17. Menjauh?

292 45 32
                                    

Ddrrt...

LINE

Taeyong
Besok aku akan menunggumu di lobby,
Ku harap Jaehyun tidak menjemputmu.
Good night~
11.55 pm


Jina baru saja membuka pesan Taeyong semalam. Tanpa sadar seulas senyum tercetak di wajahnya begitu membaca pesan singkat Taeyong yang entah sejak kapan membuat moodnya bangkit. Pagi ini mungkin akan menjadi hal yang menyenangkan bagi gadis itu. Mengawali pagi bersama pria yang akhir-akhir ini membuatnya tersenyum.

Meraih handuk di gantungan baju, Jina bergegas menuju kamar mandi sesaat setelah menyiapkan outfitnya hari ini. Ada yang berbeda dari Jina sekarang, ia bahkan mengoleskan sedikit liptint di bibir merah mudanya. Setelah selesai dengan persiapannya, ponselnya bergetar.

Jina meraih ponselnya dengan senyum permanennya. Namun sedetik kemudian senyumnya sedikit memudar, ia berharap Jaehyun tidak berniat menjemputnya pagi ini.

"Ada apa, Jae?"

"Hm, apa kau tidak mau menyapaku dahulu? Mengucapkan selamat pagi, misalnya?"

Jina menepuk dahinya pelan. "Ah, maaf. Selamat pagi, Jaehyun."

Terdengar kekehan dari seberang sambungan. "Kau ini kenapa? Akhir-akhir ini sepertinya kurang fokus."

"Ya, begitulah," sahut Jina asal.

"Ambil sarapanmu, pagi ini aku tidak bisa menjemputmu dulu."

"Aah, baiklah." Dalam hati Jina merasa lega.

"Hanya itu, hm? Kau tidak marah kan?"

"Sama sekali tidak, Jae. Kau tidak harus menjemputku setiap hari."

"Baiklah, sayang." Jaehyun memutuskan sambungan saat itu juga.

Sementara itu, dalam satu gedung yang sama namun berbeda ruangan, Taeyong baru saja selesai mematikan laptopnya. Semalaman ia tertidur setelah lembur mengerjakan bagian proposalnya dan baru membereskannya pagi ini.

Baru saja memasukkan buku catatan kedalam tas, tangannya terasa menyentuh suatu benda asing. Laki-laki itu kemudian mengambil sebuah benda kecil berbentuk persegi didalam sana, dan seketika itu jantungnya seakan melompat ke perut. Taeyong melebarkan matanya seakan tak percaya melihat benda itu tersimpan di tasnya, ia kemudian meremas benda itu kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih.

Raut wajahnya berubah gelisah, entah kenapa perutnya langsung terasa mual saat ia memikirkan sejak kapan dan bagaimana alat pelacak itu bisa tersimpan dalam tas Taeyong. Yang membuatnya begitu khawatir adalah, tas ini sudah menjadi benda keseharian Taeyong yang selalu ia bawa kemana-mana.

Itu artinya selama ini ia sudah dimata-matai dan bagaimana dengan Jina? Hal yang benar-benar ia takutkan adalah jika Madeyes mengetahui keberadaan gadis itu dan melakukan sesuatu padanya. Ritme detak jantung Taeyong terus merangkak naik, serangkaian pemikiran negatif seakan terus mendesak di kepalanya. Membuatnya benar-benar merasa pening.

Sejurus kemudian Taeyong meraih tasnya dan menyambar keluar apartemen. Pria itu berjalan setengah berlari menuruni tangga darurat menuju parkir basement, lalu melajukan mobilnya dengan kencang menuju sungai Han.

Taeyong mengemudikan mobilnya dengan napas memburu, bersamaan dengan emosi yang terus menderu. Ia benar-benar tidak mengerti dengan tujuan musuhnya yang berusaha melacak lokasinya itu.

Kilas memori Taeyong kemudian kembali mengingat-ingat ulang kejadian beberapa hari yang lalu. Meneliti tiap peristiwa yang memungkinkan sang musuh memiliki kesempatan saat memasukkan alat pelacak sialan itu kedalam tasnya. Yang jelas Taeyong yakini, benda itu belum terlalu lama mendekam di tasnya karena Taeyong ingat bagaimana ia selalu meneliti tasnya tiap hendak membereskan barang.

SWEET SORROW | Lee Taeyong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang