-finale-
.
.
Berada di lingkaran yang dibuat oleh Ginna cukup membuat kewarasanku terganggu. Kewarasanku menjadi terjun bebas dan jatuh dibawah rata-rata. Sudah dua hari ini Ginna tidak pulang ke rumahku. Dia bilang, dia tidur di tempat teman kuliahnya yang sedang berkunjung.
Sebenarnya, aku tidak percaya dengan perkataan Ginna. Sebenarnya, aku tidak ingin memakai perasaan kali ini. Aku hanya ingin menganggap hubunganku dengannya kali ini hanya seperti one night stand. Tetapi sialnya, kepekaanku membuatku memakai perasaanku. Aku merindukannya. Fuck! Begitu ya, kalau tidak ada jadi rindu. Tapi kalau ada, sebelnya minta ampun. Ah, dasar aku.
Karena aku butuh untuk mewaraskan diri agar dapat berpikiran jernih. Maka, sepulang kerja, aku tidak langsung pulang ke rumah tapi main ke mall dulu.
Sesampainya di dalam mall, tujuan utamaku adalah toko buku. Dengan semangat 45 aku melangkahkan kaki menuju ke toko buku. Namun, saat kakiku hendak memasuki toko buku, tidak jauh dari tempatku berdiri, mataku menangkap sesosok perempuan bertubuh tinggi dengan rambut panjang bergelombangnya yang terurai sedang berdiri melihat-lihat buku di sudut dalam toko.
Jika saja aku tidak melihat bibir mungil itu, pasti aku tidak akan menebak kalau itu Ginna. Tetapi fakta berkata, itu memang Ginna. Dunia memang hanya selebar daun kelor. Tidak di kantor, tidak di mall, ketemunya perempuan itu lagi. Hhhh.
Kuurungkan niatku untuk masuk ke dalam toko. Senyum miris tersungging menghiasi wajahku. Pemandangan yang kulihat itu sangat mampu untuk kembali membuat hatiku remuk. Tidak ingin kehilangan momen, segera saja kukeluarkan ponselku dari dalam tas, lalu ku foto perempuan itu. In case, kalau aku butuh barang bukti.
Tidak kusangka, ternyata Ginna yang saat ini sedang tersenyum dirangkul oleh seorang laki-laki, yang adalah mantan pacarnya--oh, ralat, mungkin sudah kembali resmi menjadi kekasihnya--itu masih saja sama seperti Ginna yang dulu.
Kupikir Ginna sudah berubah--setidaknya lebih dewasa. Tapi ternyata hanya penampilannya saja yang terlihat dewasa, hanya penampilannya saja yang terlihat berubah. Tetapi sikapnya? 100% masih sama. Ginna masih saja menganggapku sebagai ban cadangannya. Perempuan itu hanya membutuhkanku ketika bannya bocor. Nanti kalau ban yang bocor itu sudah sehat kembali, pasti posisiku akan digantikan dengan ban yang lama, ban yang sudah sehat kembali.
She's an ashole, right?
Jadi, apa yang aku pikirkan memang benar adanya. Seharusnya, sejak awal aku tidak boleh memberikan perempuan itu kesempatan. Selingkuh itu memang habbit-nya. Menyakiti orang itu juga habbit-nya.
Kamu memang bodoh, Ankara. Mau kamu disamain sama keledai?
Ah, apa sih yang ingin aku harapkan dari perempuan seperti Ginna? Sudah jelas sekali, aku tidak akan mendapatkan apa-apa.
6969
"Hai. Duh, kangen aku dua hari nggak bertemu kamu."
Begitu Ginna bertemu denganku, dia langsung memberikan kecupan pada kedua pipiku. Hatiku berdesir. Aku hanya bisa meringis. Aku yakin, jika kita bertemu di tempat yang sepi pasti dia akan mengecup bibirku.
Semalam, Ginna terus menghubungi aku lewat pesan beruntunnya, tetapi satupun pesannya tidak ada yang aku balas karena malam kemarin kugunakan untuk memikirkan langkah selanjutnya yang akan aku ambil.
Dan disinilah kami sekarang, duduk berhadapan di Kedai Pine. Kedai yang membawa awal kehancuran akal pikirku.
"Jadi, kamu mau ngomong apa? Katanya penting."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rabbit Hole
RomanceDulu kau yang ingin menutup pintu. Yang memaksa aku terbiasa. Kini kau datang ingin mengulang waktu. Aku enggan, meski sebenarnya kita bisa. "I'll survive with or without you." -Ankara . . . Copyright © 2019 by blavkflannel_ Hak Cipta Terlindungi S...