/Du•a Pu•luh Em•pat/

6.3K 283 17
                                    


Asha tak henti-hentinya menangis di pelukan ibunya. Sudah satu minggu sejak kejadian itu dan Aldo benar-benar memegang ucapannya untuk pergi.

Tubuh dan mental nya yang melemah hanya membuatnya kembali memutar ulang semua kebodohan yang membuatnya jatuh di titik ini.

Ia tak terima Aksa pergi, ia tak terima Aldo pergi. Ditambah keadaan ibunya yang kian menurun membuat fokus Asha benar-benar terbagi. Biaya rumah sakit kian bertambah akibat penanganan yang juga kian intensif. Gajinya tak akan cukup membayar biaya ini terus-terusan. Asha harus bagaimana sekarang?

"Maafin Asha, Ma. Semua ini karena kebodohan Asha sendiri dan sekarang Asha bagi-bagi kesedihan ke Mama. Jangan pikirin ini ya, Ma. Pikirin kesehatan Mama aja."

"Sayang, mana mungkin Mama nggak mikirin kamu."

Trisha merapikan rambut anaknya, menyelipkan anak rambut ke telinga gadis kecilnya ini.

"Kamu juga nggak boleh kayak gini terus. Kamu kan kakak, harus dewasa, harus bisa jaga adik kamu."

"Tapi Al pergi, Ma. Al benci sama Asha. Al nggak akan mau ketemu Asha lagi."

"Enggak, sayang. Aldo cuma marah, saat marahnya redam, Aldo pasti balik lagi untuk kamu. Ini kesempatan kalian belajar jika hubungan kakak adik itu nggak akan selamanya harmonis. Pasti ada saat kalian berselisih. Dan bagaimanapun itu, sejauh apapun kalian pergi, keluarga merupakan satu-satunya jalan pulang."

Asha menyetujui ucapan ibunya. Semoga saja Al benar-benar kembali padanya. Asha sangat mengharapkan hal itu.

Gadis itu menghela napas. Mungkin sudah cukup untuk hari ini. Lebih baik ibunya kembali beristirahat daripada menanggapi tangisannya.

Niatnya meminta Trisha tidur tertahan ketukan pada pintu. Pintu terbuka, memunculkan seorang laki-laki dengan keranjang buahnya.

Asha terkejut sebenarnya dengan kedatangan Jeremiah. Namun ia mengasumsikan jika ini saat yang dipilih Ayahnya untuk memohon maaf dari ibunya. Dan baginya, Jeremiah memang pantas memohon.

"Maaf aku baru kembali setelah sekian lama."

"Tidak apa-apa," balas ibunya kelewat ramah. Asha sempat berpikir jika ia ada di posisi ibunya, ia tak akan dengan mudah memberi senyum seperti itu. Namun ya, Asha tak akan bisa menjadi ibunya di aspek keramahan.

"Bagaimana keadaanmu, Sha?" tanya Jeremiah pada mantan istrinya. Mendengar panggilan itu Asha seketika teringat cerita ibunya jika namanya memang sengaja dibuat mirip dengan ibunya. Dengan harapan ayahnya jika Asha akan tumbuh seperti ibunya.

"Masih cukup baik."

Jeremiah mengangguk sambil tersenyum menanggapi senyuman Trisha. Beberapa saat sempat diisi dengan keheningan. Ayahnya sibuk mempersiapkan diri untuk membuka mulut.

"Aku ingin meminta maaf. Kelewat terlambat memang, namun dari Ashlesha dan Julian aku baru menyadari semuanya."

Trisha mengangguk, "Kita memang harus melakukan semuanya demi mereka sekarang."

"Banyak hal yang aku sesali dengan harapan untuk mengulang dan memperbaiki semuanya. Tapi dengan senyuman kamu saat ini, sungguh mempermalukan pemikiran bodoh aku itu. Kita sudah ada di titik ini, begitu jauh dari hari dimana semua ini hancur. Aku mohon terima maaf ku untuk setidaknya Ashlesha dan Julian."

"Tentu saja," balas Trisha tanpa memikirkan apapun, tanpa ragu, benar-benar tulus yang terpancar.

Jeremiah menengok pada putrinya, "Maafkan Ayah, Asha.."

"Dimana Aldo?" tanya Asha samasekali tak menjawab permohonan ayahnya. Bagi Asha ucapan maaf tak lagi penting sekarang. Prioritas Asha hanya ibunya dan Aldo sekarang.

Bad Teacher Great HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang