"Puh!" Aku mengeluarkan suara pelan.
Seli menoleh. Dia tersenyum lebar, tatapannya penuh tanya. "Kenapa, Ra?" Seli bertanya basa-basi.
Kenapa? Seli tidak perlu bertanya. Dia tahu kenapa aku mengeluarkan puh tadi. Lihatlah di lapangan basket, Ali sedang bergaya memamerkan tembakan tiga angkanya. Selalu masuk. Lantas penonton--hampir semuanya murid perempuan di sekolah kami--bersorak-sorak. Ali sepertinya menikmati sekali jadi pusat perhatian. Dan entah apa yang ada di kepala murid perempuan sekolah kami, heh, mereka tidak harus begitu, kan? Berteriak-teriak. Apa hebatnya sih Ali?
Seli tertawa pelan melihat wajah masamku.
Kelas kami baru saja pelajaran olahraga. Murid-murid masih duduk istirahat di sekitar lapangan basket.
"Kamu cemburu, Ra? Seli menggodaku.
Aku melotot. "Enak saja! Mereka norak!" Aku menunjuk murid-murid perempuan.
Seli tertawa lagi. "Menurutku sih, terlepas dari rambut kusut, jarang mandi, pakaian berantakan, Ali memang oke lho. Dia tuh cool. Apalagi sejak jadi anggota tim basket sekolah, dia punya banyak penggemar..."
"Puh!" Aku kembali mengeluarkan suara pelan.
"Kamu tahu, Ra." Seli menatapku serius--mengabaikan wajah kesalku.
"Apa?"
"Ali sebenarnya memperhatikanmu. Sejak kita pulang dari Klan Bintang, dia selalu memperhatikanmu. Bagi Ali, murid-murid perempuan lain itu tidak penting. Kamulah yang penting."
Aku melotot lagi. "Apa sih maksudmu, Sel? Kenapa kamu malah membahas tentang aku?"
"Betulan lho, Ra. Sebentar akan kubuktikan kalau kamu tidak percaya." Seli bangkit berdiri. Dan sebelum aku tahu apa rencananya, dia sudah berlari ke kerumunan di dekat ring basket.
"ALI!" Seli berseru, memasang wajah panik.
Ali menoleh, gerakan tangannya yang bergaya hendak melempar bola basket terhenti. "Ada apa?"
"Raib."
"Raib?"
"Raib kakinya keseleo... di sana!" Seli menunjukku.
Tanpa menunggu sedetik pun, Ali langsung melemparkan bolanya sembarangan. Dia berlari ke arahku, di bawah tatapan para penggemarnya. Seli ikut berlari di belakangnya.
"Kamu tidak kenapa-napa, Ra?" Ali bergegas mendekat, wajahnya cemas.
Aku melotot, hendak berseru mengusir Ali dan meneriaki Seli--yang sekarang justru sudah berdiri di dekatku, tertawa terpingkal.
"Betul, kan?" Seli tertawa sambil memegangi perut.
"Kamu tidak apa-apa, Ra?" Ali menatapku, menoleh ke arah Seli, tidak mengerti apa yang terjadi.
"Lihat, kan? Ali begitu saja meninggalkan puluhan fansnya di sana saat mendengar kamu keseleo, Ra. Padahal, Ali kan tahu kamu punya teknik penyembuhan. Apa susahnya kamu menyembuhkan diri sendiri? Tapi dia tetap berlari ke sini."
Wajah Ali bersemu merah. Dia segera menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Seli telah menipunya dengan mengatakan aku keseleo.
Wajahku lebih merah lagi. Jika saja kami tidak berada di lapangan basket sekolah aku hampir mengeluarkan teknik menghilang.***
Sengaja ku sisipkan cerita dari buku "Ceros dan Batozar" sekuel ke 4,5 novel Bumi....
Ku sarankan kalian baca dulu novel serial Bumi karya bang Tere Liye agar lebih masuk ke dalam ceritanya...
Author hanya pinjam tokoh-tokoh dari bang Tere, selebihnya fanfiction ini hanyalah imajinasi author,,,
Semoga kalian suka,,
Dan jangan lupa vote dan komentnya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Raib & Ali
Teen FictionFanfiction!!! Ini cerita tentang persahabatan 3 remaja, Raib, Seli dan Ali.. Berawal dari sebuah persahabatan, hingga mereka terjebak dalam situasi yang rumit, ada perasaan lebih dari sekedar sahabat, namun sulit untuk mengungkapkan.. Apakah yang ak...