ia tak ingin gadis kecil yang kini sudah menjadi seorang gadis dewasa itu mengalami masalah pada kisah cintanya.

Tidak.

Tetapi sepertinya semua itu sirna begitu saja saat sesuatu membuat ia justru menjatuhkan sang putri pada lubang gelap tanpa pelita. Menyesakkan sang putri akan kegelapannya dan meninggalkan ketakutan yang selalu ia rasakan. Setiap hari, menit, bahkan detik.

Air mata gadis itu luruh.

Mengingat bagaimana orang yang selalu ia anggap sebagai malaikatnya adalah orang yang sama yang membuatnya lupa caranya tersenyum. Lupa rasanya bahagia, hingga akhirnya berteman dengan luka.

"Wae, " lirihan pilu itu mulai terdengar.

Meski hatinya sudah tak kuasa lagi dan ingin menumpahkan segala rasa sakitnya, tapi ia ingin sang ayah mendengarkan rasa sakitnya.

Entah apa yang ada dipikiran gadis itu, hingga buket bunga yang cantik itu harus mendarat kasar di sisi makam.

Ia membantingnya.

Tak peduli pada pelayan yang memayunginya sedari tadi. Melindungi gadis itu dari hujan yang mungkin saja membuat ia jatuh sakit.

Tapi, apa gunanya?

Ia sudah sakit dari dulu. Sejak ayahnya meninggalkan dirinya sendiri dengan kehidupan lain yang asing baginya.

"Wae, appa?!" lirihannya berubah.

Nada tinggi itu teredam suara rintik hujan yang menjadi deras.

"Appa, ini yang kau inginkan?!"

"Kau bilang kau sayang padaku!"

"Kau selalu bilang kau menyayangiku lebih dari apapun!"

"Kau memarahi ku setiap aku terjatuh karena tak menjaga diri dengan baik!"

"Tapi kau bahkan membuatku jatuh pada kehidupan yang mengerikan, appa!"

"Appa, kenapa kau tinggalkan aku?!"

"Kenapa kau membiarkan ku sendiri, sedangkan dulu kau tak pernah mengijinkanku jauh dari pandanganmu?! "

"Appa, kenapa kau tak membawaku juga?!"

"Kenapa kau pergi sendiri?!"

"Kau senang aku seperti ini, huh?! Ini yang kau maksud terbaik untukku?! Darimana-nya appa, darimana-nya?!!!"

Air mata itu menyaingi deras hujan. Teriakannya terus keluar kendati tenggorokannya terasa tercekat. Dadanya sesak, kepalanya pening.

Tapi itu tak seberapa.

Daripada tiga tahun yang ia jalani belakangan ini.

Gadis itu tersedu. Kedua telapak tangannya terangkat menutupi wajahnya sendiri. Menangis tergugu dengan rasa sakit yang terlalu menyiksa.

"Appa, aku ingin denganmu.. "

Telapak tangan itu turun, untuk sesaat ia melirik pelayannya yang setia disana tanpa bereaksi apa-apa.

"Pergilah, aku butuh waktu sendiri."

"Tidak, nona -"

"Aku mohon." sela sang gadis. Berharap permintaannya kali ini dikabulkan.

"Aku hanya perlu waktu sebentar dengan ayahku." pelayan itu nampak berpikir. Ragu akan meninggalkan si gadis sendirian.

Bukan apa-apa, akan jadi masalah jika Tuan-nya tahu ia meninggalkan si Nona.

Tapi melihat betapa sungguhnya perkataan gadis itu, membuat si pelayan melunak. Ya, mungkin ia butuh waktu sendiri. Ia tak bisa terus-terusan berada di samping gadis itu selagi privasi masih di prioritaskan melebihi apapun.

Jadi, untuk menghormati Nona-nya ia mengangguk. Bersedia memberi ruang untuk sang nona dengan mendiang ayahnya. Toh, gadis itu masih berada dalam jarak pandangnya.

"Baiklah, nona."

Lalu gadis itu sendiri. Memegang payung yang sudah beralih pada tangan kurusnya beberapa saat lalu. Tak ingin menghindar pada hujan lebih lama, ia menjatuhkan payung itu. Membiarkan tubuhnya basah tersiram hujan, menggigil karena dinginnya, dan membiarkan airmatanya menyatu dengan tetesan hujan.

Ia menatap nisan itu kembali.

"Aku akan segera menyusulmu, ayah.. "

Entah sejak kapan, silet tipis tetapi tajam itu berada di genggamannya.

Ya, genggaman. Gadis itu menggenggamnya. Hingga darah mengalir keluar dari telapak tangan kanannya yang putih nan bersih.

Ia menatap silet dan nadinya bergantian.

Tersenyum seolah menemukan jalan untuk terlepas dari kesakitan.

Ujung tajam benda itu sudah menyapa kulitnya, hendak menekan lebih dalam sebelum sebuah suara membuatnya berhenti.

"Kau takkan kemana-mana, Lalice."

Sial.

Tak ingin membuang waktu lagi, gadis itu langsung melukai pergelangan tangannya. Tak peduli jika lelaki bertubuh tinggi yang menjadi sumber rasa sakitnya berdiri tak jauh darinya sekarang. Tak gentar meskipun nada dingin itu melebihi angin sore ini. Ia tetap melanjutkan niatnya.

Setidaknya saat lelaki itu mendekat dan merebut benda tajam dari tangannya, ia ingin saat itu juga jiwanya sudah bersama sang ayah.

Tapi takdir tak bisa kau atur sendiri.

Ia benci saat lelaki itu berteriak pada orang-orangnya ditepi jalan.

"Ke Rumah sakit, cepat!"

Benci. Sangat sangat benci.

Terlebih pada seorang yang menggendongnya menuju mobil saat ini. Berlari dengan membawa ia yang mulai kehilangan kesadaran.

Jeon Jungkook.

Adalah rasa sakitnya, lukanya, ketakutan-nya, kebencian-nya, neraka-nya. Segala sumber kegelapan hidup gadis bernama Lalice itu.

Yang membuat airmata Lisa habis karena harus keluar setiap saat. Kejam, dingin, dan psycho.

Namun tak ada yang membuat Lisa merasa lebih tersiksa dari...



....rasa cintanya pada 'iblis' itu.

"I hate that I love you, demon."












-I'm done!-

Write your opinion below :)

Bay bay 🌚

They in love wihtin pain inside :")

Why, Am I? [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang