/Li•ma Be•las/

8K 344 6
                                    


Selamat membaca!
Juga teruntuk umat Kristiani, selamat memasuki Tri hari suci! Tuhan memberkati!

~💜💚💙❤️🖤💛~

Sambil hanya bisa menggigit bibir takut-takut, Asha mendekati guru bahasa Inggris nya yang kini berdiri bersandar di mejanya.

"Kemarin sore dan tadi pagi, saya ke rumah kamu. Saya juga udah coba nyari kamu ke kelas, dan kamu nggak ada. Kenapa nggak ke ruangan saya? Belum cukup jelas kah kalau saya khawatir?"

Asha memutar otaknya menghadapi cecaran itu. Di sisi lain, dirinya tak terima dipersalahkan begini. Memangnya apa salahnya sampai diomeli begini?

"Tadi pagi datengnya kesiangan. Nggak akan sempet ke sini dulu."

"Lalu kenapa saat istirahat kamu nggak ke sini? Malah menghampiri cowok nggak jelas itu. Repot-repot membawakannya ini-itu dan mengabari kalau Mama kamu sakit, padahal dia jelas-jelas tidak peduli?"

"Aldo bukan cowok nggak jelas," bantahnya tanpa sadar membentak.

Tuh cowok tuh jauh lebih parah dari sekedar nggak jelas sebenarnya.

Tapi entah kenapa Asha tidak suka mendengar asumsi sepihak Aksa. "Saya juga nggak ngerasa repot ngebawain ini-itu buat dia. Dan Aldo peduli soal Mama!"

Aksa menghela napasnya. Memijat pelan pelipisnya, mencoba mengatur emosinya yang kian naik mendengar pembelaan gadis itu pada laki-laki lain.

"Bukan ini yang saya harapkan setelah dua hari meninggalkan kamu, Sha. Tolong mengerti kalau saya hanya nggak mau kamu kenapa-napa. Apalagi dengan penjelasan kalau Mama kamu masuk rumah sakit. Pernyataan itu hanya membuat saya makin khawatir."

Merasa masing-masing dari mereka sudah mulai bisa mengontrol diri, Aksa kembali membuka suaranya. "Mama kamu masuk rumah sakit mana?"

"Rumah sakit dekat rumah." jelas Asha. Menyadari sesuatu, gadis itu spontan terbelalak dengan penjelasannya. "Saya nggak butuh bantuan Bapak sama sekali."

Lagi-lagi Aksa menghela napas menghadapi keras kepala nya gadis ini, "Saya nggak berniat meremehkan kamu, Sha. Tapi darimana kamu mau dapat uang itu?"

Air wajah Asha berubah tidak suka. Aksa pintar sekali memainkan suasana hatinya. Setelah tadi membuatnya merasa bersalah, lalu khawatir mengingat keadaan ibunya, kini membuatnya merasa rendah. "Nggak meremehkan? Jelas-jelas kalimat Bapak-"

"Ayolah, Sha. Cukup berdrama, berpikir logis. Kamu mau dapat uang darimana?" tembak Aksa kesal.

"Ya, saya bisa kerja-"

"Anak SMA seperti kamu mau kerja apa?"

"Apa aja!"

"Apa aja itu apa?" cecar Aksa sembari mendekat berusaha menyadarkan pemikiran dangkal gadisnya.

Asha yang merasa tertantang ikut melangkahkan kakinya ke depan, "Ya apa aja! Kalau saya mau jadi pelacur juga bukan urusan Bapak!"

Salah besar keputusan Asha mengucapkan kalimat berisi bensin pada kobaran api yang telah tercipta.

Dengan mudah Aksa membalik keadaan dan kembali melangkahkan kaki ke depan yang akhirnya memaksa Asha mundur untuk menjaga jarak. "Ulangi kalimat kamu."

Bad Teacher Great HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang