12 💞 Pemuda Luar Biasa

323 33 3
                                    

Subang, 01 Juli 2017

Ketika perempuan bercadar itu pingsan, Abah justru memanggil Rizki dan mengajak diskusi ke tempat yang tak dijangkau oleh siapa pun.

"Rizki, apa kamu tetap mau menikahi Resty? Dengan keadaan dia seperti itu?" tanya Abah.

Rizki menjawab dengan tegas. "Iya, Pak. Saya tetap mau menikahi Resty."

"Kalau gitu, sekarang saja dilakukan akad nikah, apakah kamu siap?"

"Iya, Pak. Saya siap!" Rizki menjawab dengan penuh keyakinan.

"Ya sudah, nanti saya ngobrol dulu sama papanya Resty. Karena, kan, beliau itu orangtua kandungnya."

Aku tak tahu obrolan tersebut jika saja tak ada orang terpercaya yang cerita. Saat itu semua orang justru sibuk membangunkanku.

Setelah sadar dari pingsan, aku diminta untuk makan terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan pulang. Usai makan, badanku terasa lebih bugar.

Sesaat kemudian kami melanjutkan rencana untuk pulang. Di detik-detik memasuki mobil, orangtua Rizki mengulurkan tangannya, aku berpikir beliau akan mengajakku bersalaman.

Setelah tanganku menerima uluran tangan tersebut, beliau memelukku dan berkata, "Hati-hati, ya... Resty yang sehat-sehat, ya." Aku merasakan di tangan ini ada sesuatu.

'Masyaa Allah, beliau memberikanku amplop?' batinku.

Aku terkejut dan hampir saja memberikan amplop itu kepada Mumu-adik Rizki yang paling kecil. Tapi beliau memintaku untuk menyimpan uang tersebut untuk jajan.

Sejujurnya aku bingung sekali, rasanya tidak ingin menerima amplop tersebut. Tapi jika tidak menerimanya, aku takut disalahkan Abah karena telah menolak pemberian orangtua Rizki. Akhirnya kuterima saja amplop tersebut.

Setelah kami berpamitan kepada keluarga Rizki, di mobil aku berkata,"Ya Allah, aku dikasih amplop sama ibunya Rizki."

Seisi mobil pun terkejut, tapi Teh Nisa berkata, "Dede dikasih amplop?"

"Bukan Lyan, Teh. Tapi aku!" jawabku.

"Lho, kok? Kenapa kamu yang dikasih?"

"Mungkin, maksudnya itu untuk calon menantu," ujar Mama.

Seketika mereka pun berteriak menggodaku di dalam mobil. "Cieee... calon menantu!"

Setelah Papa memintaku membuka amplop tersebut, aku semakin terkejut, karena menurutku ini bukan jumlah yang sedikit untuk sekadar jajan.

'Masya Allah aku merasa malu, bingung dan juga senang'.

Malu karena beliau memberiku uang jajan. Bingung karena aku tidak tahu apa maksudnya, dan senang karena calon ibu mertuaku baik

'Eaaaaak ibu mertua. Hehe... ciee baper... ciee baper.'

Setelah itu Papa berkata pada kami semua yang berada di dalam mobil.

"Tadi itu Ustaz ngetes Rizki. Benar-benar anak, ya, itu!"

Kami semua terdiam. Namun tidak untuk Teh Nisa.

"Benar-benar gimana, Pa?"

"Rizki itu memang anak yang saleh, baik dan memang serius untuk menikahi Resty, pemuda itu memang luar biasa," ujar Papa.

"Lho, memangnya kenapa, Pa?" tanyaku.

"Tadi Ustaz nanya sama Rizki, tentang keadaan Resty yang tadi pingsan. Apakah dia tetap mau menikahi Resty? Dia jawab mau. Terus, Ustaz nanya lagi, kalau sekarang saja dilangsungkan akad nikahnya bagaiamana? Rizki langsung jawab dengan tegas, siap pak. Kata Ustaz, orang yang benar-benar serius ingin menikahi, dengan yang hanya main-main saja, itu akan terlihat beda saat menjawab pertanyaan. Biasanya pasti ada saja alasan jika orang itu main-main. Tapi, tadi Rizki menjawab dengan tegas," tutur Papa.

Insyaallah Berkah Selamanya - TELAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang