BGM / NIKI; strange land
🌿
HIJAU pohon yang menaungi Mikasa.
Tumbuhan pinus itu menjulang tinggi serta rindang. Dahannya saling bergesakan membuat desau akibat angin. Terasa hembusan sejuk dan harum hutan menyegarkan, padahal kini dia tengah duduk di pekarangan sekolah. Duduk di kursi taman ditemani Sasha, teman terdekatnya. Gadis itu bertubuh tinggi dengan rambut yang menyerupai ekor kuda. Mereka sama-sama berusia 15 tahun duduk di bangku kelas 2 sekolah menengah pertama.
Kumbang beterbangan mengitari jejeran tulip. Karpet rumput yang membentang nampak terawat. Bangunan sekolah dengan gaya arsitektur vintage menutupi sebagian langit yang Mikasa lihat. Angkasa tak tersaput awan, seolah memberi kabar bahwa cuaca hari ini akan cerah.
Mikasa memangku sekotak sandwich sebagai bekal makan siangnya hari ini. Tak lupa sekotak susu strawberry menemaninya di samping kursi. Lalu Sasha yang juga duduk di sebelah, memegang sebuah roti dengan kedua tangannya. Angin sepoi-sepoi menemani makan siang mereka.
Sasha menoleh mencuri pandang ke arah Mikasa. keningnya berkerut, dia sibuk membuat pertanyaan. "Kamu terlihat berbeda hari ini. Ada apa dengan senyummu?" tanyanya heran. Sebab sendari tadi senyuman di bibir Mikasa tak henti-hentinya melengkung. Seolah dia sedang berbahagia hari ini. Padahal hari ini tidak ada hal yang istimewa.
"Kamu terlihat berseri-seri, apa kamu mendapatkan lotre? Atau sebuah keajaiban?" Mikasa yang tengah mengunyah tersenyum jenaka. Sekuat tenaga menahan makananya agar tidak menyembur keluar. Kemudian Mikasa menggeleng, artian tebakan Sasha tidak lah benar. "Pulang sekolah nanti antar aku ke toko kue di dekat stasiun, ya?" pinta Mikasa padahal pertanyaan sebelumnya belum dia jawab. Sasha merajuk. "Tidak mau. Lagi pula aku pulang berlawanan arah dari stasiun, itu membuatku semakin jauh menuju rumah."
"Kumohon? Hn? Hari ini Kak Eren berulang tahun. Ayo lah, kamu bahkan tahu aku sudah mati-matian menabung untuk hari ini? Antar aku untuk membeli kue sekaligus hadiah ulang tahun untuknya." Sasha menghela napas panjang. Menatap Mikasa lamat-lamat yang tengah menghadapnya dengan wajah seribu harap. "Aku tahu. Perjuanganmu menghemat berbulan-bulan demi orang itu. Tapi Mikasa, apa yang sudah kamu lakukan diluar batas kewajaran. Kamu bahkan bekerja sambilan di perkebunan ayahku, mengumpulkan uang untuk pergi ke kota menemuinya bukan? Tapi keputusanmu untuk mememui orang itu salah. Lebih baik kamu tunggu hingga orang itu pulang ke desa ini, paham?"
"Apa salahnya?" kini mata hazel Mikasa sedikit berkilat tak suka. Tangannya menutup kotak makanannya dengan kasar. Nafsu makannya mendadak sirna. "Salah, kita belum cukup dewasa untuk itu. Kakak itu kini seorang mahasiswa, dia pasti akan menganggapmu sepele. Percaya lah padaku."
"Kenapa kamu berkata begitu? Kamu adalah temanku, harusnya kamu mendukungku, bukan?" Sasha mendesah, dia menatap langit-langit angkasa. Mengerjap beberapa lama sampai dia kembali bicara. "Justru sebagai teman aku sangat peduli. Aku tidak mau kamu berakhir kecewa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Color
FanfictionDalam surat wasiat Carla. Wanita tengah baya itu menginginkan putranya Eren untuk menikahi Mikasa, gadis yang memilki rentang usia cukup jauh dengan Eren. Tidak ada alasan untuk Eren menikahi Mikasa, lantaran Mikasa sudah dianggap sebagai adik kandu...