16. That Feeling to be Loved

314 49 33
                                    

Hari yang cerah diawal bulan April. Taeyong duduk bersandar di kursi putarnya, arah pandang netranya menatap layar PC dimana ruangan Jaehyun berada namun pikirannya entah melayang kemana. Laki-laki itu diam, dan diamnya adalah bagaimana ia sedang berpikir.

Pria asing sialan itu--Taeyong benar-benar dibuat heran olehnya. Tentang bagaimana pria asing itu bisa secara akurat memperkirakan posisi Taeyong yang hendak menyerangnya. Padahal ia yakin bahwa ia cukup ahli dalam menyamarkan langkah, tapi pria asing itu... dengan gerakan yang sangat cepat langsung menikamnya. Seakan-akan memang ia lah tujuannya--bukan Jaehyun.

Sekonyong-konyong suara bel--ah bukan, suara tombol pin apartemen Taeyong berbunyi. Seperti ada seseorang dari luar yang mencoba masuk dan...

Ting!

Pintu telah berhasil dibuka. Taeyong terkesiap, seketika itu merasa waspada. Siapa? Siapa orang yang berhasil memasuki apartemennya? Bagaimana ia bisa mengetahui passwordnya?

Mungkinkah Jina? Taeyong menggeleng sendiri. Tidak, gadis yang ia cintai tidak akan sekurangajar itu. Tanpa banyak pertimbangan lagi, Taeyong beranjak memastikan siapa gerangan yang memasuki apartemennya itu.

Itu Barrans, dengan sekantung plastik besar di tangan kanannya.

Taeyong mengernyitkan dahi. "Kenapa kau kemari? Bagaimana kau bisa mengetahui passwordku?"

"Yak, bocah! Apa tidak ada sambutan yang lebih baik lagi?!"

Taeyong mendengus, kemudian duduk di kursi meja makan. Membiarkan Barrans menguasai apartemennya dan mulai menata bahan-bahan makanan yang ia bawa di lemari penyimpanan.

Barrans kemudian merogoh dua kaleng bir dari dalam plastik dan meleparkan salah satunya pada Taeyong tanpa aba-aba. Beruntung Taeyong dengan sigap menangkapnya--dan langsung meneguk habis minuman soda itu tanpa permisi.

"Nice catch." Barrans memuji ketangkasannya.

"Aku baik-baik saja," ucap Taeyong ringan setelah sendawa kecil keluar dari bibir tipisnya.

"Memang aku menanyakan kabarmu? Aku hanya ingin memastikan apa kau masih hidup atau sudah mati, jadi setelah ini aku bisa memperkirakan estimasi biaya hidup yang harus aku keluarkan untukmu lagi yang begitu merepotkan," terang Barrans dengan kekehan kecil.

Taeyong berdecak kesal, sungguh garing dan membosankan lelucon pria paruh baya itu. Tapi hatinya menghangat, tahu betul bahwa Barrans sedang mengkhawatirkannya. Meski tidak pernah ada kalimat manis yang keluar dari mulut keduanya, namun mereka tahu bahwa mereka sudah memiliki ikatan--layaknya seorang ayah dan anaknya.

"Katakan darimana kau tahu password apartemenku?"

"Ck, laki-laki monoton sepertimu pasti akan terus mengingat hari dimana kedua orang tuanya meninggal." Taeyong terdiam sejenak, seakan membenarkan jawaban itu.

"Kenapa kau terus merepotkan diri kesini? Seakan uangmu banyak tersisa saja."

"Aku akan tinggal di Seoul."

"Jangan tinggal di apartemenku," celetuk Taeyong.

"Memangnya siapa yang mau tinggal disini?!" Seru Barrans tidak terima. "Tapi, kenapa?" Cicitnya kemudian.

"Kau jorok," sahut Taeyong dengan ringan.

"Aish, dasar anak kurang ajar!" Satu kaleng kosong bir itu berhasil melayang di kepala Taeyong. Kini giliran Taeyong yang tergelak melihat ekspresi kesal Barrans.

"Kau tahu, sebenarnya kami mau mengunjungimu bersama-sama tadi," ucap Barrans.

"Kami?" Ulang Taeyong.

SWEET SORROW | Lee Taeyong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang