File 7

2.2K 219 5
                                    

Esoknya, aku berangkat sekolah jauh lebih awal dibanding biasanya. Entah apa yang membuatku ingin berangkat awal pagi ini. Matahari belum sepenuhnya keluar dari cakrawala. Jalanan masih sepi. Dan aku baru menyadari, berangkat sekolah sebelum jalan raya ramai ternyata lebih nyaman daripada jam berangkat sekolahku yang biasa.

Seampainya di sekolah, aku tidak melihat ada satu pun siswa yang biasanya lalu lalang di halaman sekolah. Apa aku terlalu pagi? Dan apa itu artinya aku adalah orang pertama yang sudah sampai di sekolah sepagi ini? Jika iya, maka itu artinya sekarang adalah kesempatan bagus untuk menyerangku. Oh, tidak! Aku harus segera sampai di kelas. Kalau tidak, entah bagaimana jadinya.

Dugaanku ternyata keliru. Aku bukan yang pertama. Karena di dalam kelas sudah ada Kira dan juga Sisi. Rumah mereka berdekatan, jadi kemungkinan besar mereka berangkat bersama. Aku menghela napas lega. Setidaknya, aku tidak sendiri di kelas sehingga paranoidku mungkin bisa berkurang sedikit.

"Hai, Mia. Tumben banget nih," sapa Sisi ketika aku berjalan masuk ke dalam kelas. "Kamu mimpi apa tadi malem?"

"Hmm ... yah, ini nggak ada hubungannya sama mimpiku sih. Jadi, aku cuma pengen tau gimana rasanya dateng lebih pagi," paparku sambil meletakkan tas ransel lalu beranjak menuju pintu keluar kelas, hanya berdiri di sana sebenarnya.

"Oh, gitu ya?"

"Ayo, Sisi. Mumpung kelas sepi nih. Jelasin dong," pinta Kira. Sisi sedikit terkejut mendengarnya lalu mengerutkan kening.

"Jelasin apa?" Sisi bertanya balik, meskipun aku ragu jika dia benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksud Kira.

"Kamu beneran udah jadian sama Kevin?" tanya Kira penasaran. Pertanyaan yang membuat Sisi hampir saja tersedak. Aku yang berada di ambang pintu berjalan cepat mendekati mereka. Sejujurnya, aku juga penasaran dengan kabar angin itu.

"Eh, iya nih. Aku juga penasaran. Jelasin dong. Kok bisa kalian jadian secepet itu?" tanyaku tak kalah penasaran. Sisi tampak tidak tahu harus berkata apa. Gadis itu menelan ludahnya, dia tidak punya pilihan lain.

"Sebenenya, ceritanya gini. Kemarin waktu kalian ke toilet, aku langsung samperin Kevin yang lagi mikir serius. Terus, aku nanya 'kamu lagi mikirin apa sih?' Intinya, kita jadi ngomongin kasus ini. Mungkin waktu itu aku keliatan akrab banget sama Kevin. Jadi, si Erlyn yang terus liatin kita bilang 'kamu udah jadian sama Kevin, kan?'

"Nah, aku kan nggak mau kalo rahasia kita bocor ke seluruh dunia gara-gara mulutnya yang nggak bisa dijaga. Jadi yaa ... aku bilang aja ke dia 'iya, aku memang udah jadian.' Kalian kan tau cewek itu sifatnya gimana. Jadi, nggak heran kalo mereka semua — bahkan yang dari kelas lain — jadi tau." Sisi menghela napas ketika selesai menyampaikan resume ceritanya.

Aku mengagguk paham. Padahal, aku akan lebih senang lagi jika kabar angin itu benar adanya. Bukan karena Kevin tidak pernah menyerah setelah kutolak beberapa bulan yang lalu. Aku hanya senang jika laki-laki itu akhirnya menemukan yang lebih baik daripada aku. Lagipula, bukankah seharusnya aku senang melihat sahabatku senang?

"Yah, padahal aku udah seneng waktu denger kalian jadian, lho. Kirain, kita bakalan dapet traktiran," keluh Kira setelah mendengar kebenarannya.

Sorry, lain kali aja ya. Kalo aku udah beneran jadian sama cowok lain. Soalnya, cintanya Kevin itu kan hanya untuk Mia," ujarnya santai, tanpa merasa berdosa. Aku melotot ke arahnya. Namun, hanya dibalas dengan sebuah seringai menyebalkan.

"Tenang aja, Mia. Aku nggak akan rebut dia dari kamu, kok. Saya ini hanya sedang mencoba untuk melindungi Pangeran Anda dari tangan para penjilat itu, Tuan Putri," ucap Sisi sambil membungkukkan badan seolah sedang bermain peran menjadi dayang. Pipiku seketikan terasa panas. Kira terus mencoba untuk menahan tawa melihat akting Sisi barusan.

[END] High School of Mystery: Crimson CaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang