20

24.9K 1.1K 72
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Selamat membaca ya

Jangan lupa pencet⭐ kakak

Ayana pov

"Pernah, kalau bukan kamu yang jadi jodohku," Jawab Afka dengan raut wajah yang dibuat seserius mugkin.

"Ahhh, maksud Mas gimana? Kan sekarang Ay yang jadi jodoh Mas," tanyaku bingung.

Kata-katanya terlalu sulit untuk dipahami otakku yang hanya lulusan SMA ini. Oke, mari coba Aku telisik, Afka bilang dia pernah mikir buat poligami kalau bukan aku jodohnya, tapi jodohnya sekarang kan aku, jadi ...

"Ihhhh, Mas boong ya. Ay udah takut tau dengarnya." kesalku, setelah memahami makna ucapannya. Aku mencubit kuat pahanya yang membuatnya mengaduh kesakitan. Biarkan saja siapa suruh berbohong dalam hal beginian.

"Kamu sih kayak ngak ada pertanyaan yang lain aja, lelaki yang poligami itu adalah lelaki yang istimewa karna dia harus mampu adil untuk istri-istri dan dirinya sendiri, dan aku tidak termasuk dalam lelaki istimewa itu. Gara-gara rebutan remote Tv aja terkadang kita masih ribut, gimana mau rebutan yang lain ditambah ada pemain baru lagi, ngak kuat aku." Jelasnya sambil mengusap pelan pahanya yang sepertinya sangat sakit, salahku juga mencubitnya sekuat tenaga.

"Iya kan Ay penasaran mas."

"Satu istri aja ngak habis-habis Ay, ditambah kamu buat Aku ngak pernah puas setiap harinya, setiap waktu yang Aku lewati bersamamu itu kayak teka-teki, walaupun susah ditebak tapi Aku sangat menikmati, kamu itu punya warna tersendiri. Jadi buang jauh-jauh pemikiran kamu tentang poligami itu."

Aku mengangguk kecil lalu memeluknya dengan erat, bukannya Aku masih ragu dengan perasaannya padaku hanya saja akhir-akhir ini aku memang sensitiv apalagi sehabis menonton sinetron semacam tadi, tidak heran Afka melarangku menonton siaran itu.

***

"Pagi sayang," sapa Mama dan Oma berbarengan saat Aku baru berada di pintu dapur.

Aku tersenyum kecil sekaligus sungkan, harusnya Aku sudah berada di dapur bersama mereka sedari tadi tapi karna ulah Afka yang melarangku untuk turun lebih awal, ya begini jadinya. Aku turun ke dapur setelah hampir semua masakan siap dihidangkan. Jangan dicontoh ya.

"Pagi, maaf ya Ay telat bantuin," aku merasa tidak enak sekarang, sebagai menantu harusnya aku yang melayani mereka saat ini.

"Kamu ngomong apaan sih nduk, ya ndak apa-apa to, Oma paham kok. Lagian kamu lagi hamil cicit pertama Oma, harus banyak-banyak istirahat, jangan kecapean ya."

Mama mengangguk seolah setuju dengan perkataan Oma. Rumah Oma memang tidak terlalu besar tapi halamannya cukup luas, di sini Oma punya dua pembantu yang sekarang tengah mudik lebaran, jadilah semuanya Oma yang urus dibantu Mama.

Di rumah Oma sekarang memang hanya ada Papa, Mama, Aku dan Afka. Yang lainnya sudah pergi, termasuk tante Wirda yang sudah bertolak ke kampung halamam suaminya pada siang hari sebelum kami datang. Aku tidak sempat bertemu dengannya, dan Afka sangat bersyukur akan hal itu.

"Papa mau minum apa?" tawarku saat Papa baru saja duduk di kursi meja makan. Aku hanya disuruh duduk sambil memperhatikan Mama yang tengah menyusun menu sarapan di meja.

"Hmm kopi aja, tapi jangan terlalu manis ya, mamamu udah manis soalnya."

Aku melihat wajah mama yang memerah mendengar gombalan papa, ini yang Aku suka dari mereka, meskipun sudah menikah lama, keromantisannya masih tetap terjaga. Aku harap pernikahanku dengan Afka juga seperti itu kedepannya.

Cinta Luar Biasa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang