"Ayooooooo..."
Dini tertawa saat tangan ditarik Galang ke halaman asrama menuju motornya.
Ya, sesuai perjanjian, semalam Galang menelponnya menggunakan ponsel Yudha. Memintanya untuk menemaninya jalan-jalan.
Tepat sekali, Dini juga sedang memiliki waktu luang karena dosennya memindahkan jadwal kuliah. Jadi sekalian saja dia mengajak Galang ke toko buku di sore hari. Lagipula Galang bilang Yudha juga tidak akan ikut karena sibuk. Bahkan ke asrama saja, pria kecil itu ditemani Didi membuat Dini semakin percaya, Yudha tidak akan ikut.
"Pegangan sama kak Dini ya, jangan tidur!" Nasehatnya lembut ke arah Galang setelah memakaikan helm kecil kepada sahabat ciliknya itu.
"Siapppp!" Jawab Galang tegas meniru anggota Yudha jika berbicara.
Dini malah tertawa. Setelah memastikan Galang telah memeluk pinggangnya, barulah Dini menyalakan motornya.
Dia harus serba hati-hati. Agak khawatir juga, mengingat yang dia bawa ini, putranya salah satu perwira di Korem. Bisa bermasalah kalau terjadi apa-apa.
Mereka bercerita panjang lebar sepanjang perjalanan. Hal yang bisa ditangkap Dini adalah Galang anak yang cerdas. Pertanyaannya sangat kritis dan tak jauh-jauh dari kata, "Mengapa? dan Kenapa?"
Anak itu selalu ingin tahu. Makanya satu bahasan saja, bisa panjang kalau berbicara dengannya. Dini malah persis diintrogasi jadinya.
🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎
Kali ini mereka sudah putuskan menuju toko buku yang ada di kawasan Kuanino. Saat melewati turunan dari Polda, tepat juga sebuah mobil hijau lumut dengan plat khusus langsung terlihat di kaca spion kanan milik Dini.
"Hahhhhhhhh..." Dia sudah menghela napas panjang.
Dia malah meragukan kalau Yudha benar-benar sibuk.
Saat sampai di tempat parkiran toko buku, mobil itu juga terparkir. Tentu saja Galang tau mobil siapa itu. Dini yang pura-pura tak lihat sambil menyimpan helmnya dan helm kecil yang tadi dipakai Galang.
"Papah?"
Benar kan, Yudha sudah turun dengan seragam loreng dan memggandeng tangan anaknya.
"Kejutan. Hari ini Papah agak free." Ucapnya membuat Galang sampai tersenyum lebar menampilkan gigi ratanya.
"Yeyyyyyyyyy, berarti hari ini kita jalan bersama."
Dini yang merinding mendengar perkataan Galang. Dia tetap saja menunduk tanpa ekspresi, tak peduli pada Yudha yang dari tadi melirik-liriknya.
Ingin pulang, tapi sudah disini.
"Ayo masuk!" Ajak Yudha.
Galang langsung berpindah menggandeng Dini, dan Yudha jalan lebih dulu.
Mereka mampir ke lantai dua melihat-lihat buku kisah para Nabi dan sahabat untuk anak yang mau dibeli untuk Galang.
Sambil Galang juga lompat-lompat dan lari-lari kecil kesana kemari.
Yudha yang tersenyum, hari itu dia melihat Galang lebih bahagia. Tidak seperti biasanya.
"Kak Dini? Kak Dini?" Galang berlari kecil ke arahnya.
Dini yang sedang membaca sinopsis sebuah buku di rak Muslim langsung menoleh. "Iyah sayang?"
Galang mengacungkan sebuah buku saku berwarna berjudul tuntunan hafalan juz 'amma untuk anak.
"Persis punyanya Raffi. Temennya Galang di RA."Dini agak merunduk berusaha menyamai tinggi anak laki-laki di hadapannya lalu mengambil buku tadi sambil meneliti isinya. "Mm... bagus nih, Galang. Galang mau?"
Galang mengangguk cepat. "Mau banget."
"Ya udah kita beli ya."
Buku tersebut dimasukan ke dalam keranjang yang ada di genggaman Yudha yang sejak tadi berdiri tak jauh dari Dini.
Dini masih setia di rak Muslim, sampai tak fokus kalau Galang berlari ke pojok rak, melirik globe berukuran kecil yang menarik perhatiannya. Sedangkan Yudha tetap di sebelah Dini sambil melihat-lihat rak Muslim tapi tetap juga fokus mengawasi Putranya.
Ngomong-ngomong, judul bukunya tidak ada yang menarik minatnya.
"Menjemput calon istri."
"Membangun rumah tangga yang keren."
"Melamar jodoh idaman."
"Bersabar menanti si dia."
"Menjadi istri shalihah."
Yudha mengeja judul buku satu persatu dan akhirnya jengah juga. Pantas dia malas sekali mampir di rak Muslim, karena hampir satu rak full hanya dengan buku motivasi Islam bertema... "JODOH".
"Macam tidak ada buku lain saja yang bisa dijual." Gerutunya.
Dia bosan dengan sistem kebanyakan penerbit dan toko buku di Indonesia yang hanya menjual buku yang laku di pasaran, bukan buku yang cukup berkualitas dan mengajak pembaca untuk berpikir lebih kritis. Membahas rumah tangga memang baik, tapi jangan semua rak isinya membahas jodoh dan rumah tangga juga kan? Pikirnya.
Dini tetap diam saja. Pura-pura tak mendengar ucapan pria yang berdiri tak jauh darinya itu.
"Kamu suka baca beginian? Memangnya kamu mau nikah?"
"Perempuan normal mana pun, pasti mau nikah!" Jawab Dini tegas.
Yudha cuma angguk-angguk pelan. "Memangnya sudah siap? Jadi istri itu banyak pengorbanan lho. Kalau jomblo masih banyak bebasnya. Masih bebas mau kemana dan belajar apa saja. Tapi kalau sudah jadi istri, harus siap lahir batin melayani suami. Harus siap cuci baju dinasnya suami, harus siap mengandung, harus siap melahirkan, harus siap jaga kehormatan dan jaga harta suami pas suami pergi."
Kok kayak ceramah ya, pikir Dini.
And wait... "Kenapa dia bilang siap cuci baju dinasnya suami? Semacam dia tau saja kalau saya akan jadi istrinya seorang pria berpakaian dinas."
"Ya... saran saya sih, kalau belum menikah, nikmati masa jomblo dulu lah. Tidak usah terlalu merasa sendiri. Sibukkan diri dengan hal-hal bermanfaat. Menuntut ilmu yang bermanfaat, baik ilmu dunia dan akhirat, hafal Al-Qur'an, hafal hadits, berteman dengan orang-orang yang baik visi misinya menuju akhirat lalu menebar manfaat. Bahkan kalau bisa berbisnis, belajar hal-hal baru. Intinya menikmati masa muda dengan sebaik-baiknya. Saya pernah mendengar, tidak ada orang yang bisa benar-benar menikmati fase-fase menuntut ilmu, kecuali mereka yang masih muda dan masih jomblo."
"Saya ini sudah pernah berkeluarga Din, jadi saya tau perbedaan saat kita belum terikat dengan seseorang dalam suatu ikatan dan perbedaan saat kita sudah diikat dalam suatu ikatan. Berbeda sekali." Lanjutnya.
Entah kenapa hati Dini langsung terketuk dengan kalimat itu. Sepanjang mengenal Yudha, dia baru tau kalau Yudha bisa bicara sekeren ini.
Karena kadang di sosial media menggembar-gemborkan tentang pernikahan. Anak-anak muda yang belum siap baik dari segi lahir dan batin juga ikut-ikutan tersulut virus pengen cepat nikah. Setiap hari baper hanya untuk memikirkan jodoh, tapi lalai dari mengisi masa jomblo dan masa muda itu dengan sebaik-baiknya, pikirnya.
Ini mengingatkannya pada nasehat Imam Nawawi rahimahullah, "Hendaklah seorang pelajar menggunakan kesempatan guna menghimpun ilmu ketika masa luang, masih bersemangat, masa muda, badan masih kuat, ide masih cemerlang, dan kesibukan masih minim, sebelum ia terhalangi oleh masa-masa mengganggu." (Al-Majmu 1/169)
"Pernikahan memang sangat baik dan penting, tapi ketika belum siap, kenapa harus galau dan tidak memikirkan untuk memanfaatkan waktu jomblo tersebut dengan sebaik-baiknya. Benar begitu, Pak?"
Yudha mengangguk ke arah gadis yang masih menatap sebuah buku bersampul biru itu.
Entah bagaimana tak lama bibir keduanya tertarik membentuk sebuah senyum simpul.
"Kalau sudah siap nikah, bilang ke saya!"
"Hahhhh???"
🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎🍎
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR MAYOR (Tamat)
Spiritual#KARYA 6 "Saya mau Anda jadi narasumber untuk tulisan saya, Pak!" "Kamu mau bayar saya berapa?" Untuk beberapa saat Dini... melongo. Ini kisah asam manis seorang Dini. Mahasiswa Biologi murni semester akhir yang hobi menulis cerita seputar militer...