/Sem•bi•lan Be•las/

6.8K 306 8
                                    


Karantina ini kalian cenderung asik-asik aja atau bosen banget?

Klo aku sendiri sih bawa have fun aja. Di rumah aja gini ngasih banyak (bahkan kelewat banyak) waktu untuk ekspresiin diri ya gak sih? Sekolah dari rumah tetep jalan, wattpad dan hobi lainnya tetep jalan, bahkan aku dapet kesempatan untuk nyobain dunia kerja dari rumah di karantina ini.

Mau gimanapun juga, stay safe ya kawan-kawan🖤. Pengen balik lagi kayak biasa, ketemu temen-temen di sekolah, ketemu tetangga pas keluar rumah, kumpul keluarga tiap hari raya😭.

Cepat pulih semuanya!!!

***

Asha perlahan menggerakkan tubuhnya. Seluruh tubuhnya terasa kaku karena tidak tidur dengan posisi yang seharusnya.

"Sudah bangun?"
Suara itu menarik seluruh kesadarannya. Ia bahkan baru sadar telah berjam-jam berbaring di tubuh Aksa. Ia saja pegal, bagaimana lelaki itu.

Teringat sesuatu Asha langsung mengedarkan pandangannya mencari suatu benda. "Masih pukul 6, Sha." jelas Aksa yang mengerti kekhawatiran gadisnya.

"Berangkatnya masih jam 9 kan, Kak? Kak Aksa nggak akan pulang sekarang kan?"

Aksa terkekeh kecil, "Iya."

"Terus sekarang kita ngapain? Ngapain ya?" monolog Asha setengah panik, tak ingin membuang-buang waktu berharga mereka.

Aksa menegakkan duduknya. Tangannya terulur menarik gadisnya kembali duduk di sebelahnya. Ia meraih ikat rambut di tangan gadisnya, mencoba mengikat rambut yang sedikit berantakan karena ulah isengnya malam tadi.

"Kamu lapar?"

Asha menggeleng memberi jawaban.
Tangan Aksa yang telah selesai menata rambut gadisnya, kini beralih melingkari perut gadisnya. "Kalau begitu sekarang diam saja."

"Udah semaleman pelukan, belum puas apa, Kak?" ledek Asha yang sebenarnya merasa beruntung juga dengan pelukan yang ia sukai ini.

"Mana mungkin saya bisa puas untuk berada di dekat kamu, Sha."

*

Tangan keduanya bertautan. Kini bukan lagi Aksa yang menahan gadisnya, namun Asha yang menggenggam erat tangan yang sebentar lagi berpamitan padanya.

Aksa telah meletakkan barang terakhir yang dibawanya ke dalam mobil. Senyumnya pudar melihat air mata yang lagi-lagi jatuh dari manik indah gadisnya.

Mengabaikan beberapa orang yang sesekali lewat berhubung rumah Asha yang memang berada di pinggir jalan, Aksa menarik gadisnya mendekat dan mengelus lembut rambut gadisnya.

"Kamu bikin saya makin nggak terima keputusan untuk kembali ke London, Sha."

Asha terkekeh kecil, padahal air mata masih berjatuhan di pipinya. "Tapi Kak Aksa harus nyelesain studi. Aku hanya nggak siap ngadepin semua yang berjalan kelewat cepat ini."

Aksa mengedurkan pelukannya agar dapat menatap wajah yang pasti dirindukannya itu. "Maka kita harus sabar, enam bulan ke depan seharusnya juga berjalan cepat. Saya akan cepat kembali pada kamu. Saya janji, Sha."

Asha mengangguk menatap Aksa yang balas menatapnya. Keduanya larut dalam keheningan. Aksa sendiri memanfaatkan waktu untuk memperhatikan dengan lebih seksama wajah manis gadisnya. Mulai dari manik coklat jernih yang kini dibuatnya menangis, hidung kecil menggemaskan yang kemarin sempat dikecupnya-

Aksa jadi menjatuhkan tatapannya pada bibir ranum gadisnya. Bibir yang sampai sekarang masih terus menggodanya. Namun ia memilih untuk menahan diri. Ia tau gadis kecilnya ini masih belum siap. Lebih baik ia menahan semuanya daripada bertindak nekad dan akhirnya harus pergi dengan perpisahan yang beraksen tidak menyenangkan.

Sayangnya tatapan terkunci Aksa ditangkap oleh gadisnya. Jantungnya kocar-kacir ketika tatapan itu tak kunjung berpaling dari sana. Asha sibuk mempersiapkan diri bilamana bibir lelakinya tiba-tiba menempel pada bibirnya. Otaknya sibuk menerka apa yang harus dilakukannya ketika menghadapi ciuman pertamanya.

"Saya harus pergi sekarang, Sha. Maaf nggak mengizinkan kamu mengantar saya ke bandara, saya hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."

Asha mengangguk sedikit kagok ketika menyadari Aksa mendekatkan wajahnya pada Asha. Gadis itu hanya bisa menutup mata ketika Aksa melancarkan aksinya, "Saya cinta kamu, Ashlesha."

Kecupan yang tiba-tiba jatuh di dahinya, hampir saja mengejutkan jantung Asha. Untung saja tulang rusuknya masih cukup kuat menahan degup jantungnya. Jika tidak mungkin jantungnya sudah melompat keluar akibat tingkah Aksa.

Setelah cukup lama, Aksa melepaskan kecupannya dan menyempatkan diri untuk tersenyum menatap gadisnya. Langkahnya begitu berat ketika ingin menarik kaki berbalik menuju mobil.

Asha mengatur ritme napasnya, mencegah air mata yang kembali menggenang main menumpahkan dirinya. Ia sendiri sadar ada satu hal yang keduanya tahan. Hal yang seharusnya memang tak dilakukan.

Namun entah dorongan dari mana, Asha bertindak nekad, dan melupakan harga dirinya sebagai seorang perempuan suci.

"Kak.." Tangannya terangkat, menarik Aksa kembali menghadapnya. Tanpa memberi waktu untuk Aksa melemparkan keterkejutannya, Asha berjinjit. Menjatuhkan kecupannya di bibir yang pastinya dirindukannya namun belum pasti kembali dimilikinya itu.

Belum genap dua detik bibir keduanya menempel, Asha sudah menarik dirinya.
Tatapan kental keterkejutan nampak kentara di mata Aksa. Asha hanya bisa menggigit bibir bawahnya merutuki kenekatannya.

Nekat banget gw!

"Maaf, Kak-"

Seolah tengah berkompetisi saling mengejutkan, Aksa menarik gadisnya kembali mendekat agar ia lebih mudah untuk kembali merasakan bibir manis yang baru saja diberi akses untuk dirasakannya.

Asha benar terlena menghadapi sentuhan yang diberikan lelaki itu pada bibirnya. Ia tak pernah menyangka jika inilah rasa berciuman. Dan ia tak pernah menyangka ciuman pertamanya samasekali tidak diambil, melainkan ia yang berikan.

Cukup lama Aksa menautkan bibirnya di bibir yang menggetarkan seluruh tubuhnya itu. Pukulan kecil yang Asha beri di dadanya pun tak menyadarkannya, hingga akhirnya gigitan kecil yang Asha beri membuat Aksa melepaskan tautan bibir mereka.

Keduanya berebut oksigen, namun masih menempelkan dahi satu sama lain. Tak ingin membuang detik-detik terakhir yang mereka punya.

Kekehan kecil Aksa berikan ketika melihat rona merah di pipi gadisnya. "Terimakasih atas izinnya, Sha."

Aksa pun maklum ketika gadisnya tak kembali menanggapi, dan masih sibuk mengurusi bibir menggemaskan yang tadi dikecupnya lama.

"Saya pamit."

***

Iya tau, pendek banget.
Aku ngap-ngapan duluan inget Aksa mau pergi :'(

Bad Teacher Great HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang