Rumah Justin begitu sepi. Tak ada suara lengkingan gadis yang membuatnya kesal, tak ada suara langkah kaki yang biasanya terburu-buru mengikutinya, semuanya hilang. Ada rasa lega yang membuatnya begitu menikmati harinya.
Justin sangat tenang ketika 3 hari dia menghabiskan waktunya tanpa Charisa. Tapi, saat hari ke-empat dia mendapati sosok yang dijauhinya habis-habisan tengah duduk manis di meja makan dengan secangkir cokelat panas dan cake cokelat kesukaannya. Perbuatan siapa lagi ini? Ibunya tentu saja!
Charisa hampir memekik kegirangan begitu mendapati wajah datar Justin di depannya.
"Ah, akhirnya aku bisa hidup sekarang." Katanya dengan helaan nafas lega. Justin mencibir kesal.
"Memangnya selama ini kau tidak hidup? Dasar bodoh." ya, jawaban Justin tidak akan jauh-jauh dari hinaan. Charisa mendegus namun tetap menampakkan senyumnya.
"Aku merasa tidak hidup setelah tiga hari tidak bertemu denganmu. Apa kau tahu aku sangat merindukanmu?" Rengekknya seperti anak kecil. Justin menggubrisnya dan mengambil air yang sudah di tuang di atas meja makan. Ia meneggak habis dan ingin sesegera mungkin meninggalkan tempat ini.
Dia sangat tidak ingin tahu apa alasan Charisa datang kerumahnya.
"Oh! Justin, kau akan kemana?" Suaranya terdengar terkejut begitu melihat Justin mengambil jaketnya yang berwarna cokelat gelap itu.
Malas berdebat Justin menyahuti pelan.
"Bertemu teman."
"Sejak kapan kau punya teman?" Justin kali ini menoleh dan menatap Charisa dengan tatapan kesal. Tidak, sebenarnya Charisa hanya penasaran saja kok. Justin kan bukan tipikal orang yang mudah berteman, di sekolah saja dia tak dekat dengan siapa pun, teman sekelasnya sekali pun. Yah, alasannya sangat mudah. Dia tak ingin orang tahu tentangnya, dia tak ingin orang-orang menanyakan hal ini dan itu kepadanya. Cukup satu orang selain keluarganya yang membuatnya lelah berbicara. Charisa, Justin mendesah lagi.
Kenapa dia malah memikirkan Charisa di saat gadis itu bahkan ada di depannya?
"Tutup mulutmu dan pergi dari rumahku." Ketusnya telak. Charisa terkekeh, tak bisa menahan rasa bahagia yang menggebu di dadanya.
"Aku akan menunggumu pulang Justin."
Oh, tidak. Ini tidak boleh terjadi. Justin berbalik menghadap Charisa dengan sempurna. Matanya menatap tajam sosok gadis di depannya. Err, gadis menyebalkan ini!
"Tidak, aku sibuk."
"Baiklah, aku akan menunggumu sampai tidak sibuk." Balas Charisa. Justin mengeram.
"Aku sangat sibuk Charisa. Ah, pokoknya kau tak bisa menungguku. Pulang dan belajarlah!"
"Uh, kau begitu perhatian. Kau sangat ingin aku dapat nilai bagus agar kita bisa date kan?" Sialan. Justin hampir saja menggeluarkan umpatan itu.
"Bukankah itu keinginan terbesarmu? Lalu, jika sudah di depan mata kenapa kau sia-siakan?" Justin mencoba untuk bersabar. Kesabaran Justin sangat beralasan kok. Kalau dia marah-marah pada gadis model Charisa percuma saja. Gadis itu tak akan mengerti.
"Tapi aku tidak bisa belajar sendiri dengan benar. Kau harus membantuku, ya?" pinta penuh harap. Justin memutar matanya.
"Tidak."
"Justin." Charisa merengek, lagi.
"Aku akan menunggumu." sambungnya dengan nada penuh tekad. Wah, gadis ini benar-benar."Tidak. Aku mungkin akan pulang sangat malam." Charisa terlihat berpikir sambil mengetuk-ngetuk jarinya diatas meja dan bodohnya Justin diam memandang Charisa, melihat berbagai ekspresi yang gadis itu tampilkan dalam sekejap. Dasar aneh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Childish Vs. Arrogant [END]
Romansa"Aku menemukan sosok pria dingin yang aku idam-idamkan! bahkan hinaannya terdengar seperti pujian untukku, apakah aku gila mengatakan hal ini?" -Charisa "Gadis itu benar-benar gila. bagaimana mungkin dia berada di dekatku 24 jam menjagaku seperti se...