9. Back to You

352 60 34
                                    

Ten bergerak gelisah di kursi kemudinya, suasana malam yang kian sunyi nyatanya tak mampu membawa laki-laki itu terlelap. Tentu saja, selain karena tanggung jawabnya untuk bertugas malam ini, pria berdarah Thailand ini memang tengah menahan hasrat panggilan alamnya.

"Bisakah kau sekali saja tidak membuatku pusing?"

Ten menoleh pada Doyoung yang duduk bersandar dikursi sebelahnya, kepalanya menunduk dengan tangan kiri yang menopang keningnya.

"Aku harus ke toilet, Doy. Sudah sejak tadi aku berusaha menahannya!"

"Aku sudah memperingatkanmu untuk tidak terlalu banyak minum soda disaat seperti ini, tapi kau malah tetap membawa satu box soda dan cemilan seakan-akan kita akan pergi piknik."

"Ini kan hanya untuk berjaga-jaga," sanggah Ten.

"Tapi yang ku lihat kau menghabiskan semua itu sekaligus sejak sore tadi."

Ten mengerucutkan bibirnya lucu, tapi terlihat jijik dimata Doyoung.

"Doyiiii," panggil Ten dengan nada manja dan dipanjangkan, "Biarkan aku ke toilet sebentar, please?"

"Aish, menjijikkan! Cepat sana, tidak lebih dari lima menit!" Doyoung menyerah, ia paling tidak tahan melihat Ten yang bertingkah sok imut.

"Siap! Aku akan berlari cepat seperti kelinci!" Seru Ten sebelum akhirnya keluar membanting pintu mobilnya.

Ten berjalan keluar kamar mandi supermarket dengan perasaan lega luar biasa setelah menuntaskan hajatnya. Ngomong-ngomong, Ten dan Doyoung sedang berjaga di Yeongdong untuk mengawasi pria asing yang akhir-akhir ini membuat warga sekitar was-was. Tapi sejak tadi siang hingga kini pukul satu dini hari, tidak ada tanda-tanda apapun.

Laki-laki itu berjalan dengan santai di trotoar, mengedarkan pandangannya sekitar menatap rumah-rumah dan ruko yang sudah tutup. Jalanan disekitar situ tidak begitu gelap, sinar kuning lampu jalan nyatanya menyebar cukup luas.

Tiba-tiba langkah itu terhenti tepat setelah Ten mendengar bunyi gesekan besi yang mirip seperti suara pagar yang hendak dibuka. Sontak pria itu mencari sumber suara yang ternyata terletak beberapa meter didepannya.

Ten mendekat tanpa ragu, berdiri didepan pintu pagar besi selebar lima meter yang penuh dengan tanaman rambat. Pagar itu dihimpit oleh dinding besar yang mengelilingi bangunan didalamnya, tampaknya ini bukan pintu utama mengingat ukuran pagar ini cukup kecil.

Tidak ada siapapun disana, padahal Ten yakin mendengar sesuatu tadi. Akhirnya laki-laki itu mendorong pagar itu pelan, benar tidak terkunci. Tidak ada siapapun. Ten tahu saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk terus menuruti rasa penasarannya, sadar bahwa Doyoung pasti akan mengomel habis-habisan jika ia pergi terlalu lama.

Namun pikiran dan tubuh Ten tampaknya tidak begitu sinkron, nyatanya laki-laki ini justru masuk ke area itu. Berjalan lurus dengan hati-hati, karena halaman yang ia masuki benar-benar minim pencahayaan. Ten merogoh saku celananya untuk menyalakan flash di ponsel, sialnya laki-laki itu lupa membawa ponselnya karena terlalu terburu-buru tadi.

Ten tidak mengerti, suasana tiba-tiba tampak lebih mencekam dari sebelumnya. Tidak ada angin maupun suara hewan malam, yang ada hanya suara gesekan langkah sepatu Ten yang beradu dengan rumput liar yang ia injak.

Dari jarak sepuluh meter, ia melihat sosok gadis yang berjalan sedikit tergesa dengan benda kotak ditangannya. Kotak itu menyerupai tempat tisu namun ukurannya lebih besar, entah terbuat dari apa kotak itu yang jelas terbalut rapi oleh kain beludru.

Gadis itu berjengit mendapati Ten yang juga tengah menatapnya. Mematung dalam sepersekian detik sebelum memundurkan langkahnya menjauh. Gadis itu baru saja hendak berbalik begitu Ten memanggilnya,

SWEET SORROW | Lee Taeyong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang