Bab 5

6.7K 518 2
                                    

Tak terasa liburan bersama Papa dan Mama sudah berakhir dan kini aku sudah berada di Jakarta mempersiapkan wisudaku. Orang tuaku sangat bangga padaku, aku menyelesaikan gelar sarjanaku dengan nilai yang tinggi bahkan tertinggi dari seluruh angkatanku. "Kamu mau lanjut S2 atau mau kerja dulu Dine," Tanya Papa. "Nadine kerja dulu aja ya Pa, biar ada pengalaman," jawabku. "Mau Papa carikan pekerjaan?" lanjut Papa. "Ga lah Papa, Nadine mau cari sendiri. Nadine mau buktikan ke Papa kalau Nadine bisa mandiri tanpa pengaruh Papa," Papa tersenyum mendengarkan ocehanku. "Iya, Papa percaya Nadine bisa, jangan kecewakan Papa ya Dine?" kata Papa dengan mata berkaca-kaca. Akupun melemparkan diriku ke pelukan Papa, betapa aku menyayangi Papa. Dalam hati aku berkata, aku tidak akan pernah mengecewakan Papa.

Setelah acara wisuda, malam harinya diadakan pesta perpisahan. Semua wanita sibuk menyiapkan diri untuk datang ke pesta perpisahan tersebut. Mereka totalitas dalam menampilkan dadanan terbaiknya. Cuma aku yang terlalu santai menanggapinya bahkan terlalu malas untuk datang ke pesta tersebut. Tapi sahabatku Tasya memohon-mohon agar aku datang bersamanya. "Temanku cuma kamu, kalau kamu ga datang, aku sama siapa? Ntar kaya kambing congek," rayunya.

Terpaksa aku datang ke pesta itu dan benar apa yang aku pikirkan, semua wanita yang ada di pesta  berdandan habis-habisan, aku yakin mereka rela membuang puluhan juta untuk bisa tampil seperti itu. Sedangkan dandananku sendiri sangat simple, Mama yang mendadaniku dan dress yang aku pakai juga punya Mama. Mungkin orang menganggapnya terlalu kuno tapi buatku dress ini sangat bagus. Disaat semua wanita berpenampilan lebih dewasa dari umur mereka, Mama malah mendadaniku sesuai umurku, serasi dengan baju yang aku pakai.

Sekilas aku melayangkan pandangan, melihat secara keseluruhan pesta ini. Aku heran kenapa para dosen mengijinkan mahasiswanya pesta seperti ini. Tapi sepertinya ini sudah ga ada sangkut pautnya sama pihak kampus. Hotel ini terlalu megah, dan itu semua menggunakan dana pribadi dari masing-masing mahasiswa. Aku yakin pihak kampus tak tahu menahu dengan pesta ini.

Saat melintasi ruangan, aku melihat Kevin dengan setelan jasnya. Dia begitu tampan, badannya kekar dan gagah.  Tiba-tiba mimpi itu teringat kembali membuat bagian kewanitaanku berkedut. Langsung ku buang muka karena malu dengan diriku sendiri. Aku mengambil minuman buah dan menghindari minuman beralcohol. Aku bersama Tasya menyusuri ruangan pesta dan mencoba menikmatinya.

Musik pesta ini terlalu memekakkan telinga. Tubuhku terasa tak nyaman dengan suasana seperti ini. "Tasya, habis makan kita langsung pulang ya," bisikku di telinganya. Bibirnya manyun tanda dia ga suka, tapi dia tetap menurutiku. Tiba-tiba ada yang menegur kami dari belakang, "Namamu Tasyakan?" Tanya pria itu. "Be..be...nar," Tasya menjawabnya dengan gugup. "Mau berdansa dengan ku?" Tanya pria itu lagi. Tasya hanya diam karena terlalu terkejut dan pria itu langsung menggandeng tangan Tasya tanpa menunggu persetujuan dari orangnya. Tasya sudah terhipnotis dengan pria tampan itu, bahkan dia ga sadar kalau sahabatnya ditinggal sendiri. "sekarang aku donk yang jadi kambing congek," gerutuku sebal.

Setelah ditinggal Tasya, aku bingung mau ngapain, sebaiknya aku menikmati makanan saja, cuek dengan keadaan sekitar. Lama aku menunggu Tasya tetapi Tasya menghilang tanpa jejak. Rasanya ingin pulang saja, tapi ga enak kalau Tasya aku tinggal sendiri. "Dasar Tasya, menyebalkan," gerutuku lagi. "Mau minum ini?" Tanya seseorang di belakangku. Saat menoleh, wajah yang aku impikan itu di depanku. "Tidak terimakasih," kataku datar. "Oh ya aku lupa, orang sekelas kamu ga pernah minum minuman seperti ini," kata Kevin sinis. "Whatt??" mulutku langsung menyela. Kevin pikir aku dari kelas rendahan yang ga pernah minum minuman kayak gini. Emang sich aku ga pernah minum minuman beralkohol karena aku gampang mabuk, dan aku ga mau mabuk di tempat seperti ini. Tapi minuman seperti ini segudang di rumahku bahkan ada yang jauh lebih mahal dan berkali-kali lipat harganya dibanding dengan minuman yang Kevin tawarkan. Tapi aku hanya diam menanggapi sindiran Kevin. Ga ada untungnya aku jelasin ke orang seperti dia.

"Aku lihat kamu sangat menikmati makanan ini? Dirumah ga ada ya makanan seenak ini?" sindir Kevin, membuat aku makin terhina. "Apa sich maumu? Kenapa kamu terus mengganggu ku? Urusin saja tuh wanita-wanita yang terus mengikutimu dan sekarang sedang melotot tajam ke arahku seakan mau menjambak rambutku," kataku pedas kepada Kevin. Kevin hanya melirik sebentar ke arah wanita-wanita itu dan kembali menatapku seolah tak peduli dengan keadaan sekitar. "Kamu cantik malam ini," rayu Kevin. Ini anak kenapa sich batinku, tadi menghinaku habis-habisan, sekarang memujiku. Tanpa peduli dengan yang dia katakan, aku langsung membalikkan tubuh berniat pergi. Tapi sebelum kakiku melangkah, dia sudah memegang tanganku dan menarik tubuhku ke pelukannya. "Jangan berani-beraninya kamu meninggalkan aku, saat aku sedang bicara," bisiknya marah. Aku berusaha melepaskan diriku dari pelukkannya, karena tubuhku langsung merespon sentuhannya. Tapi Kevin malah semakin erat memelukku, kakinya masuk ke sela kakiku dan sedikit saja aku bergerak maka bagian kewanitaanku pasti menggesek pahanya. Jadi aku hanya bisa diam tak berani bergerak.

"Kenapa kamu selalu menghindariku?" Tanya Kevin dengan terus menatap tajam. Aku hanya bisa diam dan membeku. Apakah aku harus mengatakannya, karena setiap dia di dekatku, aku tak bisa mengendalikan tubuhku sendiri, darahku berdesir, tubuhku seakan menari menyambutnya. Tidak...tidak...tidak... aku tak akan pernah mengatakan itu ke pria tebar pesona ini. Kevin pasti akan semakin menginjakku kalau dia tahu apa yang aku rasakan. Tahu kalau aku cuma diam, mata Kevin semakin menggelap dan mukanya merah memperlihatkan jelas kalau dia marah padaku. Tiba - tiba dia berkata," Ok...aku akan melepaskanmu kalau kamu mau minum 2 gelas minum ini." Tidak jeritku dalam hati, satu gelas aja aku pasti sudah mabuk, bagaimana aku minum 2 gelas, aku pasti tak sadarkan diri.

"Ga mau?" Tanya Kevin. Tiba-tiba dia melumat bibirku dan menghapus jarak yang ada diantara kita. Ini terlalu mendadak, dan aku bingung harus merespon apa. Tubuhku menegang, aku mendorong Kevin menjauh tapi pelukannya semakin erat. Sampai-sampai payudaraku terhimpit dada Kevin yang keras dan aku mulai sesak kehabisan udara. Aku terbatuk dan kevin melepaskan ciumannya. "Mau meminumnya atau aku akan menciummu lebih ganas lagi," desak Kevin. Aku tahu dia mampu melakukannya bahkan meniduri wanitapun disini akan Kevin lalukan karena dia sudah tidak punya rasa malu. Aku bergidik membayangkannya, ga akan pernah kehormatanku aku serahkan padanya. Dengan wajah tajam, aku merebut minuman itu dan langsung meminumnya sekaligus meskipun tenggorokanku terasa terbakar tapi aku menahannya.

"Berani juga ternyata," katanya sambil menatapku. Aku terlalu marah untuk melihat wajahnya, "Puas?" bentakku ke wajahnya. Lama Kevin menatapku dan akhirnya dia melonggarkan pelukannya dan tersenyum puas, seolah enggan melepaskanku. Tiba-tiba tangannya menjauh dariku dan aku tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk melepaskan diri darinya. Mungkin karena terlalu bersemangat untuk melepaskan diri atau karena sudah terpengaruh dengan minuman itu, aku kehilangan keseimbangan. Tubuhkupun jatuh, tetapi sebelum tubuhku benar-benarnya menyentuh lantai, tangan kuat Kevin memegang tubuhku dan aku tidak ingat apapun lagi. Yang pasti aku menyesal telah menenggak minuman itu.

_____________________________________
(Penasaran dengan novel Dera yang lain? baca juga di Novelme, Fizzo dan NovelAku ketik Dera Tresna di pencarian. Untuk Novel cetak bisa di order di Shopee dengan link shopee.co.id/dera.tresna Follow juga IG Dera @dera.tresna dan @deratresna.books)

Belahan Jiwa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang