3. Bersama

3.7K 301 32
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Jika nanti tiba masanya kita
memilih jalan yang berbeda-beda. Aku harap walaupun jalan yang kita pilih tak lagi sama. Kita tetap berada di jalan yang diridhai-Nya.

~Tak Terucap~
Rani Septiani

~Tak Terucap~Rani Septiani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Pagi ini masih terasa begitu dingin karena kabut yang turun begitu tebal. Terdengar kicauan burung dari pohon mangga yang berada di depan rumah. Aku dan Ummi menyukai tanaman sehingga kami menanam berbagai tanaman dimulai dari tanaman bunga, buah, hingga tanaman sayuran. Halaman depan rumah sudah seperti taman sedangkan halaman belakang rumah sudah seperti perkebunan sayuran.

Aku berjalan mondar-mandir di depan rumah, “Aa Agam buruan, nanti neng kesiangan nih,” ucapku seraya masuk ke ruang tamu. Lalu aku berjalan lagi keluar.

“Kunaon neng?” Ummi bertanya dari depan pintu, (Kenapa neng?)

“Eta Mi, A lila pisan. Bising ka berangan,” (Itu Mi, A lama banget. Takut kesiangan,)

Ketika akan masuk untuk memanggil Aa Agam lagi, ada yang datang seraya mengucap salam. Aku dan Ummi menjawab salamnya. Ternyata yang datang adalah Bundanya Hisyam.

“Teh Ira, abdi bade pesen bolu pandan na tilu loyang kanggo pengajian enjing,” Nama lengkap Ummi ku adalah Zhafira Hasanah, orang-orang sering memanggil dengan panggilan Teh Ira. (Kak Ira, saya mau pesen bolu pandannya tiga loyang untuk pengajian besok,)

“Muhun engke ku abdi didamelken,” (Iya nanti saya bikinkan,)

“Iyeu neng geulis kunaon teu acan angkat ka sakola?” tanya Bunda padaku, (Ini neng cantik kenapa belum berangkat ke sekolah?)

“Eta Bunda, neng ngantosan A Agam lami pisan,” balasku. (Itu Bunda, neng nungguin A Agam lama banget,)

Aku memang memanggil Bundanya Hisyam dengan panggilan Bunda. Aku dan Hisyam memanggil orang tua kami dengan panggilan yang sama.

"Angkat na sareng Hisyam bae atuh. Hisyam na nuju manaskeun motor heula," kata Bunda. (Berangkatnya bareng sama Hisyam aja. Hisyamnya masih manasin motor dulu,"

Aku menimbang-nimbang. Apakah ikut berangkat bersama Hisyam atau tetap menunggu A Agam. Ummi juga menyuruhku berangkat bersama Hisyam. Hingga akhirnya A Agam keluar rumah dengan wajah pucat.

"Neng angkat na sareng Hisyam wae nya. Soal na Aa diare," (Neng berangkatnya bareng Hisyam aja ya. Soalnya Aa diare,)

Akhirnya aku menganggukkan kepala. Tepat saat itu juga motor Hisyam berhenti tepat di depan rumahku. Sepertinya Hisyam mendengar pembicaraan kami karena rumah Hisyam berada tepat di sebelah kiri rumahku. Dan jika berangkat ke sekolah maka akan melewati rumahku.

Tak Terucap [TAMAT] | TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang