Lost

10.1K 484 55
                                    

Special opening, I presented this story for my bebe yang ultah hari ini. Happy birthday dnr_ftr ♥️



.....

ONESHOOT

***

Aku merasa kosong.

Sesuatu hilang dari diriku. Entah apa itu. Begitu terasa. Aku merasa bukan lagi pribadi yang sama. Seolah sesuatu yang menjadi kelebihanku perlahan pergi meninggalkan. Menyisakan aku bersama ketidakmampuan.

Aku lemah. Aku tak bisa apa-apa.

Ibarat sebuah benda, I'm useless.

Tak berguna. Tak ada manfaatnya.

Aku tak bisa melihat dimana keunggulanku berada. Tak ada yang bisa ku lakukan, kecuali berandai-andai akan masa depan. Berharap kehidupan yang indah seperti dalam khayal.

Haha, bodoh!

Khayalan tingkat tinggi ini membuatku benar-benar hanyut. Terlalu jauh hingga lupa bahwa aku hidup di dunia dimana aku tak akan dilihat jika tak memiliki apa-apa.

Oh, Tuhan. Aku lelah!

Sungguh, aku lelah terus hidup di bawah alam khayalku sendiri. Mencipta takdir dalam ilusi, bersenang-senang dalam alam yang mati.

“Bagaimana menghentikannya?”

Rasanya teramat sulit walaupun aku ingin.

Argh, aku terlalu menginginkan langit. Menggapai bintang dan berteman bulan. Memutari galaksi dengan pemandangan angkasa luar.

Mustahil, bukan?

Ya. Lalu kenapa aku terus saja begitu? Tak berhenti walau tahu mimpiku terlalu tinggi.

“Menjadi seorang idol bukanlah hal mustahil.”  sahutan itu selalu mengisi pendengaran disetiap lamunan rutin di sore hari seperti ini.

“Berhenti meratapi takdir dan mulailah berusaha, mengubah nasib.”

Menghela nafas. Terucapkan mudah, namun tidakkah ia tahu seberapa tersiksanya aku akan mimpi yang terlampau tinggi ini?

Terlebih, dengan segala ketidakmampuanku?

Talentless.” dan itu yang selalu menjadi jawabanku. Jika biasanya dia akan mendengus pasrah dan berlalu, kali ini tidak.

Dia duduk disampingku. Menatap hamparan laut yang mendeburkan ombak begitu keras. Menghantam karang.

Ugh, pasti sangat sakit 'kan?

Ya, ku akui jika rasa sakitku mungkin tak seberapa dengan ombak yang selalu terhantam pada tajamnya karang. Berulang kali, tak jera. Mereka berlomba-lomba mencium bibir pantai meski beberapa diantaranya harus berakhir bertemu karang.

Tapi, mana tahu 'kan? Mungkin kekebalan mereka melebihi diriku. Jadi pantas saja jika mereka kuat. Ya, ombak memang kuat.

Tapi, yak! Apa yang sedari tadi ku bicarakan? Hah, sudah terlihat bagaimana khayalnya diriku bukan? Bagaimana bisa aku membandingkan hidupku dengan benda mati. Dasar imajiner.

“Pergilah. Aku ingin sendiri,”

Rasanya menyebalkan jika saat aku termenung, orang lain datang. Memberi rentetan kalimat tanpa peduli betapa sulitnya aku menerima semua itu. Aku berusaha, selalu. Tak pernah sekalipun aku berhenti bernyanyi. Menari, setiap hari tak pernah absen. Aku memperbaiki setiap bagian yang kurang, menyempurnakannya menurut versi-ku.

Why, Am I? [DONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang