Bab 11

6.2K 542 1
                                    

Pulang dari rumah sakit kepalaku masih pening, kata Mbok Iyem, Mamaku baru saja pulang karena di rumah Papa sendirian. Angel sudah tertidur pulas dan saat aku membuka pintu kamar sepertinya Angel tahu apa yang sedang aku rasakan. Dia menangis memelukku, aku menggendongnya dan memberinya susu, tapi Angel tetap tak mau diam. Aku bingung bukan main, hatiku terasa teriris. "Angel, Mama mohon berhentilah menangis, Mama tahu Mama salah cup...cup...," aku terus menggendongnya. Tapi Angel terus menangis, dadaku mulai sesak merasakannya, apakah Angel butuh Papanya? Air mataku tiba-tiba mengalir. Aku mendekap Angel dan menangis tersedu-sedu, rasanya aku kembali merasakan rasa sakit yang dulu pernah aku rasakan.


Malam itu otakku berkecamuk, samar-samar aku teringat kejadian pesta malam perpisahan itu. Aku yang lebih dulu mencium Kevin, aku yang mengijinkan dia memasukiku dan aku juga yang menyerahkan keperawananku padanya. Tapi aku sedang mabuk, harusnya Kevin tahu itu. Oh...betapa egoisnya aku selama ini, aku selalu menutup mata dan menyalahkan Kevin atas apa yang telah terjadi. Sepertinya benar kata Kevin, aku mulai menyesal dan sadar aku membuang hal yang berharga dalam hidupku. Tapi sifat Kevin yang selalu berganti-ganti wanita membuatku ragu, bagaimana kalau sifat itu masih ada sampai sekarang?


Beberapa hari telah berlalu dan aku tak melihat Kevin datang ke perusahaan ini lagi. Kevin memilih berkantor di hotel. Jika ada menu baru, Kevin akan menyuruh asistennya untuk membawanya ke hotel. Sepertinya Kevin benar-benar serius dengan perkataannya bahwa dia tak akan mencampuri urusanku lagi. Entah kenapa tiba-tiba ada perasaan yang hilang dan aku malah berharap Kevin datang lagi. Saat aku teringat lagi tatapan Kevin waktu di rumah sakit, rasa benciku terhadap Kevin menguap begitu saja. Ingin rasanya aku memulai dari awal dengan Kevin, tapi tiba-tiba bayangan Angel terlintas di kepalaku. Apakah Kevin akan menerima Angel? Kariernya sedang di puncak, dan aku tahu dia tak pernah punya komitmen dalam hidupnya. Atau jangan-jangan dengan harga dirinya yang tinggi, dia akan berusaha mengambil Angel dariku?


Setiap aku mengingat Kevin, jantungku berdetak kencang. Apakah aku mencintainya? Apakah benar aku mencintai Papa dari anakku, mencintai pria yang menyakitiku? Sepertinya pikiranku telah kacau.


Hampir satu bulan lebih tak ada kabar berita lagi dari Kevin. Kegiatan di kantor berjalan cukup normal, meski di rumah aku masih merana setiap malam. Kadang aku terbangun tengah malam dengan pakaian yang basah karena mimpi bersama Kevin. Aku merasa sudah gila, benar-benar gila.


Sampai suatu hari, saat aku pergi ke sebuah restoran untuk membeli makan siang. Aku melihat Kevin sedang makan berdua dengan seorang wanita cantik. Tetapi wanita ini sangat berbeda dengan wanita-wanita yang dulu Kevin kencani. Dari penampilannya aku yakin dia wanita baik-baik dengan kelas ekonomi yang tinggi. Mereka makan begitu sopan dan Kevin memperlakukannya begitu sopan. Hatiku rasanya terbakar, mataku terus menatap Kevin sampai tanpa sadar aku menabrak pelayan restoran yang sedang membawa baki berisi penuh minuman. Baki itu tumpah dan jatuh ke lantai dengan suara keras. Minuman itu juga tumpah ke bajuku sampai bagian depannya basah kuyup. Si pelayan restoran ketakutan melihatku, dia terus meminta maaf. Aku baru menyadari bahwa semua mata memandangku, aku jadi kikuk dan bingung apa yang harus aku lakukan. Aku ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini, andai saja aku bisa menghilang. Aku begitu malu, buru-buru aku membuka dompet dan membayar semua minuman yang aku tumpahkan dan berlari keluar restoran.


Tetapi sebelum aku mencapai pintu keluar, sebuah tangan memegangku dan menutupi tubuhku yang basah kuyup dengan jasnya yang mahal. Dia merangkulku dan membawaku naik ke mobilnya. "Kamu tidak mungkin pulang dengan baju seperti itu, apakah rumahmu dekat sini?" tanya Kevin. Aku menggeleng karena butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai rumahku itupun kalau jalanan tidak macet. "Kita ke apartemenku jaraknya tidak jauh dari sini, hanya beberapa blok di depan," kata Kevin kepadaku. "Tidak usah," sahutku terlalu cepat. "Tenang saja, aku tidak akan melakukannya untuk kedua kali. Bajumu biar dicuci dulu dan kamu bisa menunggunya di apartemenku. Kalau kamu tidak nyaman, aku bisa pergi dan kamu bisa memakai apartemenku sepuasnya," jawab Kevin.

Belahan Jiwa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang