11

124 9 1
                                    

Happy reading

"Kak..." ucap Marsha sambil menutup mulutnya

Alvin memberikan kado itu sebagai kado ulang tahun untuk Marsha

Sebuah kalung dengan mainan simbol infinity yang seperti melambangkan bentuk tak terhingga.

"Boleh aku memakaikannya?" tanya Alvin. Marsha mengangguk memberikan izin

Menyibak rambutnya, Alvin memasangkan kalung itu di leher Marsha

"Terima Kasih, kak"

"Well.. Anything for you" lalu Alvin kembali mengecup kening Marsha.

Apa? Sudah dua kali Alvin melakukan itu padanya.

Alih-alih menampar, ia malah tersenyum senang.

Alvin menghela nafas, "Ini tempat kedua pelarianku, Sha" ucapnya dengan tatapan lurus kedepan

Marsha bingung kemana arah pembicaraan Alvin. Jadi ia hanya menoleh dan mendengarkan saja.

"Apartemen tempatku bernaung itulah tempat pertama yang dapat kamu menemukan aku. Kalau aku ada masalah, biasanya aku kesini" tambahnya

Marsha masih mendengarkan, lalu Alvin menoleh ke hadapan Marsha yang duduk di sampingnya

"Saat aku berusia 6 tahun, ayahku membuatkan tempat ini untukku dan ibuku sebagai hadiah ulang tahunku tapi sepertinya..... " ia meneguk salivanya kasar "Perpisahan. Tidak sampai disitu, ternyata ayah dan ibuku sudah berpisah sejak aku berusia satu tahun. Dan aku baru diberitahukan saat berusia 6 tahun, mereka tidak ingin aku kekurangan kasih sayang. Pantas saja, saat aku terbangun dipagi hari aku jarang menemukan ayahku"

Oh pantas Marsha tidak tahu tentang danau itu. Ternyata milik pribadi.

Marsha menepuk-nepuk kecil bahu Alvin, dibalik sikapnya ternyata ia punya drama tersendiri.

Marsha jadi bersyukur masih memiliki orang tua yang lengkap.

"Dan saat itu pula, ayah memberitahukan bahwa aku ternyata memiliki seorang adik dari istri papa yang lain"

Marsha menggigit bibirnya ikut merasakan sakit mendengar cerita Alvin.

Alvin tersenyum "Tapi sudahlah, itu sudah berlalu. Aku tidak ingin mengingat itu kembali. Tapi entah mengapa aku ingin menceritakan itu padamu"

Sebenarnya Marsha masih ingin bertanya mengenai kelanjutannya. Tapi mendengar Alvin mengatakan itu artinya ia tak ingin lagi mengingat masa lalunya.

Mungkin Alvin akan mengatakannya nanti saat sudah siap.

"Nanti, aku akan mencerikannya lagi padamu, maaf jadi melankolis begini"

Marsha tersenyum "Iyaa, kak" ucapnya

Lama mereka saling menatap, menyelami manik mata. Lalu mereka tertawa bersama.

"Kamu lapar ya, Sha" goda Alvin kala mendengar suara perut Masha.

Ia bahkan masih tertawa membuat Marsha malu.

Bagaimana tidak, iakan hanya makan pagi sebelum ke salon dan sebelum diculik sama Alvin tentunya.

Marsha jadi senang kalau diculik tapi dibahagiakan sih ia mau-mau saja. Eh?

"Ayo, kita makan. Aku kenalin sama mang Diman" ajak Alvin seraya menggenggam tangan Marsha.

Marsha tertawa tak menolak ajakan Alvin "Nanti kalau Mang Diman naksir aku gimana?"

Alvin tertawa "Maaf baru sempat menepati janji kencan menemui mang Diman sekarang"

Dan merekapun berangkat menuju mie ayam mang Diman.

Selepas makan Alvinpun mengantar Marsha pulang.

Alvin ikut turun dari mobil, "Ayah dan ibuku sepertinya belum pulang dari rumah bude, kak"

"Yasudah, kamu masuk deh" Alvin mengusap puncak kepala Masha lagi.

Apa coba maksud perlakuan manisnya ini?

Marsha memerhatikan mobil Alvin yang semakin menjauh. Rasanya ingin merebahkan tubuh. Tunggu jam berapa ini?

Lalu berteriak histeris kala melihat jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. Ia kan ada janji dengan Alan.

Ia buru-buru pergi naik taksi, kenapa macet sekali jalanan ini. Sekitar pukul 7 ia sampai disana.

Ia bernafas lega kala melihat Alan.

"Maafin aku lama" ucap Marsha dan Alan tersenyum. Netra Alan menangkap kalung melingkar apik di lehernya.

Marsha memegang kalung yang melingkari lehernya pemberian dari Alvin

Maesha tersenyum "Aku seneng banget hari ini, Al. Tadi aku jalan bareng Alvin" ungkapnya dengan antusias.

Mengacuhkan hatinya yang berdenyut nyeri. Alan tersenyum dan menjawab "Kok bisa? Btw, selamat ulang tahun" sambil menyerahkan sekotak kado pada Marsha

Sebenernya aku membencinya, sha. Teriak hari Alan

"Ah Alan... Terimakasih" lalu mengalirlah cerita Masha bersama Alvin.

Alan menanggapi sambil tersenyum seakan ikut bahagia padahal hatinya bergejolak merasakan sakit.

"Ah iya, boleh aku buka kadonya"

"Tentu" jawab Alan.






Tbc...

HUJAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang