Bab 8

6.4K 518 2
                                    

Aku merasa haus dan terbangun dari tidurku. Kepalaku sangat berat, aku tersenyum mengingat mimpi itu. Dua kali aku memimpikannya dan yang kedua terlalu nyata bagiku. Tetapi tiba-tiba alarm di otakku membuatku sadar, aku tidak di rumah dan di depan mataku ada dada bidang dengan rambut halus. Pinggangku terasa berat seperti ada beban yang menindihku dan saat aku menoleh untuk melihatnya, sebuah tangan memelukku. Aku semakin sadar, ini bukan mimpi. Bagian bawah perutku terasa perih dan aku telanjang bersamanya, mendadak darahku membeku dan syok. Aku menengok ke atas dan melihat Kevin sedang tertidur pulas.

Tubuhku menegang karena marah, emosiku memuncak, Kevin telah merenggut kehormatanku. Aku langsung duduk dan memukul dada Kevin trus memukul dan berteriak. Kevin sangat terkejut, dia bangun dan langsung memelukku. Aku tak sudi menerima pelukan darinya. Kukuku mencengkeram kuat tangannya, sampai warna kukuku memutih, mencoba menahan amarah ku. Aku berteriak dan meronta tapi Kevin tetap diam dan terus memelukku. Dia mengelus lembut rambutku dan mendekap erat tubuhku seakan tak mau kehilangan diriku.

"Bajingan kau, Kevin. Kurang ajar, otak mesum, kau samakan aku seperti wanita-wanita yang kau tiduri," kata-kata kasarku semua keluar dari mulutku. Tubuh Kevin menegang menahan amarah, tapi dia tetap diam dan memelukku. Pasti karena dia merasa bersalah padaku. Entah berapa lama aku menangis...satu jam, dua jam atau bahkan berjam-jam Kevin terus memelukku tanpa berkata apapun. Kemudian tanpa hujan tanpa angin Kevin berkata, "aku akan menikahimu".

Emosiku semakin meluap, tak ada kata maaf keluar dari bibirnya dan tiba-tiba dia bilang menikah. Aku mendorong tubuh kevin menjauh, sempat aku melihat matanya berkaca-kaca tapi aku tak mempedulikannya. Aku membencinya, aku muak melihat wajahnya. Tubuhku memang senang didekatnya tapi aku terlalu ngeri untuk bersamanya. Gaya hidupnya, wanita-wanita yang selalu ada di pelukannya, oh...tak bisa aku bayangkan jika aku menikah dengannya.

Aku melilitkan tubuhku dengan selimut dan mulai turun dari tempat tidur. Hatiku miris melihat keadaan di sekitar. Dress ku tergeletak di lantai. Celana dalamku di bawah tempat tidur bertumpuk dengan celana dalam Kevin, Oh....sungguh menjijikan. Braku tertutup kaos Kevin dan celana panjang Kevin tersampir dipinggiran tempat tidur.

Cepat-cepat aku memakai bajuku, tak tahan aku satu ruangan dengan Kevin. Badanku pegal dan lengket rasanya ingin mandi, tapi aku terlalu sesak melihat wajah Kevin. Kevin hanya duduk membeku melihat ku merapikan semua. "Please Nadine dengarkan dulu kata-kataku, bersihkan dirimu dan kita bicara saat kamu sudah agak tenang", pinta Kevin dengan tulus, tapi aku mengabaikannya. Aku mencuci mukaku dan menata rambutku dengan tergesa-gesa, secepat kilat aku meninggalkan kamar terkutuk ini. Saat aku berlari, Kevin meneriakkan namaku. Sempat sayup-sayup terdengar suara Kevin yang bilang bahwa dia mencintaiku, tapi itu tak mungkin terjadi. Pasti aku salah dengar atau kalaupun itu benar, itu adalah senjata Kevin agar aku bertekuk lutut di depannya. Kau salah Kevin, aku tak akan pernah jadi milikmu sampai kapanpun.

~~~~~~~~~~~~~~

Kamar ini terasa hampa setelah Nadine pergi. Aku berusaha mengejarnya tapi saat mencapai pintu, aku sadar aku masih telanjang sehingga aku mengurungkan niatku. Aku sempat meneriakan namanya dan berkata kalau aku mencintainya, tapi terlambat, Nadine telah pergi. Aku seperti bajingan paling kurang ajar di muka bumi ini. Aku telah merenggut keperawanannya, hatiku semakin teriris saat aku melihat bercak darah di seprai bekas kita bercinta semalam. Tak terasa air mataku mengalir, aku menyakiti orang yang aku cintai. Yah...aku mencintainya dan sangat mencintainya. Maafkan aku Nadine, aku terlalu sakit melihat kamu terus menangis dan meronta. Aku tak bisa berkata apa-apa. Lidahku kelu, aku mengajakmu menikah untuk menyelamatkan kehormatanmu dan juga untuk menyatakan cintaku. Tak ku sangka kamu salah paham dengan niatku. Maafkan Aku Nadine.....

Beberapa hari aku mencoba untuk menghubungi Nadine tapi no telpnya tidak aktif. Aku kirim email dan kirim pesan ke media sosialnya tetapi tak ada balasan juga. Hidupku semakin kacau semenjak kejadian itu. Aku tak berminat lagi berhubungan dengan wanita manapun. Aku lebih suka menenggelamkan diriku dengan minuman beralkohol, mabuk-mabukan dan berusaha melupakan kejadian itu. Tapi jika efek dari minuman itu habis, aku akan merana kembali. Hari-hariku berantakan, kadang aku terbangun di lantai dengan muntahan di pakaianku. Kantong mataku mulai gelap, sepertinya aku sudah tak punya tujuan hidup lagi. Tak menyangka begini rasanya ditinggal oleh orang yang kita sayangi. Sudah berapa wanita yang menderita seperti ini gara-gara aku?

Papaku tahu keadaanku sampai suatu hari dia menasehatiku. "Papa ga marah kamu main wanita, karena dititik tertentu saat kamu menemukan cinta sejati kamu akan meninggalkan itu semua. Tapi melihat hidupmu sekarang, mau jadi apa kamu? Mabuk-mabukan dan berantakan seperti ini? Bisa-bisa masa depanmu hancur. " Ini semua karena wanita itu Pa, aku mencintainya tapi karena kebiasaanku yang brengsek aku malah menyakitinya. Dia tak akan pernah memaafkanku," keluhku kepada Papaku. Tiba-tiba Papaku memelukku dan berkata, "Akhirnya kamu bisa mencintai seseorang, itu pelajaran berharga. Lupakan dia, cintai wanita lain dan perlakukan wanita yang kamu cintai itu dengan baik. Belajarlah dari apa yang telah terjadi saat ini. Tuhan pasti berikan cobaan ini kepadamu agar kamu menjadi lebih baik lagi. Tiga tahun lagi Papa mau pensiun, tugas kamu meneruskan bisnis Papa. Papa ingin membahagiakan Mamamu dan menghabiskan waktu bersamanya. Pergilah Ke Amerika dan ambil S2 disana, perdalam ilmumu dan semua yang berkaitan tentang hotel kita, belajarlah dengan tekun. Dan waktu pulang nanti, kamu gantikan tugas Papa," nasehat Papaku menusuk hatiku. "Tapi Pa, kalau selama 3 tahun aku belum bisa melupakannya, aku harus bagaimana?" tanyaku pada Papaku. "Saat kamu sudah siap nanti dan punya penghasilan, cari dan kejar dia," Papaku menjawab. Oh...Papa yang aku anggap sebelah mata ternyata sungguh bijaksana. Selama ini aku salah menilainya. Aku selalu menilai seseorang dari luarnya saja, tapi tak pernah meniliknya lebih dalam lagi. Aku sering terlalu cepat mengambil kesimpulan dari apa yang aku lihat.

Sabarlah Nadine, setelah 3 tahun aku akan mencarimu sampai ke ujung duniapun. Akan kubuktikan, aku bukanlah bajingan yang kamu kira. Aku akan menyelesaikan masalah yang telah aku perbuat, aku akan menghapus semua rasa sakit yang pernah aku gores kan ke hatimu. Datang sebagai laki-laki sejati dan siap menjadi suamimu yang bisa kamu banggakan.


_____________________________________

(Penasaran dengan novel Dera yang lain? baca juga di Novelme, Fizzo dan NovelAku ketik Dera Tresna di pencarian. Untuk Novel cetak bisa di order di Shopee dengan link shopee.co.id/dera.tresna Follow juga IG Dera @dera.tresna dan @deratresna.books)

Belahan Jiwa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang