Charisa mendesah, merasa tidurnya tidak tenang. Matanya menatap kearah dinding kamarnya berkali-kali ia membalikkan badan merasa tak enak. Laki-laki dengan rambut pirang di sampingnya langsung membuka mata.
"Hei, sayang ada apa?" Suara Justin bertanya. Wajah Charisa memerah menahan tangisnya, dia meraba tangan Justin dan berusaha menggengamnya tanpa tangisan. Justin tersenyum kecil, menyentuh perut Charisa yang buncit. Justin sudah tahu alasannya, pasti Charisa merasa pegal dan tidak nyaman tidur karena usia kandungan yang sudah semakin tua.
Justin membalik badan Charisa, lalu mengosok punggung hingga pinggang Charisa. Mata Charisa mulai terkantuk-kantuk merasakan sentuhan tangan Justin yang membelainya begitu lembut lalu sambil membisikkan.
"Tidurlah sayang, jangan ganggu Mommy ya. Biarkan Mommy istirahat dulu." Dan Charisa tidak merasakan apa-apa lagi, dia sudah jatuh dalam tidur lelapnya. Justin tersenyum, mengusap kening Charisa dan mengecupnya lembut.
3 tahun setelah kejadian di Club, Justin benar-benar menepati janjinya untuk menikahi Charisa. Tentu saja semuanya tidak mudah, penuh rintangan karna beberapa kali rencana mereka gagal untuk menikah karena kendala pekerjaan Justin yang tidak bisa ditinggalkan.
Sementara Charisa, sudah wisuda dan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Bukan karena dia tidak ingin bekerja, tapi karena begitu ia wisuda dan langsung menikah Tuhan langsung mengkaruniai mereka anak. Charisa tidak keberatan, apalagi Justin. Dia sudah sangat menantikan anak-anaknya yang akan mirip dengan Charisa, sungguh menggemaskan sekali, tapi untuk kepintaran Justin berharap anaknya akan mirip dengan dia tentu saja, pikirnya sambil terkikik kecil.
Kandungan Charisa sudah masuk delapan bulan. Tentu saja awal-awal kehamilan sungguh berat untuk Justin karena Charisa sangat rewel dan bahkan harus bed rest karena mual yang tak bisa ia hentikan dan nafsu makan yang berkurang. Itu membuat Justin khawatir terlebih mereka berdua kan orang tua baru. Mereka tidak mengerti apa pun tentang kehamilan. Jadilah Charisa bed rest selama dua minggu dirumah sakit. Lalu, repotnya ngidam Charisa yang ingin hal aneh-aneh. Ini dan itu. Namun, dari semua itu yang sering membuat Justin kesal adalah kadang Charisa tidak mau berdekatan dengannya, hei bukankah wanita itu sangat suka berdekatan dengannya ? Lalu kenapa sekarang berubah tiba-tiba?
Dokter tertawa, mendengar keluhan Justin tentang istrinya.
"Mungkin hanya bawaan bayinya." Itu saja jawaban yang dapat ia simpulkan saat itu.
Justin tidak pernah memikirkan dia akan tertarik dengan gadis yang dianggapnya bodoh beberapa tahun lalu. Gadis yang mengikutinya kemana pun, gadis yang tak bisa diam bahkan terus membicarakan omong kosong. Justin benci orang yang banyak berbicara, tapi tidak untuk wanita didepannya ini. Ketika Charisa menghilang dari hidupnya kala itu, Justin berpikir mungkin dia hanya terlalu terbiasa mendengar ocehan Charisa yang memuakkan. Telingannya sudah terlalu terbiasa mendengar Charisa, namun ia salah. Justin benar-benar salah hingga dia merasa remuk, dirinya hancur memikirkan Charisa sudah tidak bersamanya.
Justin sadar, cinta karena terbiasa itu memang benar adanya. Dan bila perempuan lebih dulu menyukai wanita itu juga tidak ada salahnya. Mengapa? Apakah perasaan suka bisa dibuat-buat? Semua orang berhak menyukai, mencintai, menyayangi. Mengakui atau tidak, itu urusan mereka. Justin sadar betul itu semua hingga dia sangat takut kehilangan Charisa.
Dijaman sekarang ini, siapa perempuan yang benar-benar mau mengakui perasaannya dan bertahan dengan segala ujian didalamnya, tanpa lelah, tanpa mengeluh. Justin tau Charisa sangat lelah menghadapi sikapnya yang egois, dan Arrogant itu. Seharusnya, dengan watak Charisa yang sangat kekanak-kanakan dia akan meninggalkan Justin bukan? Tapi tidak, Charisa tidak meninggalkannya. Ia masih terus mengatakan cinta setiap harinya. Terlebih sikapnya yang selalu hangat dan manis walaupun kadang-kadang Justin sangat gemas ingin memaki Charisa yang sangat menyebalkan baginya tapi sekarang semua itu sudah dapat ia kontrol. Dari pada memaki, Justin lebih suka memeluk dan mencium istrinya. Charisa, gadis Childish yang keras kepala itu. Justin mencintainya, sangat.
Justin menatap Charisa kembali dari lamunan panjangnya, melihat jam dinding yang menunjukkan pulul 03.00 dini hari.
Charis memberenggut, membuka matanya pelan sambil mengerjapkan beberapa kali mencoba beradaptasi dengan lampu tidur yang masih menyala. Charisa mendekatkan diri ke Justin, lalu memeluk suaminya itu. Kepalanya tengelam dalam dada Justin. Pria itu tersenyum sambil mengelus rambut Charisa lembut.
"Justin.." gumam Charisa sambil memejamkan mata. Justin membalas dengan gumaman lembut.
"Aku lapar." Katanya sambil mengeluarkan jurus andalan, yaitu senyuman manis yang Justin sukai. Pria itu tertawa sambil mengacak rambut Charisa.
"Baiklah, ingin makan apa sekarang?" Charisa tersenyum sekali lagi.
"Mie instan, aku ingin dengan telur setengah matang." Justin menarik Charisa untuk duduk.
"Tapi ada syaratnya!" Charisa menaikkan alis ketika Justin menyodorkan pipinya kearah Charisa.
"Cium dulu." Tanpa disuruh pun Charisa akan mencium Justin, tapi masalahnya sekarang Charisa kurang suka kalau mencium Justin. Entah kenapa semejak hamil, dia hanya bisa memeluk, tanpa mencium. Sungguh aneh.
"No, aku tidak bisa menciummu. Anak kita tidak ingin mencium Daddynya."
"But why?!" Justin protes, merasa sebal.
Charisa mengedikan bahu tidak tahu. Justin mendumel kesal sambil berdiri. Charisa yang melihat wajah Justin merasa iba, ia menarik tangan Justin lalu mencium cepat pipi suaminya itu.
Pria itu tersenyum lebar.
"Aku merasa aneh ketika kau tidak menyukai hal yang ada di dalam diriku sayang." Charisa memukul lengan Justin keras, membuat pria itu meringgis.
"Mungkin anak kita tahu, dulu Mommy-nya sangat gila pada Daddy-nya. Sekarang, dia ingin membalasmu dengan cara dia tidak ingin aku terlalu dekat denganmu." Ujar Charisa sambil tertawa kecil. Justin mencibir mendengar penuturan Charisa yang tidak masuk akal menurutnya.
"Kau jadi membuatkanku mie instan kan?" Tanya Charisa memastikan, Justin mendesah berat pura-pura masalah. Charisa memasang wajah memelas, membuat Justin tidak tega. Justin berdiri, menatap Charisa sekali lagi.
"Yasudah tunggu disini saja." Charisa mengangguk semangat. Saat justin mau membuka pintu kamar, Charisa memanggilnya.
"Justin." Pria itu menoleh, menatap istrinya.
"Aku mencintaimu." Justin tersenyum hangat mendengar ucapan spontan Charisa.
"Aku lebih lebih mencintaimu, sweetheart." Balasnya tak kalah manis.
"Tunggu aku, oke." Ucap Justin hendak berlalu.
"Aku selalu menunggumu, sayang." Justin menoleh sekali lagi, melempar senyumnya lalu keluar kamar membuat mie instan untuk Charisa, istrinya yang sedang hamil besar. Merepotkan memang, tapi dia menikmatinya. Dan sebelumnya, dia tidak pernah merasa sebersyukur ini di sukai wanita gila yang selalu menggangunya itu!
Hai guys. Terimakasih atas waktu dan kerelaan kalian dalam membaca cerita aku hehe. Aku tau ini super gajelas dan lama bgt but aku menulis karna hobby, jd aku menulis kalo ada waktu luang ya. Terimakasih pengertiannya dan supportnya. Yang selalu ngecht nanyain kapan lanjut, yang sering kirim pesan, Aku sayang kalian, terumakasih banyak!♥️♥️
Btw, cerita selanjutnya mau genre apa nih? Aku ada niat buat Cerita tentang Friendzone, apa kalian berminat? Komen dibawah ya hihi!^^,

KAMU SEDANG MEMBACA
Childish Vs. Arrogant [END]
Romance"Aku menemukan sosok pria dingin yang aku idam-idamkan! bahkan hinaannya terdengar seperti pujian untukku, apakah aku gila mengatakan hal ini?" -Charisa "Gadis itu benar-benar gila. bagaimana mungkin dia berada di dekatku 24 jam menjagaku seperti se...