◯ O.6

5.4K 1.2K 183
                                    

semuanya bermula ketika seonghwa kecil berumur sebelas tahun yang didiagnosa terkena penyakit mental yang aneh. dimana seonghwa akan selalu merasa bersalah dan bersalah.

untuk mengatasi rasa bersalahnya itu, bunuh diri adalah cara paling tepat menurut seonghwa. jadi semenjak kecil, ia sudah bermain dengan benda tajam, obat, benturan, bangunan tinggi, dan lain-lain.

tetapi tuhan selalu punya rencana rahasia teruntuk seonghwa. entah aksi bunuh dirinya itu selalu digagalkan, ataupun ia tak mati sama sekali walaupun terbaring koma beberapa hari di rumah sakit.

pernah suatu ketika, seonghwa harus ditutupi kain diseluruh tubuhnya, lalu diikat pada ranjang. terlihat sangat tersiksa, tapi begitulah. jika seonghwa dilepas, maka ia akan mencoba bunuh diri secepatnya.

peristiwa-peristiwa seperti ituㅡ walaupun sudah jarang terjadi pada seonghwa, namun beberapa kali ia ingin melakukannya lagi. seonghwa mencoba menutup diri untuk tidak membuat dirinya mati konyol dengan bunuh diri, tetapi tetap sajaㅡ pikiran itu selalu terlintas mengganggu.

"ini obatnya," ujar ibunya di suatu sore, tatkala seonghwa sedang terduduk diatas ranjang. terdiam membengong begitu saja.

ibunya menghela nafas, lalu meninggalkan seonghwa dengan beberapa pil juga segelas air putih diatas nakas. seonghwa meliriknya enggan. 'kenapa ibu membiarkanku untuk tetap hidup? padahal aku sudah layak untuk mati.'

seonghwa beranjak dari ranjangnya, menuju tembok kamarnya yang sudah retak sana sini. semuanya adalah perbuatan seonghwa. tinjuannya, kepala yang dibenturkan, membanting cermin, itu semua kelakuan seonghwa.

"cukup. aku bosan hidup."

duaggh

ia membenturkan kepalanya ke tembok tersebut. seonghwa tak peduli dengan memar biru dan perban yang membebat kepalanya. dirasa kurang, ia kembali membenturkan kepalanya.

JDAGH!

seonghwa ambruk, dahinya bocor. tetapi pemuda itu belum mati. seonghwa kesal, seonghwa marah. dan ya, seonghwa penasaran kenapa ia tak mati-mati juga.

ia bangkit dan berlari keluar jendela. tak mementingkan lantai tiga rumahnya yang sangat tinggi. seonghwa meloncat keluar, bodohnya ia menabrakkan diri pada kaca jendela, hingga jendelanya turut bolong merobek kulitnya.

brukkk

seonghwa jatuh diatas rerumputan. ia bisa merasakan kalau tangannya patah, karena lebam biru juga darah yang keluar dari lengannya cukup membuatnya kesakitan.

tetapi,

seonghwa belum mati.

seonghwa ingat, rumahnya dekat dengan sungai han. sebisa mungkin seonghwa melangkahkan kaki menuju jembatan sungai tersebut. ia bahkan dilirik orang banyak karena kondisi badannya yang cukup parah. namun sekali lagi seonghwa memilih untuk tidak peduli.

pemuda bermarga park itu memanjat sisi jembatan. bersiap untuk terjun dan meninggalkan dunia ini. 'aku tidak pernah memilih dimana aku nantinya. surga, neraka, dan apapun itu. yang terpenting aku tak bernyawa lagi.'

kaki jenjangnya melangkah maju.

"AH- AHJUSSI?!"

mata seonghwa terbuka, beberapa kali berkedip untuk mengembalikan kesadarannya.

"apakah aku sudah mati? i-ini terang sekali."

"ah? anda sudah sadar?" sebuah sapaan lembut terdengar di telinga seonghwa.

"a-pakah... apakah aku, di surga?" tanya seonghwa lagi.

"emm, bukan, anda di.... rumah, ya, rumah." itu suara hongjoong, dan untuk pertama kalinya, seonghwa merasa aman.

self reminder : jangan bunuh diri sebelum waktunya ya. karena yang menentukan kamu kapan mati itu Tuhan, bukan keinginan diri sendiri.

cause nobody cares, ateez [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang