File 9:

2.4K 302 36
                                    

-pertemuan-
.

.

Selepas bekerja, aku segera menuju ke Kedai Pine, sesuai janji. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk aku bisa segera sampai di lokasi tujuan. Sesampainya di kedai, kuparkirkan motorku. Setelah melepas helm dan jaket, aku memeriksa ponselku. Ginna bilang kalau dia sudah berada di lokasi.

Aku menghela nafas, menghirup udara sebanyak mungkin. Hatiku kembali berdebar keras. Dengan keyakinan dibawah rata-rata, aku berjalan gontai memasuki kedai. Ini bukan sesuatu yang baik. Bertemu lagi dengannya adalah sebuah kesalahan.

Kenapa gitu aku datang?

Kedai Pine bukanlah kedai yang asing bagiku. Kadang aku biasa menghabiskan waktu untuk me time di kedai ini. Selain menyajikan kudapan yang enak dan lezat, Kedai Pine juga menyediakan buku-buku—baik fiksi maupun non-fiksi—yang dapat dinikmati oleh para pengunjung kedai. Karena itulah aku suka menghabiskan waktu di kedai ini kala penat datang menghampiri.

Lonceng yang dipasang di atas pintu masuk berbunyi ketika kubuka. Begitu masuk ke dalam kedai, aroma roti dan kue yang menggugah selera menyambut indra penciumanku. Selain menyukai aroma buku-buku, aku juga suka dengan aroma roti dan kue. Aromanya sangat satisfying.

Setelah memesan coklat panas dan beberapa potong roti croissant isi coklat keju, aku mencoba mencari dimana Ginna duduk. Setelah beberapa kali mencari, akhirnya mataku menemukan dimana dia duduk. Perempuan itu duduk di dekat lemari kusen yang memuat buku-buku.

Kedai Pine dibagi menjadi dua spot, outdoor dan indoor. Umumnya, para pengunjung lebih menyukai spot outdoor. Tetapi perempuan itu lebih memilih indoor. Mungkin karena di dalam lebih sepi dan tenang?

Aku ingin mendekati perempuan itu, tetapi kakiku tidak mau beranjak. Kakiku seperti terpaku dengan lantai. Melihat Ginna dari jauh saja menurutku sudah cukup. Satu hal yang baru kusadari, perempuan itu masih tetap cantik seperti saat di bangku SMA. Dia terlihat sangat cocok dengan outfit kasualnya. Rambut hitam lebat bergelombangnya dibiarkan terurai begitu saja. Dan kacamata yang bertengger di atas hidungnya itu, benar-benar, rasanya aku ingin mengejeknya sekarang.

Aku jadi ingat, dulu Ginna pernah memiliki keinginan untuk menuliskan kisah cintaku dengan dirinya. Dia ingin orang-orang tahu betapa dia sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan orang sepertiku. Tetapi kenyataan berbanding terbalik dengan keinginan. Itu hanyalah mimpi seorang anak perempuan berumur belasan tahun yang tidak benar-benar mengerti apa itu cinta.

Jika perempuan itu bisa bersyukur karena dipertemukan dengan orang seperti aku. Aku juga akan bersyukur karena dipertemukan dengan orang seperti Ginna. Meski dia jahat, meski dia memiliki banyak kesalahan, tetapi bagaimanapun juga dia tetap memberikan pelajaran yang berharga untukku.

Secara tidak langsung, Ginna mengajari aku tentang sikap bersabar, dia mengajari aku tentang sikap untuk tetap tenang, dia mengajari aku untuk tidak membuat keputusan ketika sedang marah. Dan yang terpenting—secara tidak langsung—karena Ginna, aku bersumpah pada alam semesta ini, aku tidak akan pernah menjadi pribadi yang suka selingkuh. Karena selingkuh itu bukanlah sesuatu yang baik, apapun alasannya, selingkuh tetap tidak baik. Akan banyak hati yang tersakiti.

Tiba-tiba saja, rasa ragu menyelimuti tubuhku. Aku tidak ingin menyiksa diriku sendiri. Lebih baik aku pergi dari sini sebelum semuanya terlambat. Ginna bukanlah orang yang baik untukku. Dia pemberi pengaruh buruk. Aku harus segera pergi.

Sebelum Ginna menyadari kehadiranku, segera kuputarbalikkan tubuhku untuk melangkah keluar.

"Anka!"

Rabbit HoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang