Aku rela melawan seluruh dunia,
Yang menentang ku setelah menemukanmu.
Gabrian
Hubungan Gabrian dan Rana berjalan baik. Tidak ada permasalahan yang serius di hubungan mereka.
Sampai suatu ketika masalah mulai menghampiri Gabrian. Orang tua Gabrian akan berpisah. Suatu kondisi di mana Gabrian butuh pundak untuk bersandar, serta membutuhkan pendengar yang mengerti dirinya.
Awalnya mereka hanya bertengkar. Belum ada pemikiran untuk berpisah. Setiap mereka bertengkar Gabrian selalu melerai kedua orang tuanya meskipun ia tidak mengetahui permasalahannya seperti apa.
Setelah pertengkaran itu Ayah Gabrian pergi dari rumah. Lama tak kembali. Tiba-tiba ada surat gugatan dari pengadilan. Jadi mau tidak mau, mereka harus pisah.
Perasaan Gabrian sekarang campur aduk. Hancur. Kecewa. Ia merasa berada di titik terendah. Ia juga merasa bersalah karena ia gagal menjadi anak yang membanggakan orang tuanya padahal ia adalah anak satu-satunya.
Gabrian pun berkumpul dengan kedua orang tuanya. Meyakinkan orang tuanya. Apakah mereka yakin dengan keputusan itu? Tetapi mereka benar-benar yakin. Ibu Gabrian hanya bisa menerima dengan lapang keputusan suami yang sudah hampir menjadi mantan suaminya. Karena ia juga merasa bahwa perasaannya sudah tidak seperti dulu lagi. Sama seperti Ayah Gabrian.
Gabrian selalu berpikir. Apakah berpisah adalah jalan satu-satunya menuju kebahagiaan?
Gabrian ingin berkeluh kesah kepada Rana. Gabrian datang ke rumah Rana. Karena tidak mungkin ia yang butuh tetapi ia yang dihampiri oleh Rana. Di mana harga dirinya sebagai lelaki?
"Kamu ada masalah?" Tanya Rana yang melihat raut muka Gabrian yang tidak seperti biasanya.
Gabrian menoleh menatap Rana yang kini sedang menatapnya. Ia membuah nafas pelan sambil mulai bercerita.
"Mama sama Papa mau pisah. Aku udah larang mereka untuk pisah tapi mereka tetap keukeuh sama keputusan mereka. Papa nyuruh aku buat tinggal sama dia. Tapi aku juga kasian sama Mama. Ga mungkin aku biarin dia tinggal sendiri. Begitupun sama Papa. Ga mungkin aku juga biarin dia tinggal sendiri. Aku bingung Na." Ucap Gabrian dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kamu maunya gimana? Ga mungkin juga mereka tinggal serumah lagi padahal mereka udah pisah."
"Aku belum tahu, Na." Ucap Gabrian menunduk.
"Saran aku, kamu putusin buat tinggal sendiri aja. Daripada kamu bingung mau ikut siapa. Minta persetujuan kedua orang tua kamu. Jelasin alasan kenapa kamu mau tinggal sendiri. Yang penting kamu selalu berkunjung ke rumah mereka. Karena bagaimanapun mereka orang tua kamu." Ucap Rana sampil mengelus pundak Gabrian berusaha menenangkan Gabrian.
Hati Gabrian seketika menenang mendengar ucapan serta cara Rana menenangkannya. Karena cara Rana menenangkan Gabrian sama seperti cara Ibunya menenangkannya. Selalu ada kalimat menenangkan serta elusan hangat di pundaknya.
"Aku bakalan selalu ada buat kamu." Ucap Rana sambil tersenyum hangat.
Gabrian menatap manik coklat milik Rana. Ia meneteskan air matanya di depan seorang perempuan selain Ibunya.
"Jangan nangis. Kamu tuh cowok. Kata Ayahku kalo cowok itu jangan nangis. Kalo kamu nangis, siapa yang bakalan hapus air mata pas ceweknya nangis?" Oceh Rana terkekeh.
Gabrian terdiam lalu ia tersenyum. Senyuman hangat yang selama ini ia berikan hanya untuk Rana dan keluarganya. Perasaannya kini sudah mulai lega. Ia bisa menerima semuanya karena Rana ada di sisinya.
"Jangan pergi." Ucap Gabrian lirih sambil menunduk. Rana mengangguk.
Gabrian kemudian beranjak dari sana. Sidang perceraian orang tuanya tingal 3 hari lagi. Ia akan memberi tahu orang tuanya bahwa ia akan tinggal sendiri.
"Makasih Rana, udah ada buat aku." Ucap Gabrian saat Rana mengantarnya sampai di depan rumah.
"Sudah tugas aku buat selalu ada buat kamu." Jawab Rana tersenyum.
Gabrian pun naik ke atas motornya. Mengacak-acak rambut Rana sebelum benar-benar pergi.
Rana hanya mengerucutkan bibirnya mendapat perlakuan dari Gabrian yang menyebalkan itu. Gabrian hanya tersenyum.
Saat Gabrian menghilang dari penglihatannya, Rana berlari menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Berbaring sebentar kemudian mandi. Setelah mandi ia berniat untuk tidur siang. Karena itu kebiasaannya ketika pulang sekolah maupun sedang libur. Tidak ada alasan untuk tidak tidur siang. Begitu kata Rana.
Perpisahan bukan akhir dari segalanya,
Kau mungkin berpisah, tapi hidupmu masih terus berjalan.
#ByunIra
#SebuahPesanUntukHujan
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Pesan Untuk Hujan [END]
Short StorySebuah Kisah yang entah bisa membuat pembaca tersentuh atau tidak. Orang-orang mungkin berfikiran bahwa Hujan hanyalah sebuah kejadian alam yang biasa terjadi, Tapi tidak dengan Rana. Seorang gadis yang berfikiran terbalik dengan orang-orang itu...