Bab 10

6.4K 522 5
                                    

Suara Kevin membuatku terbangun, rasa sakit masih menyengat tubuhku. Saat aku melihat ke sekeliling, tak ada sosok Kevin di ruangan. Ah.....aku pasti bermimpi lagi, nafasku mulai memburu. Suster bilang, "Ayo Bu, tarik nafas...kemudian keluarkan pelan-pelan, ulangi terus." Sepertinya lama sekali aku melakukan itu, tapi rasa sakitku tak kunjung reda, sampai sesuatu menekan bagian bawah perutku seperti mau meledak keluar. Aku menjerit sekencang-kencangnya dan tiba-tiba aku mendengar tangis bayi. Rasanya lega sekali, seorang suster mengangkatnya dan berkata,"anak Ibu perempuan dan normal, selamat ya Bu." Aku tak mendengar apa-apa lagi karena kesadaranku mulai berkurang karena rasa lelah yang menyerang.


Tak terasa 6 bulan telah berlalu, aku terus mengamati putriku Angel dengan penuh kekaguman. Dia bagaikan malaikat kecil dalam hidupku, yang membuatku keluar dari masa kekelaman. Tanpa Angel, aku tak tahu bagaimana harus melewati ini semua. Dia cantik, cerdas dan tumbuh dengan sempurna. Rasanya tak ada dunia lain selain aku dan putriku, aku menghabiskan waktuku hanya bersama putriku.


Tetapi tak mungkin aku selalu merepotkan orang tuaku karena selama ini biaya hidupku ditanggung orang tuaku. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari pekerjaan. Saat aku membicarakan kepada Mama, Mama setuju dengan ideku agar aku punya kegiatan di luar rumah. Mama bilang akan menjaga Angel jika aku bekerja.


Beberapa minggu kemudian aku telah mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan di sebuah perusahaan makanan yang bergerak di bidang Catering. Pekerjaan ini sangat cocok buatku karena aku lulusan sarjana pangan. Pekerjaanku adalah menciptakan menu baru. Aku memang jadi pendiam saat bekerja, tidak punya banyak teman dan lebih sering menyendiri. Aku selalu berusaha mengerjakan tugasku dengan baik bahkan memberikan hasil lebih ke perusahaan ini. Yang aku pikirkan adalah aku harus mengasah kemampuanku dengan maximal sehingga pantas menjadi penerus bisnis Papa. Aku tak mau mengecewakan Papa untuk yang kedua kalinya. Tetapi sifatku ternyata tidak disukai beberapa karyawan disini.


Puncaknya saat setahun kemudian aku diangkat menjadi manager untuk membawahi pengembangan produk baru. Dikarenakan setiap menu yang aku buat pasti mendapat nilai positif dari costumer.


Karyawan lain menganggapku sebagai karyawan penjilat dan ambisius. Tapi aku tak peduli, yang terpenting adalah tugas dan putriku. Hampir dua tahun aku bekerja disini dan aku semakin dipercaya untuk memegang sub perusahaan yang harus aku jalankan. Awalnya aku tidak bersedia karena beberapa tahun lagi aku berencana untuk resign, saat Papa sudah mempercayaiku  untuk memegang perusahaannya. Aku juga harus mulai belajar untuk bekerja bersama Papa, aku tak boleh egois hanya karena ingin membuktikan aku bisa mandiri, aku melupakan tanggung jawabku yang sebenarnya.


Sampai suatu hari, aku mendengar penerus perusahaan ini akan datang karena pemilik sebelumnya mengajukan pensiun dini. Semua karyawan sibuk menyiapkan kedatangannya, begitu juga diriku. Semua menu terbaru telah aku siapkan untuk dia cicipi. Para karyawan saling berbisik, mengatakan bahwa penerus yang baru ini begitu tampan, sangat teliti dan cerdas. Kesalahan sedikit saja dia akan langsung tahu. Semua itu membuat aku semakin gugup, aku tak ingin ada kesalahan sedikitpun saat penerus baru itu mencicipi menu baruku.


Rasanya begitu lama dia datang, jantungku semakin kencang berdetak. Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar mendekat, aku menundukkan kepalaku dan menunggu dia mencicipi menu baruku. Dari sudut mataku aku melihat tangannya mengambil makanan yang telah aku buat dan mengangkatnya. Rasanya lama sekali aku menunggu komentarnya, dan akhirnya suatu suara terdengar berkata, "Enak sekali, andai saja masakan ini bisa aku makan setiap hari di rumah."

Belahan Jiwa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang