Cirebon, Tahun 2016
Berada di dunia perkuliahan membuatku semakin kuat dalam berhijrah. Tak ada pemuda di dalam kelas dan kesibukan dalam belajar pun membuatku menutup rapat hati ini untuk segala jenis godaan para lelaki. Nugraha dan Elan telah berlalu begitu jauh, sedangkan Restu tak pernah banyak waktu untuk sekadar bersapa denganku.
Bersamaan dengan penyakit yang Allah kirimkan, Dia juga mengirimkan aku sosok teman laki-laki bernama Udin yang selalu memberi semangat dalam hidup. Bagaimana tidak semangat? Orang pertama yang kulihat ketika sadar dari koma adalah Udin. Perempuan mana yang tak jatuh hati jika berada dalam posisi sepertiku?
Berbarengan dengan semua itu, aku juga mulai istiqomah mengenakan cadar untuk menjaga diri dari segala jenis fitnah perempuan. Sayangnya Restu justru memberikan respon buruk dengan perubahanku. Padahal ia yang dulunya semangat memintaku menutup aurat, setelah aku berhasil di tahap ini, Restu justru pernah mengatakan bahwa aku adalah 'pecun muslinah' hanya karena ia cemburu dengan Udin.
Sejak kejadian itu, aku hilang respek dengan mantan pacarku itu! Jodoh ya sudah... kalau pun enggak, ya tidak apa-apa.
Paska perawatan Radang Selaput Otak, aku harus melakukan medical cek up setiap minggu. Papa memberi amanah kepada Udin untuk menemani aku di rumah sakit.
Seiring berjalannya waktu, virus merah jambu itu telah menyerang lubuk hatiku yang paling dalam. Aku selalu ingin berdekatan dengan Udin dan pemuda itu pun merasakan hal yang sama.
Sampai pada akhirnya, lelaki yang kuuinginkan itu mengungkapkan perasaan saat ia sedang mengantarku ke rumah sakit.
"Resty, aku sayang kamu," ungkap Udin.
"Tapi aku nggak mau pacaran Udin!! Kalau kamu sayang maka nikahilah aku," tegasku.
"Apakah kamu mau menikah denganku?"
"Iya, aku mau!"
"Dengan keadaan aku yang miskin ini?"
"Aku mau, Udin!"
"Gimana kalau orangtua kamu tidak merestui?"
"Orangtua aku pasti merestui." Aku meyakinkan
"Tapi aku belum punya pekerjaan."
"Datang saja temui dulu orang tuaku."
Satu bulan setelah kejadian itu, Udin melamar. Pemuda itu datang dan berkata pada Papa bahwa ia ingin menikahi aku. Perempuan mana yang tak bahagia, ada laki-laki datang melamarnya. Tapi, Papa tak memberikan jawaban iya ataupun tidak. Karena usiaku masih 19 tahun sedangkan Udin baru 20 tahun.
Sebulan setelah kedatangan Udin, ada tiga laki-laki yang melamarku juga. Namun, hatiku tetap condong kepada Udin. Entah mengapa aku hanya merasa yakin kepadanya.
***
Di bulan Desember aku kembali dirawat untuk ke sekian kalinya. Aku tak pernah menyangka bahwa Restu akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk. Pasalnya sejak sikap cemburunya itu berlebihan, aku sudah tidak terlalu mengharapkan kehadirannya.
Kedatangannya malam ini ternyata bukan hanya ingin melihat kondisi kesehatanku, tetapi ada maksud lain. Restu melamarku. Ia meminta Papa agar diberi kesempatan serta restu agar bisa menikahi aku.
Berbagai virus merah jambu yang datang di masa istiqomah membuat hatiku dilema besar. Jika ditanya, lebih memilih siapa antara Restu dan Udin?
Hatiku langsung menjawab Restu! Lelaki itu orang yang pernah mengisi hari-hariku. Pemuda itu yang telah mendorong dan mendukungku berhijrah. Rasa sayangku pada Restu belum ada yang bisa menggantikan, sekali pun Udin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insyaallah Berkah Selamanya - TELAH TERBIT
Fiksi UmumBanyak orang yang bertanya, "Bagaimana kisah pertemuan Resty dan suaminya di novel Cadarku BUKAN Teroris?" Novel ini jawaban dari segala pertanyaan teman-teman tentang. "Mengapa Resty bisa dinikahi pemuda istimewa itu?" Teman-teman sudah sering mend...