☄Diam-Diam Dia Memendam

14 4 0
                                    


Erik memandang pesan yang dia kirimkan pada Tara yang sampai sekarang belum dibalas olehnya padahal pesan itu sudah dibacanya, Tara tiba-tiba menghilang.

Erik masih menunggu Tara membalas pesannya, mungkin dia sudah tidur pikirnya, Erik Menutup handphone dan beranjak menuju laptopnya kemudian membuka folder foto, entah mengapa tiba-tiba dia ingin melihat itu semua kembali.

Melihat foto-foto masa kecilnya yang kebanyakann terdapat Tara didalamnya. Banyak foto absurd mereka berdua yang diambil oleh mamanya. Melihat itu Erik seperti tertarik kembali ke masa lalu, seumpama lorong-lorong panjang yang penuh kenangan juga kebahagiaan, dia kembali menyusuri lorong panjang yang seolah tak berujung itu.

Senyumnya mengembang saat sampai pada salah satu foto dimana Erik yang masih berusia tujuh tahun menangis berusaha kabur saat Tara menunjukkan kadal di tangannya, sejak kecil Erik memang sangat membenci kadal.
Kemudian satu persatu foto lama mereka muncul, foto saat keduanya bermain selang air di belakang halaman rumah Erik dan ada satu foto yang menarik perhatian cowok itu.

Kembali memutar kenangan masa kecilnya, Erik tersenyum memandang satu foto, yang di foto itu Tara mencium pipinya yang sedang ulang tahun dengan membawa sepotong kue di tangan mungilnya, dengan topi kerucut dikepala mereka berdua, membuat Erik juga Tara terlihat lucu dan polos, masa kecil mereka seperti baru berlalu kemarin, dimana saat masalah terbesar mereka hanya sekedar ban sepeda yang kempes saat sedang balapan di lapangan, juga amukan tetangga saat kaca jendelanya pecah karena terkena tendangan bola.

Erik terus menggulir foto-foto penuh kenangan itu, kini dia menyadari bahwa sampai saat ini Tara memang selalu ada disisinya, saling berbagi cerita, juga melakukan hal konyol bersama, entah mengapa dia tak dapat membayangkan jika saat ini dia tak mengenal Tara. Tidak memiliki teman yang selalu datang ke rumahnya yang selalu menghabiskan stock jus jeruknya di kulkas, Tara yang tiap malam tahun baru selalu merusuhi rumahnya dengan memaksanya mengadakan pesta sosis bakar dan menyalakan kembang api sebanyak banyaknya, orang yang selalu menguras habis isi dompetnya ketika Erik ulang tahun.

Mengingat itu semua Erik kembali tersenyum, tangannya masih setia menggulir foto dan tangannya kembali berhenti pada satu foto yang menunjukkan saat kelulusan mereka saat smp dulu, Tara yang terlihat cantik dengan menggunakan kebaya berwana biru dan Erik yang menggunakan kemeja, mereka berfoto bersama karena Tara yang memaksa, sejujurnya Erik bukan orang yang suka berfoto lagipula dia menganggap wisudanya saat Smp dulu merupakan moment yang biasa saja, tapi entah mengapa dia tak pernah bisa menolak keinginan cewek itu.

Foto itu sederhana karena hanya diambil dari halaman depan sekolah, banyak orang berlalu lalang dibelakang mereka, yang tak sengaja ikut masuk ke dalam foto itu namun Tara yang tersenyum lebar dengan sebuket bunga di tangannya juga Erik disebelahnya yang merangkul pundak cewek itu, mereka terlihat bahagia.

Semudah itu kemudian foto itu menjadi salah satu foto yang penuh kenangan.

Erik kembali membuka satu foto terbaru yang mereka ambil beberapa minggu lalu saat mereka di pantai, menghabiskan waktu liburan disana bersama orang tuanya dan tante Sarah, mama Tara. Mereka ke pantai juga karena keinginan Tara, foto itu diambil oleh ayahnya tanpa dia sadari.

Di foto itu Erik menggendong Tara memaksanya masuk ke air, senyum lebar Tara dengan topi lebar berwarna kuning yang melindungi kepalanya dari sinar matahari membuat Tara terlihat cantik, Erik tak dapat menahan senyum menatapnya, Erik merasa ada debar lain yang menelusup ke dalam dadanya, membuatnya tak henti menatap foto itu saat itulah dia teringat percakapannya dengan Tara di depan supermarket tadi sore.

Tara menyukai seseorang dan itu adalah Elang,

bukan dirinya

Entah kenapa ada sesuatu dihatinya yang tidak terima saat Tara mengatakan itu. Tapi bukankah hal yang wajar jika Tara mulai tertarik pada seseorang? lagipula selama ini Tara belum pernah bercerita padanya jika dia menyukai seseorang dan baru kali ini Tara mengatakannya dan tak dipungkiri  itu membuat Erik merasa tidak nyaman.

Sejak kapan?

Erik bergumam sendiri, dia akui bahwa Erik selalu mengelak saat teman-temannya mengganggunya dengan selalu membawa nama Tara. Tapi saat mengetahui bahwa Tara diam-diam menyimpan tempat untuk seseorang dihatinya dan itu bukan dirinya melainkan Elang, sekali lagi Erik sedikit merasa tidak terima.

Erik mengedikkan bahunya, beranjak dari laptop setelah mematikannya dan bersiap tidur, masuk ke selimut tebalnya, mengacuhkan suara hatinya yang sejak tadi terasa mengganggu

Apa dirinya menyukai Tara?

Pagi ini Tara bangun dengan senyum dibibirnya, entah mengapa hatinya sangat ringan pagi ini, tapi saat matanya menangkap selembar sticky notes di meja belajar yang ditulis oleh mamanya, perlahan senyumnya memudar.

Pagi ini mama ada meeting penting, kamu belum bangun maaf mama harus berangkat lebih dulu, sarapan sudah mama siapkan di meja makan, kamu makan ya

Love

Mama

Tara menghembuskan nafas lelah setelah membaca pesan dari mamanya itu, dia tidak membenci mamanya, sungguh.

Tara justru kasihan pada mamanya yang harus bekerja sekeras itu untuk dirinya setelah ayahnya meninggal. Tara meletakkan kembali notes itu dan kemudian masuk kamar mandi, bersiap sekolah karena matahari mulai bersinar terang.

Kemudian tak butuh waktu lama untuknya bersiap-siap, setelah mengambil tas, Tara menuju meja makan untuk sarapan nasi goreng dengan satu telur goreng setengah matang diatasnya, makanan kesukaannya.

Tara sudah biasa dengan keheningan di rumah itu, kehangatannya hilang berganti dingin yang tak pernah absen menyelimuti. Saat keluar rumah dan bersiap berangkat, Tara dikejutkan oleh keberadaan Erik yang sudah berada didepan rumahnya dengan duduk diatas motor dan tersenyum lebar yang membuat matanya menyipit

“Ngapain lo disini?” Tara bertanya setelah mendekat dan kini berdiri di sebelah motor Erik.

“Mau ngajakin lo sekolah.” Erik memasangkan helm di kepala Tara yang masih terlihat bingung karena kedatangan Erik pagi-pagi di depan rumahnya.

Erik memandang Tara “Mulai sekarang lo berangkat bareng gue, kayak dulu lagi oke.”

Tara naik ke motor Erik setelah mengangguk singkat, baginya tak ada masalah, justru dia bisa menghemat uang naik angkot, juga waktu.

Di perjalanan menuju sekolah Tara dan Erik hanya diam, Tara sibuk memandang jalanan yang mulai padat dipenuhi orang-orang yang akan berangkat kerja dan lain sebagainya, sedangkan Erik yang seolah tak pernah bosan, disela fokusnya menatap jalanan dia memandang Tara dibelakangnya yang juga tak pernah sadar jika sedang diperhatikan.

“Ra, nanti pulang sekolah sama gue lagi ya.” Erik berkata saat mereka berhenti di lampu merah

Tara mencondongkan badannya mendekat supaya mendengar jelas perkataan Erik “Hah?”

Erik berdecak, kemudian sedikit menolehkan kepalanya ke belakang membuat wajahnya begitu dekat dengan wajah Tara “Pulang sekolah nanti bareng gue.”

Tara mengangguk “Oh, oke.”

“Kalo dilihat dari deket gini lo manis juga.” Erik berkata sambil tersenyum tipis, yang kemudian mendapat balasan toyoran dikepalanya.

“Gue mah dari dulu emang manis, lo aja yang merem.” Tara menyombongkan diri dan Erik kembali menoleh kedepan menatap lampu merah yang mulai berubah jadi kuning dan waktu terus berjalan.

“Iya mungkin selama ini gue gak pernah sadar.”

Erik bergumam pelan yang pasti Tara tidak mendengarnya, lampu berubah menjadi hijau dan Erik langsung melajukan motornya, membiarkan angin bercampur debu menerbangkan perkataan lirihnya yang kemudian hilang melebur di udara tanpa Tara pernah mendengarnya.

-To be continued-

05/04/2020

18:25

Hng :)

That Should be MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang