/Du•a Pu•luh De•la•pan/

6.3K 260 6
                                    

Bab sebelumnya lucu banget, bab ini kasian banget.
Adil nggak sih kayak gini? Asha nggak punya kesempatan untuk bahagia sama cowok yg dia syg. Ada aja gtu halangannya :'(

***

Sudah dua hari sejak kejadian Aldo yang merajuk akibat kehadiran Andro. Dan selama dua hari ini untungnya mereka diberi waktu untuk berbaikan. Dengan Andro yang sibuk dengan tugas laporan kegiatannya, juga ibu Al yang harus keluar kota sehingga Al bisa bebas berkeliaran di sekitar Asha dua puluh empat jam.

Seperti saat ini, ketika Asha bahkan tengah tertidur pulas akibat begadang mengejar laporan kegiatan OSPEK dari bagiannya yang sebelumnya tak pernah ia tau ia harus lakukan, Aldo yang sudah bangun lebih dulu bisa dengan nyamannya memperhatikan wajah polos Asha ketika tidur.

Tangannya terangkat mengelus lembut wajah pulas itu. Sedikit salah karena Aldo selalu gemas dan berakhir seperti ini, mengecup bibir Asha yang walaupun sekilas, tak seharusnya ia lakukan. Seharusnya Aldo cukup jantan dengan menunggu persetujuan Asha atau setidaknya menunggu Asha ada dalam kesadaran penuh untuk menciumnya.

Namun bagaimana, Aldo kian tak bisa menyadarkan dirinya sendiri. Tiap harinya hanya rasa tidak terima ketika menyadari batas hubungannya dengan Asha.

Aldo tidak menginginkan batas itu. Aldo ingin bersama Asha selamanya. Ia tak mau gadis kesayangannya harus hidup bersama laki-laki lain. Yang bisa dengan mudahnya memiliki Asha seutuhnya. Aldo tidak mau hal itu terjadi.

Tangannya beralih menuju rambut Asha, dengan begitu bodohnya menarik sehelai rambut itu dan menyimpannya dalam kantongnya. Kegiatan yang berhasil mengganggu tidur Asha sehingga ia mengumpulkan kesadarannya.

"Ck! Apaan sih, Al. Iseng aja."

"Lo kuliah pagi kan?"

Asha meregangkan otot-otot tubuhnya, "Gw telat?" tanyanya namun ikut melihat jam.

"Lo mana mungkin telat."

Asha menyingkap selimutnya dan berniat beranjak mandi.

"Udah sana lo, gw mau mandi."

"Mau ikut," celetuk Aldo asal. Asha mengangkat tangannya dan menarik rambut adiknya gemas. Tidak begitu kencang, namun cukup untuk membuat Aldo berdrama.

"Ih, Sha! Lo narik rambut gw, kalau gw jadi botak di atas doang gimana? Lo mau gw kayak Opie Kumis? Nanti gw pake peci kemana-mana, dikira Pak Haji. Kita nggak bisa berduaan lagi gimana?"

Asha dengan tak acuhnya mendorong Aldo keluar dari kamarnya.

"Lo bakal merindukan kehadiran gw di sisi lo, Sha."

"Nggak bakal."

"Dih, kok?"

"Lo nggak bakal ninggalin gw, jadi gw nggak perlu takut kangen lo." jelasnya memancing senyuman lebar Aldo.

"Jadi gemes," Aldo mencubit pipi Asha dan tanpa aba-aba mencium bibir gadisnya. Namun tentu langsung Asha lepaskan, memaksa decakan Aldo.

"Apaan sih, belom sikat gigi juga." Asha berniat mencibir Aldo yang walaupun bangun lebih dulu namun tak lantas memotivasinya mandi duluan. Pada akhirnya tanggapan Aldo membuat Asha merutuki kalimatnya. "Yes! Berarti abis sikat gigi boleh!"

.

Ketukan pada pintu membuat Asha meninggalkan kegiatannya mengecek tas, dan beralih membuka pintu utama.

"Siapa, Sha?" tanya Aldo bahkan sebelum Asha mencapai pintu.

Terkaan sejenak Asha terlampau jauh dari kenyataan yang diberikan. Ini Jihan, ibu Aldo.

Bad Teacher Great HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang