2

3.1K 448 43
                                    

Jisung tidak bisa tidur. Dia memejamkan matanya namun pikirannya tak bisa tenang.

Ditatapnya wajah Minho yang sedang tertidur di sampingnya. Sepertinya Minho benar-benar lelah hari ini.

Oh, mungkin itu juga yang menyebabkan Minho membentaknya. Tidak apa-apa kalau begitu, Jisung akan memakluminya.

Tangannya mulai menelusuri wajah tampan itu. Menyisir poni Minho yang berantakan dan sedikit menghalangi wajah tampannya.

"Kakak terlalu sempurna buat Jisung."

Jisung kembali menangis. Namun dia menahan suara isakannya agar tidak berisik dan membangunkan Minho. Dia takut Minho akan memarahinya lagi karena sudah mengganggu tidurnya.

"Tolong jangan tinggalin Jisung ya, kak. Jisung gak punya siapa-siapa lagi selain kakak."

Jisung benar-benar takut. Takut ditinggalkan.

Kalau seandainya itu terjadi, dia akan sendirian.

Jisung pernah berpikir, daripada hidup sendirian, dia lebih memilih mati.

.

.

.

Chapter 2

.

.

.

Pagi ini entah kenapa Minho terlihat terburu-buru. Jisung yang tengah menyiapkan sarapan hanya menatap Minho kebingungan tanpa ingin bertanya. Terlalu takut kalau Minho masih marah padanya.

"Iya, kakak kesana sekarang. Kamu tenang ya, udah ada dokter Woojin kan disana?"

Terlihat Minho yang sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya.

Jisung merasa iri. Cara bicara Minho begitu lembut pada orang itu. Entah siapa.

Minho kemudian menatapnya yang tengah berdiri dekat meja makan.

"Se-selamat pagi, kak." Sapa nya dengan nada terbata.

"Pagi. Kakak buru-buru, ada pasien yang kambuh. Kakak sarapan di rumah sakit."

"I-iya, kak."

"Kakak pergi dulu. Jangan lupa makan."

Yang terjadi selanjutnya adalah Jisung yang terkejut karena Minho memberikan kecupan di keningnya.

Setelah itu, Minho pergi. Dan Jisung masih mematung di tempatnya.

Ini mungkin hal yang sederhana, tapi Jisung semakin merasakan kalau Minho berubah.

Biasanya sebelum berangkat bekerja, Minho memberikan kecupan di bibirnya, bukan di keningnya.

.

.

.

"Ayo sarapan dulu."

Minho memberikan sebungkus roti berisi selai cokelat pada Minju.

"Makasih, kak."

Minju masih menangis sesenggukan. Dia memang selalu seperti itu ketika ibunya kambuh.

HeartbreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang