File 3:

3.3K 367 83
                                    

-blind area-

.

.

Sebenarnya aku menyukai perpustakaan. Namun yang tidak aku suka dari perpustakaan sekolah ini adalah koleksi buku-buku atau novelnya yang sudah terlalu tua dan banyak yang tidak menarik perhatian. Jika bukan karena Bu Nani—guru bahasa indonesia—yang menyuruh anak didiknya bertandang ke perpustakaan, pasti sekarang aku tidak akan duduk di ujung perpustakaan dengan ditemani buku karya Andrea Hirata.

Aku bersama dengan teman-temanku ketika sedang membaca, tetapi tiba-tiba mereka bergerak pindah meninggalkan aku ketika Ginna datang menghampiri. Kalau dipikir-pikir, Ginna itu seolah-olah seperti orang yang menguarkan bau busuk, setiap dia datang menghampiriku pasti teman-temanku secara otomatis akan menyingkir. Please, deh. Kenapa sih?

"Aku nggak suka sama tatapannya Banda. Dia kayaknya paitan sengit sama aku ya?"

Dahiku mengernyit. Kututup buku bacaanku. "Banda siapa?"

"Itu teman sebangkumu."

"Oh, Amanda?"

"Ya itulah siapa namanya."

Ginna duduk di sampingku, aku bergeser untuk memberikan jarak.

"Kebiasaan deh."

"Kebiasaan apa?"

"Geser, geser."

Aku hanya terkekeh, lalu Ginna menggeser duduknya, memotong jarak di antara kami. Pahanya bersentuhan dengan pahaku. Kaki jenjangnya bersentuhan dengan betisku. Suasana perpustakaan yang hening tidak bisa menutupi suara degup jantungku yang tidak normal.

Aku tidak tahu mengapa Ginna menggerakkan kakinya di bawah sana. Dia seperti menikmati gerakkan kakinya yang bersentuhan dengan betisku. Apa dia sedang mencobai imanku? Apa yang dia inginkan?

Aku menggaruk leherku, niatku membaca sudah sirna, fokusku sudah hilang karena gerakkan kaki Ginna yang naik turun menggesek kaki kananku. Karena tidak mau dahiku mengeluarkan keringat yang sebesar biji jagung, akhirnya aku memutuskan untuk berdiri dari dudukku. Ginna menoleh menatapku.

"Mau kemana?"

Tanpa menoleh, aku menjawab pertanyaannya. "Mau ngembaliin buku."

Lalu aku pergi meninggalkan Ginna sendirian. Aku tidak bisa seperti ini, aku tidak bisa berada di samping Ginna kalau dia melakukan hal gila seperti tadi.

Aku masih bersih.

Aku tidak mau ternodai.

6969

Setelah kejadian di perpustakaan itu, aku benar-benar menghindari Ginna. Otakku mengatakan ada yang tidak beres dengan perilaku Ginna, namun perasaanku berkata lain. Hatiku sama sekali tidak keberatan dengan perilaku Ginna.

Aku menghela nafas, sembari menunggu waktu pramuka dimulai, aku memilih duduk di kursi marmer depan kelasku. Suasana di koridor lantai tiga sangat sepi, hanya ada aku di lantai ini, karena murid-murid yang lainnya sudah turun ke bawah, memilih menunggu mulainya pramuka di lapangan basket.

Ketika aku memejamkan mata menikmati terpaan angin yang mengenai wajahku, sesuatu yang empuk dan basah itu kembali mengangetkanku.

Sumpah. Demi Dewa Neptunus, perilaku itu benar-benar mengejutkanku!

Seketika mataku terbuka lebar, dan wanita itu memberikan senyumannya yang manis. Oh aku membenci senyuman itu. Mengapa dia nampak sangat menggoda dengan senyuman itu?!

Rabbit HoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang