Sore ini seorang gadis pergi ke taman. Ia melihat pasangan muda-mudi serta anak-anak kecil yang bermain bersama teman sebaya ataupun bersama orang tuanya. Rana iri melihatnya. Ingin rasanya ia kembali ke masa kecilnya di mana ia puas bermain dengan orang tuanya. Rana hanya tersenyum miris.
Sekarang Rana hanya tinggal seorang diri dirumahnya, Orang tua Rana memberi sebuah rumah dan wasiat yang akan diberi tahu ketika Rana sudah lulus SMA. Entah sejak kapan orang tuaku menyiapkan ini semua, pikir Rana.
Bulan telah menampakkan dirinya. Seorang gadis terlihat duduk di bangku taman. Udara dingin tidak sebanding dengan aura dingin yang ia pancarkan. Di pangkuannya ada sebuah catatan kecil yang tebal dan sedikit lusuh serta sebuah pulpen. Tangannya yang lentik bergerak menulis kata demi kata di buku tersebut.
Tatapannya menerawang jauh ke depan. Tatapan yang menyiratkan kesedihan., kehampaan, dan luka yang amat mendalam. Gurat wajahnya tampak lelah. Menandakan bahwa gadis itu terlihat memiliki banyak pikiran dan masalah yang tak bisa ia suarakan.
Hanya keheningan dan kesunyian yang menyelimuti raganya. Ia menghirup dalam-dalam aroma malam yang tidak berubah. Masih sama dengan malam-malam kemarin dengan angin kencang yang menyapu permukaan kulitnya.
Gadis itu adalah Rana. Seorang gadis yang merasa mendapatkan ujian hidup yang diberikan Tuhan padanya berkali-kali lipat dalam sehari.
Ia kembali menulis di buku catatannya. Menumpahkan segala kesedihan dan beban yang menghantuinya. Matanya berkaca-kaca. Semua kepedihan ia curahkan dalam buku tersebut. Air matanya pun mulai menetes, jatuh mengenai buku catatannya. Tidak berniat menyekanya, ia melanjutkan menulis. Melampiaskan dan mencurahkan apa yang ia rasakan dalam bentuk kalimat. Mengapa? Sebab tidak ada yang benar-benar ingin mendengarkannya.
Gadis itu yakin bahwa orang-orang yang menawarkan diri untuk menjadi teman berbagi cerita, hanya sebatas penasaran.Bukan untuk memberi solusi atau bahkan ingin mengerti perasaannya.Itulah sebabnya gadis itu memilih bercerita dalam buku catatannya.
Tiba-tiba rintik hujan jatuh menerpa tubuhnya. Gadis itu tersenyum miris. Sebab cuaca malam ini juga mendukung suasana hatinya. Gelap dan sesak, itulah yang dirasakan gadis itu sekarang.
Hujan turun semakin deras. Awan-awan hitam berkumpul dan membuat langit seketika menjadi kelabu. Bulir-bulir air hujan dengan cepat turun membasahi taman. Malam itu hujan seakan-akan ikut menangis melihat kepahitan perjalanan hidupnya.
Ia pun berlari menuju rumahnya sambil mendekap buku catatan kecilnya. Gadis itu memilih untuk mandi karena ia merasa tubuhnya sedikit hangat akibat kehujanan. Ia mengambil buku catatan kecil serta pulpennya tadi. Lalu meyelesaikan kalimat terakhir yang akan ia tulis sebagai penutup cerita hari ini.
Selamat malam hujan,
Butiran-buiranmu sudah menyapa seluruh tubuhku.
Terima kasih sudah menemaniku malam ini
Jangan lupa datang lagi malam-malam berikutnya.
Aku akan selalu menungguJ
Rana
Rana kemudian menutup bukunya, lalu menyimpannya di laci nakas samping tempat tidur. Kemudian ia membaringkan tubuhnya dan membalut tubuh dengan selimut pink tebal kesayangannya. Sudah cukup penderitaannya hari ini. Tubuh dan pikirannya butuh istirahat.
Bulu matanya yang lentik kini tertutup. Dengan dinginnya malam ia tertidur pulas dan berharap besok saat bangun semuanya jadi lebih baik dari hari ini.
Atau mungkin besok akan jadi hari yang menyeramkan seperti hari-hari sebelumnya. Entahlah. Hanya Tuhan yang tahu.
#ByunIra
#SebuahPesanUntukHujan
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Pesan Untuk Hujan [END]
Short StorySebuah Kisah yang entah bisa membuat pembaca tersentuh atau tidak. Orang-orang mungkin berfikiran bahwa Hujan hanyalah sebuah kejadian alam yang biasa terjadi, Tapi tidak dengan Rana. Seorang gadis yang berfikiran terbalik dengan orang-orang itu...