Rana tersenyum dihadapan cermin. Memandangi dirinya yang menggunakan seragam sekolah lengkap. Setelah puas, ia memalingkan wajahnyakemudian mengambil tas yang terletak di atas meja belajarnya sambil memastikan semua barang yang akan ia bawa tidak ada yang tertinggal. Repot urusannya jika Rain sampai lupa membawa satu barang saja. Sebab, jarak sekolah dari rumahnya cukup jauh.
Ia pun beranjak dari kamar menuju ruang makan. Di sana, Ayah dan Ibunya sudah menunggu untuk sarapan bersama di ruangan tersebut.
"Selamat pagi Ayah, selamat pagi Ibu” Ucap Rain sambil tersenyum kepada kedua orang tuanya.
“Selamat pagi Rana” Jawab Ayah dan Ibunya bersamaan. Ibunya tersenyum hangat. Senyum yang selalu menjadi candu bagi Rana untuk semangat menjalani hari-harinya. Penawar ketika ia sedang bersedih sebab ada kebahagiaan di setiap senyum hangat Ibunya serta tatapan kasih sayang dari Ayahnya. Itu semua adalah sumber kebahagiaan Rana saat ini.
Ibunya kemudian member Rana sepiring nasi goreng saat Rana telah duduk dihadapan mereka.“Terima kasih, Ibu” Ucap Rana sambil tersenyum. Nasi goreng buatan Ibu selalu menjadi makanan favoritnya
“Makanlah” Ucap Ibu sembari tersenyum
“Ibu tidak makan?” Ucap Rana sambil melahap nasi goreng tersebut
“Ibu masih kenyang” Jawab Ibu.
Rana hanya mengangguk mengerti. Sedang di samping Rana, Ayahnya sibuk melahap nasi gorengnya. Rana terkekeh kecil melihat Ayahnya begitu menikmati masakan Ibunya.
Setelah selesai sarapan, Rana langsung berangkat ke sekolah di antar oleh Ayahnya karena kebetulan Ayahnya berangkat pagi-pagi hari ini. Biasanya Rana hanya menaiki bus atau angkutan umum lainnya.
Rana berjalan lurus melewati gerbang sekolah. Rana memasukkan tangannya pada jaket rajut pink miliknya. Seperti biasa belum ada siapa-siapa di sekolah sepagi ini.
Tapi sepertinya tidak untuk hari ini. Rana mendapati seorang perempuan asing tengah duduk di bangku belakang. Rana tersenyum canggung. Sama sekali tidak mengenal perempuan itu.
“Hai, Aku Fira. Siswi baru di kelas ini” Ucapnya sambil tersenyum manis padaku.
“Hai, Aku Rana” Balas Rana canggung
Sesaat suasana terasa canggung.Hingga Elsa datang membuat suasana ketiganya menjadi riuh.Sebab Elsa bersepupu dengan Fira. Jadi mereka berdua tidak perlu repot-repot untuk berkenalan.
“Akhirnya lu jadi pindah, Fir. Gue kira lu betah sekolah di sana” Ucap Elsa sambil terkekeh pelan. Fira menanggapi dengan kekehan juga.
Selang beberapa menit kemudian guru yang mengajar pada jam pertama akhirnya masuk kelas. Kegiatan belajar mengajar pun berlangsung dengan tenang sampai bel pulang berbunyi.
Semua siswa yang tadinya mengantuk menjadi segar mendengar bel pulang berbunyi. Mereka berbondong-bondong keluar kelas menuju parkiran ataupun ke halte depan sekolah unuk menunggu jemputan atau menunggu angkutan umum.
Sekolah sudah mulai sepi. Rana baru saja beranjak dari kursinya setelah memastikan koridor sudah cukup sepi. Elsa dan Fira pulang duluan. Karena mereka dijemput supir keluarganya.Sebenarnya Elsa dan Fira mengajak Rana untuk pulang bersama. Tapi Rana menolak.Dengan alasan rumahnya berbeda arah dengan mereka berdua. Elsa dan Fira pun tak ingin memaksa Rana. Karena Rana tidak suka dipaksa.
Rana berjalan pelan menuju halte depan sekolah. Hanya Rana yang masih setia duduk di sana sambil menunggu angkutan umum.Langit sudah mendung. Namun Rana tak kunjung melihat ada angkutan umum yang lewat. Hingga hujan turun membasahi jalan, ia belum juga pulang ke rumahnya.
Seorang lelaki berseragam sama dengan Rana berhenti di depan halte untuk berteduh sebab lelaki itu mungkin tidak membawa mantel. Ia duduk agak jauh dari Rana. Keheningan menyelimuti keduanya.Tidak ada yang berniat membuka suara atau sekedar memecah keheningan.
Hujan perlahan mulai reda. Lelaki itu berjalan menuju motornya yang ada di depan halte. Lelaki itu pun mulai membuka suara.
“Mau pulang bareng?” Tanya lelaki itu. Rana mendongakkan kepalanya menatap lelaki itu.
“Tidak perlu, Aku takut merepotkan.” Jawab Rana
“Gapapa, Rumah lo di mana?” ucap lelaki itu
“Di perumahan Bumi Permata Hijau.” Jawab Rana
“Kebetulan rumah gua juga deket situ, Yuk!” Ajak lelaki itu. Sejenak Rana tampak ragu, lalu kemudian mengangguk.
Rana pun berjalan menuju lelaki yang di depan halte.
“Oh iya, nama lo siapa?” Tanya lelaki itu saat mereka berhenti di lampu merah.
“Rana, Kamu?” Jawab Rana ramah
“Kelas XI IPA 2 kan? Gua sering denger anak-anak ngomongin kepintaran lu. Gua Gabrian. Kelas XI IPA 1” Jawab Gabrian.
“Kenapa aku ga pernah liat kamu?” Tanya Rana bingung
“Gua emang jarang keluar kelas. Keluar kelas cuma buat ke kantin sama ke perpus, Sesekali di rooftop.” Jawab Gabriel
Rana hanya ber-oh-ria sambil mengangguk meskipun Gabrian tak melihat.
Di situlah awal pertemuan Gabrian dan Rana. Pertemuan yang biasa saja.
Bukan Pertemuan Istimewa dan Mewah yang membuat seseorang Jatuh Hati.
#ByunIra
#SebuahPesanUntukHujan
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Pesan Untuk Hujan [END]
Short StorySebuah Kisah yang entah bisa membuat pembaca tersentuh atau tidak. Orang-orang mungkin berfikiran bahwa Hujan hanyalah sebuah kejadian alam yang biasa terjadi, Tapi tidak dengan Rana. Seorang gadis yang berfikiran terbalik dengan orang-orang itu...