5 | Dipeluk Fajar

193 15 0
                                    

NOW PLAYING_SENJA DAN PAGI_ALFFY REV

SELAMAT MEMBACA TAS SHANUM

CHAPTER LIMA | SIAPA FAJAR?

Langit menjatuhkan hujan diantara senja dan fajar, memberi isyarat bertahan pada memori masa lalu atau bangkit dengan harapan baru?

Senja sebagai kenangan atau fajar sebagai harapan.

***

          Jelas pagi tidak punya rasa. Pagi ini masih buta. Mentari belum menyembul untuk membangunkan para penghuni bumi yang masih terlelap damai oleh sang pekat. Tetapi ada dua jiwa yang bangun terlalu cepat. Bertemu di sebuah monumen Pembebasan Irian Barat.

Patung berbentuk seorang laki-laki yang mematahkan rantai dengan kedua tangannya dan kakinya yang menghadap ke arah Barat, menandai awal dari sebuah pembebasan.

Patung setinggi 9 meter itu merupakan karya dari Edhi Soenarso yang sketsanya dibuat oleh seniman Henk Ngantung dan diresmikan pada 1963 oleh Presiden Ir.Soekarno. Hingga kini, monumen ini masih berdiri kokoh di Lapangan Banteng. Lapangan Banteng sendiri sering dijadikan tempat olahraga santai di pagi maupun sore hari.

Bagas memilih tempat ini untuk sama-sama menyaksikan matahari terbit. Bukan tanpa alasan, dari ribuan kata yang ditulis di buku hitam, sosok senja yang paling dominan.

Aku masih terpikat...

Aku masih tercekat...

Pada senja yang berubah pekat...

Dimana aku tersesat...

Hatiku masih mengharap...

Kita mengusai meski belum usai...

Agar lepas lantas bebas...

Itulah kira-kira beberapa prosa kata yang sempat dia baca. Jadi, kali ini Bagas ingin mengajari gadis yang berjalan menunduk ke arahnya tentang beberapa filosofi.
Agar gadis itu merasa lebih baik.

"Duduk sini!" seru Bagas sambil menepuk tempat di sebelahnya. Gadis itu mengangguk lantas duduk.

Kedua jiwa yang bertemu menikmati udara dingin serta langit yang perlahan mulai terang. Fajar masih belum muncul dan hening menjadi teman bagi keduanya. Dua orang yang tidak tahu harus mencairkan keadaan dengan atau seperti apa. Mungkin biarlah sang fajar yang mengusir dingin serta kelam. Menyapa bumi dan dua orang yang menunggunya di balik perasaan canggung.

"Cuma orang yang bangun lebih awal yang bisa ngeliat fajar. Subuh tidak pernah mereka lupa," Bagas berujar tepat saat matahari terbit dengan malu-malu. Sedikit demi sedikit bulatan cahaya yang semula kecil tumbuh semakin besar dan bersinar.

"Ngeliat fajar gini gue ngerasa lebih semangat, lebih hangat, dan lebih indah," ujar Shanum tersenyum menatap sang mentari pagi.

TAS [4] SHANUM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang