Part 15

3.6K 113 3
                                    

I married my boy friend's best friend. He is the one I laught with, live for, dream with and love

Keadaan kesihatanku tidak berubah menjadi baik. Sudah seminggu keadaanku begini. Seluruh badanku rasa sakit. Kepalaku juga terasa berdenyut diiringi rasa bergelora di dalam perut. Tetapi demi memenuhi permintaan Auntie Meen, aku gagahkan diri untuk bersiap.

Aku menghubungi grab untuk membawaku ke rumah Auntie Meen. Hanna's Beauty Saloon kebetulan memang closed pada setiap Ahad, jadi tiada alasan untuk aku menolak pelawaan Auntie Meen untuk mengikut acara makan berambeh di rumahnya.

Auntie Meen menyambut kedatanganku dengan pelukan dan dua ciuman di pipiku. Dia menarik tanganku menuju ke halaman belakang yang ternyata sangat luas. Mereka sekeluarga sudah berkumpul di sini. Begitu juga dengan Harold dan ibunya. Rupanya bukan hanya Max dan Harold yang bersahabat, tetapi keluarga mereka juga sudah saling kenal dan akrab.

"Hanna, mari dekat mama," Julies menepuk bangku kosong di sebelahnya. Aku menurut tanpa banyak bicara.

"Mama? Hanna memanggilmu mama, Jul?" tanya Auntie Meen. Ada sedikit nada cemburu pada suaranya.

"Kenapa Hanna tak panggil auntie mama juga?" Auntie Meen duduk di sebelahku. Aku kini duduk di antara dua orang wanita, seorang mantan bakal ibu mertua, seorang pula ibu mertua.

"Hanna bakal menantuku, Meen," ucap Julies tanpa berlindung lagi.
"Ya? Bertuah Harold, Jul. Kalau ditakdirkan Hanna jadi menantuku, aku juga mahu," Auntie Meen membuang pandangannya menatap ke arah Max yang sedang mengipas arang batu untuk memanggang chicken wing. Entah apa yang sedang difikirkannya kini.

Mungkin Max mendengar perbicaraan ibunya dan Julies. Matanya kini tertuju padaku. Nampak kegusaran pada matanya. Aku senyum, menghantar isyarat bahawa kesetiaanku jangan diragukan.

"Hai, sayang," aksi spontan Harold mencium pipiku sangat mengejutkan, apatah lagi saat itu aku dan Max sedang saling menghantar isyarat rindu.

Auntie Meen dan ibu Harold saling memandang. Tetapi aku perasan Auntie Meen diam-diam menyembunyikan senyumnya.

Semua sibuk saling mengusik dan bersenda gurau. Harold dan Max juga seolah-olah dapat menyembunyikan seketika perang dingin yang terjadi antara mereka. Aku, entah mengapa rasa mual yang sebentar tadi tidak kurasakan kini menyerang tiba-tiba, ketika semua orang sedang enak menikmati makan tengah hari. Sungguh memalukan.

Uweek! Aku berlari menuju ke bilik mandi. Aku sempat melihat Harold bangun untuk mengejarku, tetapi bila aku berpaling setelah membasuh mulut, ternyata Max yang berada di belakangku.

"Kamu sakit, sayang. Lebih baik kita ke klinik," katanya mengusulkan. Aku tidak dapat menolak bila dia memapahku menuju ke sofa di ruang tamu. Auntie Meen dan Julies juga menyusul. Harold cuma memandang dari kejauhan sebelum mendekat setelah ditegur ibunya.

" Bakal tunang kau sakit ni, Har. Yang kau tercegat di situ apa hal?" Dan Harold akhirnya mencangkung di hadapanku.

"Kita ke klinik ya, Hanna," suaranya hampir tidak keluar. Matanya menunduk memandang jari kakiku.

"Aku hanya perlu berehat, Har. Mungkin kebelakangan ini aku kurang menjaga makan," aku memberi alasan. Aku tidak mahu mereka memaksaku ke klinik bersama Harold sedangkan hati suamiku nanti akan hancur jika aku pergi bersama lelaki itu.

"Biar Lisa dan Max menghantar Kak Hanna balik, ma," Lisa yang baru siap makan kini berdiri dengan kunci kereta Max di tangannya.

"Hanna tidak sihat, Lis. Bahaya dia ditinggal sendiri," bantah Julies.

Married To My Boyfriend's Best Friend ✔️Where stories live. Discover now