File 4:

2.8K 324 77
                                    

-grey area-

.

.

Waktu itu, saat aku sedang bercumbu dengan ranjangku, ponselku berdering. Ada pesan dari Kumala, teman sebangku Ginna. Kumala menanyakan padaku tentang keberadaan teman sebangkunya itu, karena Pak Budi juga menanyakan hal yang sama ke Kumala.

Waktu itu aku tidak tahu kemana perginya Ginna, karena memang sedari pagi Ginna belum mengontakku. Akupun tidak ada niat untuk mengontak Ginna, karena mungkin saja dia sedang bersama dengan kekasihnya. Aku hanya tidak mau menganggu.

Tapi karena pertanyaan Kumala itu, terpaksa aku harus mengirimkan pesan untuk Ginna. Beberapa menit menunggu, akhirnya pesanku mendapatkan balasan. Ginna bilang kalau dia pergi ke rumah tantenya. Dia bilang, dia sedang ada masalah dengan ibunya.

Dari cerita yang pernah diceritakan oleh Nenek Ginna, hubungan Ginna dengan ibunya itu tidak berjalan mulus. Tante Merry—Ibu Ginna—yang masih berusia tiga puluh tahun itu memiliki sifat dan karakter yang sama persis seperti anaknya. Ya karena mereka ibu-anak, tapi sungguh mereka itu sama. Sama-sama keras kepala, sama-sama tidak mau kalah, sama-sama tidak mau mengalah. Mereka berdua itu juga kenak-kanaan. Nenek Ginna saja sampai capek mengurusi Ginna dan ibunya.

Ginna with double N: Aku capek sama Mama, dia itu ga ngertiin aku banget. Makanya aku mau pergi dari kejaran dia. Jadi aku ke tempat Tante Ana.

Aku menghela nafas membaca pesan dari Ginna yang baru saja masuk. Bisa aku tebak, pasti masalah mereka itu karena uang. Perlu diketahui juga, Ginna itu hobi makan dan shopping. Kalau lagi akur saja mereka bisa menghabiskan waktu bersama untuk belanja, tapi coba kalau lagi marahan seperti sekarang, sepeser uang pun tidak akan keluar untuk Ginna.

Ah, aku lelah dengan perkara Ginna dan Tante Merry. Kalau disuruh memilih siapa yang menang, aku tidak akan memilih, karena kedua manusia itu pengen menang semua. Aku angkat tangan sudah.

6969

Hari senin, seperti biasa, setiap murid akan meributkan apa yang sudah mereka alami selama seharian penuh. Kemarin adalah hari minggu, pasti tidak bertemu satu sama lain, jadi ya wajib hukumnya untuk sharing perihal kehidupan di hari minggu—meskipun bahasannya tidak terlalu penting.

Seperti contohnya; pergi membeli makan untuk kucing pada waktu siang bolong, selesai membeli catfood berniat segera pulang namun ditengah jalan mampir ke KFC karena lapar, setelah kenyang lalu melanjutkan perjalanan kembali ke rumah tetapi saat berhenti di lampu merah, ada banci yang datang menghampiri menyanyikan lagu bang toyib sambil menggoyangkan pinggul kekanan dan kekiri dengan diiringi musik kecrekan. Jika diberi uang bernominal kecil marah-marahnya sudah ngalahin rentenir yang menagih utang.

"Ih ganteng-ganteng kok ngasihnya cuma serebu, buat apa? Tukang parkir aja lo kasih dua rebu! Nggak cucok cyin! Busyet dah!"

Oke itu pengalaman yang sangat mengharukan, dan sangat pantas menjadi bahan perbincangan. Tapi inget, tetap jangan melakukan body shaming. Karena pada dasarnya semua manusia itu sama di mata Tuhan.

"Temenin aku nemuin Pak Budi."

Aku mengerjap ketika Amanda—teman sebangku-ku—menggoyangkan lenganku. Amanda berhasil mengembalikan fokusku. Dan saat fokusku kembali, mataku malah terpaku pada sosok Ginna yang berdiri di samping meja. Tidak jauh dariku.

Rabbit HoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang