Keesokan harinya, aku memberi kabar bahwa aku sudah berbicara kepada orang-orang terdekatku perihal Rizki.
Resty:
Resty sudah ngomong juga sama Papa perihal Mas Rizki beserta keluarga yang berencana silaturahmi ke sini tanggal 3 Syawal nanti. Silakan, Mas. Kata Papa, ditunggu kedatangannya.
Rizki:
Abah sudah istikharah?
Resty:
Saya belum tahu, Mas. Mungkin sudah. Saya jarang bertemu beliau, tapi Papa bilang 'Kata Ustaz iya, jadi Papa juga iya'. Papa manggil Abah itu dengan sebutan Ustaz. Saya pun seringnya memanggil beliau itu Pak Ustaz. Abah itu hanya untuk sebutan saja,tapi kalau ke Umi memang saya memanggilnya Umi. Kalau Abah bilang iya, kemungkinan besar sudah istikharah.
Setelah menyampaikan informasi tersebut, tidak ada balasan lagi dari Rizki. Aku juga tidak mau sering-sering berinteraksi dengannya walau hanya lewat grup.
Aku takut, seringnya godaan setan benar-benar halus dan mereka sangat pandai memanipulasi manusia. Namun, di malam hari, tepatnya pukul 22:10, Rizki menghubungiku lewat grup WhatsApp.
Rizki:
Assalamaualaikum...
Karena peraturan grup yang dibuat, chatting-an mulai jam tujuh pagi sampai jam sembilan malam, maka aku pun mempertanyakannya.
Resty:
Wa'alaikumussalam. Maaf, Mas, ada hal penting yang ingin disampaikan, kah?
Namun, beliau membalas pesanku ketika memasuki waktu sahur.
Rizki:
Sebenarnya itu saya chat jam delapan, tapi mungkin sinyal lemah, baru terkirim jam sepuluh lebih.
Resty:
Oh iya, Mas. Ada sesuatu yang mau Mas Rizki sampaikan?
Rizki:
Iya minta alamatmu, sekarang saja.
Aku pun memberikan alamat lengkap rumah pada Rizki.
Rizki:
Resty, setelah menikah mau tinggal di mana?
Aku tersenyum kecil membaca pesan tersebut. Pertanyaan Rizki tidak salah, memang beginilah gunanya ta'aruf... menanyakan semua hal yang ingin ditanyakan. Namun, kalimat yang masih terpampang di layar ponsel itu terkesan menghanyutkan aku dalam harapan.
Resty:
Di Cirebon, Mas. Saya punya usaha di sini. Saya juga calon bidan. Jadi, lihat gimana nanti, dapat dinasnya di mana.
Rizki:
Sebenarnya kalau saya inginnya di Subang, karena sudah punya tempat untuk ditinggali serta ada usaha sandal. Tapi di mana pun Insya Allah saya siap.
Resty:
Hal itu bisa dibicarakam nanti, Mas, kalau memang kita ada jodoh. Kalau ditanyain keinginan saya sih pengennya di Madinah atau Makkah aja. Biar dekat kalau naik haji.
Beberapa hari setelah melakukan percakapan lewat grup, aku semakin dihantui rasa penasaran dengan wajah Rizki. Aku memang sudah melihatnya lewat foto yang diberikan Teh Vivi. Tapi, ada kalahnya foto itu dapat membodohi mata, karena itulah aku tak percaya sepenuhnya pada gambar tersebut.
Parahnya, aku sempat berpikir bahwa Rizki memiliki kulit yang gelap dengam wajah yang dipenuih jerawat.
"Ahh! Ya Allah... singkirkanlah semua pikiran negatifku tentang Rizki Ya Allah.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Insyaallah Berkah Selamanya - TELAH TERBIT
General FictionBanyak orang yang bertanya, "Bagaimana kisah pertemuan Resty dan suaminya di novel Cadarku BUKAN Teroris?" Novel ini jawaban dari segala pertanyaan teman-teman tentang. "Mengapa Resty bisa dinikahi pemuda istimewa itu?" Teman-teman sudah sering mend...