21. Retak

2.3K 195 8
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

***

Terkadang tak semua yang kita rasakan harus diberitahukan pada orang lain. Karena ada beberapa pertimbangan salah satunya adalah bukannya masalah itu selesai, tetapi malah menimbulkan masalah baru karena kesalahpahaman. Bijaklah untuk memilih teman bertukar cerita.

~Tak Terucap~
R

ani Septiani

***

Aku masuk ke dalam kelas karena dan agak terkejut saat mengetahui bahwa Selly yang duduk di kursi Alya. Padahal kemarin saat pertama kali masuk di kelas dua belas, Alya masih duduk dengan ku dan sekarang ia sudah pindah ke kursi paling belakang. Semarah itukah ia padaku? Padahal aku tidak tahu ia marah karena apa.

"Assalamualaikum, Selly."

"Waalaikumussalam, Difa. Sorry ya gue yang duduk di sini soalnya Alya minta pindah ke kursi gue," ucap Selly seakan tahu apa yang sedang aku pikirkan.

"Oh iya, nggak papa santai aja. Semoga betah ya duduk sama gue," kataku dan ia terkekeh.

"Em..lo lagi berantem sama Alya? Maksud gue..biasanya lo sama Alya itu kan nggak terpisahkan, ke mana-mana bareng. Tumben aja gitu sekarang jauhan gini,"

"Mungkin ada sedikit kesalahpahaman aja, do'ain aja semoga cepet baikan lagi," kataku.

Aku memang tipe orang yang tidak akan menceritakan apa yang sedang terjadi pada orang lain. Aku hanya takut saja bukannya permasalahan selesai nanti malah bertambah kesalahpahaman baru. Lebih baik aku simpan saja.

Hari ini pembelajaran belum dimulai karena kami masih akan melakukan pemilihan ketua kelas, wakil, sekretaris, bendahara dan lainnya. Dan juga menentukan jadwal piket. Ternyata aku kebagian piket hari ini bersama Alya juga. Semoga saja ini kesempatan bagus untuk berbicara dengan Alya.

Namun harapan itu pupus saat piket sedang berlangsung, jangankan berbicara denganku. Saat aku baru akan menghampirinya, ia sudah lebih dulu menjauh. Perlahan siswa yang piket hari ini mulai pulang tinggal aku sendirian di kelas ini. Aku menutup kelas dan berjalan menuju toilet. Ternyata sekolah sudah sangat sepi sepertinya kami tadi membersihkan kelas terlalu lama. Aku menaruh tas di kursi yang ada di luar toilet lalu aku masuk ke salah satu toilet. Setelah itu aku keluar. Aku terus menunduk karena membenarkan hijab.

Byurrr

Aku terkejut hijab, dan seragamku basah semua. Sejak kapan ada mereka di sini?

"Hahaha," tawa segerombolan siswi yang menyiramku saat berhasil menyiram air dari ember yang mereka bawa.

Ya Allah, hamba mohon kuatkan hamba, do'aku dalam hati. Aku berusaha menahan air mata yang hendak jatuh. Aku menangis bukan karena bully mereka tetapi karena teringat Abi, Ummi, dan A Agam jika mereka tahu aku dibully maka mereka yang akan paling terluka.

"Heh! Cewek cupu. Heran gue sama lo. Kenapa sih nggak pindah sekolah aja?" tanya seorang siswi berambut pendek.

Jujur aku tahu mereka seangkatan denganku tapi aku tidak tahu nama mereka semua.

"Lo itu nggak sadar juga ya! Lo itu nggak level buat jadi murid di sekolah ini," ucap seorang lagi dengan suara angkuhnya.

Aku terus beristighfar. Memohon perlindungan kepada Allah. Aku takut mereka berbuat nekat dan menyakiti aku.

Tak Terucap [TAMAT] | TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang