/Li•ma/

14.8K 622 19
                                    


Asha sudah siap dengan rutinitas paginya. Menyiapkan seadanya peralatan untuk sekolah. Gadis itu hanya akan membawa peralatan yang normal-normal saja, tidak akan selengkap ataupun setidak acuh anak-anak tertentu.

Gadis itu menuruni tangga dan memperhatikan ibunya yang tengah berkutat dengan peralatan dapur.
"Sarapan dulu, Sha."

Yang diperintah hanya menggumam mengiyakan. Nyawanya belum terkumpul semua sepertinya.

Mengacuhkan keberadaan meja makan, Asha duduk lesehan di lantai. Memakai dasi, kaos kaki, sembari mengecek kembali isi tas nya. Walaupun ia sendiri yakin, tak berminat kembali menaiki tangga menuju kamarnya hanya untuk mengambil barang yang belum terbawa.

"Sarapan, Asha."

"Nggak laper, Ma."

"Nanti-"

"Kemaren nggak sarapan, pas upacara juga nggak pingsan." selaknya sebelum menerima rentetan nasehat yang sudah sedikit banyak tercatat di otaknya.

Trisha hanya menggeleng mendengar pembelaan diri putrinya. Ia sebenarnya masih khawatir karena sering kali Asha tidak sarapan bukan karena tak lapar namun agar ia yang sarapan sebelum berangkat bekerja.

"Bekal nya goreng telur aja boleh kan?"

"Boleh kalau telur dinosaurus." celetuk Asha lalu terkekeh.

Melihat ibunya sudah meletakkan kotak makannya di meja, membuat gadis itu bangkit berdiri dan menghampiri.

Suara klik yang terdengar, menyatakan tertutup sempurnanya kota bekal kesayangannya. Ah, tidak juga. Ia sering saja menggunakannya. Bukan berarti spontan menjadi barang kesayangan.

Suara ketukan di pintu mengalihkan perhatian keduanya. Bukannya langsung menuju pintu, Asha malah menatap ibunya yang tersenyum.
Kecurigaannya spontan muncul. Pasti ada hubungannya dengan...

Memilih tak mengira-ngira dan hanya mendapat kecewa, Asha berjalan untuk membukakan pintu.

Eh- memangnya siapa yang diharapkannya sampai-sampai langsung takut kecewa?

"Selamat pagi."

Asha melemparkan tatapan yang isinya menyampaikan tanda tanya, kekesalan, tidak terima, sedikit bahagia, dan masih banyak jenisnya.

"Kalau disapa itu dijawab, Sha."

"Nggak mau. Lagian siapa yang suruh nyapa."

Untuk kesekian kalinya dalam rentang waktu kurang dari dua puluh empat jam, Asha kalah telak menghadapi Aksa dengan bantuan ibunya. "Asha.. yang sopan."

"Selamat pagi, Tante." Aksa menyalami sang (semoga saja) calon mertua.

"Pagi." jawab Trisha tak kalah ramah. "Kamu siap-siap gih, udah ditungguin tuh." lanjut Trisha pada putri semata wayangnya.

"Ih.. siapa yang minta ditungguin. Lagian aku nggak mau berangkat sama dia."

"Terus Angkasa nya mau disuruh pulang? Padahal udah jemput kamu jauh-jauh."

Pertanyaan sarkas Trisha sayangnya bukan untuk dijawab walaupun Asha sendiri sudah siap jika disuruh membeberkan alasan penolakannya. Sehingga gadis itu mengalah dan berbalik untuk meraih tasnya.

Tak berapa lama, Asha kembali sudah dengan tas dan perlengkapan sekolahnya. Sesaat ia merutuk karena telah melambat-lambatkan langkahnya dan tetap saja cowok itu setia menunggunya.

"Yaudah, Tan, kami pamit."

Aksa menyalami Trisha kembali, dilanjutkan Asha yang masih setia melemparkan tatapan pura-pura marah pada ibunya.

Bad Teacher Great HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang