File 9

1.9K 204 23
                                    

Flashback On

"Baiklah, anak-anak. Karena Bu Yanti tidak bisa masuk, maka saya yang harus menyampaikan kabar ini," ucap Pak Erwin di depan kelas. Para gadis yang duduk di barisan depan terlihat antusias. Bukan karena kabar yang akan disampaikan, tetapi karena mereka bisa memandangi wajah tampan Pak Erwin di tengah udara panas seperti ini. Hahh ... semua perempuan itu memang sama saja.

"Berhubung hari ini di sekolah kita ada insiden, sehngga tidak memungkinkan kegiatan belajar. Maka kalian diperbolehkan pulang lebih awal," jelas Pak Erwin. Seisi kelas berteriak senang, kecuali aku. Aku bukan siswa yang lebih suka sekolah, dan tidak suka pulang awal.

Tetapi ada satu hal yang lebih menarik. Yaitu kata insiden. Memangnya sejak kapan di sekolah kita ini ada peristiwa besar yang sangat luar biasa hingga para siswa diperbolehkan pulang lebih awal? Padahal biasanya, sekolah kitalah yang pulang paling akhir jika dibandingkan dengan SMA lain di kota ini.

"Baik, kalian harus segera pulang. Jangan berlama-lama di sekolah. Nanti orang tua kalian khawatir," lanjut Pak Erwin kemudian berjalan keliuar dari kelas kami. Aku mengernyitkan dahi. Peristiwa apa yang membuat kami diperlakukan seperti anak Sekolah Dasar yang harus segera pulang agar orang tua tidak khawatir?

Ah, sudahlah Riyan. Sebaiknya kau juga segera pulang sebelum kau ditinggal sendirian di kelas ini. Lagiula, ini tidak selamanya buruk.

"KYA!!" Terdengar suara jeritan dari para gadis yang berada di koridor. Aku terkesiap. Tanpa pikir panjang, aku bergegas menuju ke arah sumber suara. Astaga, mengapa mereka berteriak seperti dalam film-film horror.

Ternyata ... diluar dugaanku. Kupikir ada suatu hal buruk yang terjadi. Eh ternyata hanya mantan ketua OSIS yang banyak diidolakan para gadis di sekolah ini. Sudah kuduga, semua perempuan itu sama saja. Mereka memperlakukan Senior seperti artis papan atas yang sedang naik daun. Hahh ... dasar!

"Maaf, aku harus segera pergi. Ayo, Riyan," ucapnya yang sejak tadi hanya terdiam ketika didekati para gadis itu sperti permen yang dikerubungi semut sambil menarik lenganku pergi. Aku menatapnya bingung. Tidak bisakah dia melepaskan tanganku lalu menjelaskan semuanya?

"Senior, sebenarnya ada apa ini?" tanyaku penasaran. Dia langsung melepaskan tanganku, memintaku untuk melihat ke arah lapangan basket yang dipenuhi oleh mobil-mobil polisi. Aku semakin tidak mengerti. Ada apa sebenarnya ini?

"Rosaline tidak mengikuti pelajaran, kan?" tanyanya serius. Aku mengangguk sebagai jawaban. Tapi, darimana dia tahu? "Dia sudah mati, terbunuh," ucapnya lirih. Aku tertegun. Jadi itu alasannya. Aku sama sekali tidak menyangka jika siswi teladan seperti dia akan membolos, tetapi sekarang aku sudah mengerti.

"Lalu, apa yang akan kita lakukan?" Sedetik kemudian, aku menyadari jika itu adalah salah satu pertanyaan terbodoh yang pernah kulontarkan. Astaga, Riyan. Tim ini kan tim detektif. Tentu saja yang harus dilakukan adalah menyelidiki kasus ini, menemukan pelakunya.

"Kita harus menunggu hasil ineterogasi," jawabnya. Aku menghela napas. Untunglah, Senior tidak mengataiku bodoh atau apalah. "Kita tunggu di depan UKS," putusnya. Aku tidak banyak berkomentar, hanya mengikuti langkahnya.

"Lama banget, sih. Pasti kamu dikejar penggemar," ujar Kak Sisi dengan nada ketus. Anehnya, Senior justru tertawa kecil mendengarnya. "Kenapa sih?!"

"Aku tidak dikejar penggemar. Tapi terima kasih karena mau mengakui kepopuleranku," balas Senior sambil sedikit membungkukkan badan seolah seperti sedang memberi hormat. Kak Sisi hanya mendengus kesal melihatnya.

"Kalian belum pulang? Yang lain sudah pulang semua," kata Pak Erwin yang tiba-tiba datang entah darimana.

"Ini lho, Pak. Kita lagi diskusiin soal persiapan ulang tahun sekolah. Sebentar lagi kami pulang kok," jawab Senior Kevin. Aku hanya mengiyakan. Berharap semoga kebohongan itu tidak dicurigai.

"Baiklah, cepat ya. Nanti orang tua kalian khawatir," kata Pak Erwin lagi lalu pergi meninggalkan kami. Kak Edward manatap punggung Pak Erwin dengan tatapan misterius itu. Aku tidak terkejut. Yang membuatku heran adalah tatapan Senior yang sama seramnya dengan Kak Edward. Ternyata selama ini, dia punya aura mengerikan yang tersembunyi di balik gaya narsisnya.

"Masa' telat pulang aja salah? Memangnya kita ini anak SD? Lagian, kita kan nggak gangguin polisi," gerutu Senior Kevin setelah Pak Erwin pergi jauh dari kami.

"Udahlah, Kevin. Mungkin Pak Erwin bener. Kita nunggu di depan gerbang aja," kata Kak Sisi. Senior Kevin menghela napas panjang meskipun akhirnya dia memilih untuk diam dan mengikuti saran Kak Sisi.

Aku tahu tidak ada yang namanya kebetulan. Karena itu, yang masih aku pikirkan, apa sebenarnya arti dari tatapan misterius itu?

Flashback Off

------x---x------

Padahal baru beberapa hari yang lalu aku bergabung dengan mereka — itu pun aku tidak terlalu serius ingin bergabung sebenarnya, tapi siapa sangka Senior Kevin justru serius menanggapinya — aku langsung mendapat kesempatan untuk menyelidiki kasus bersama mereka. Aku harap, aku bisa membantu. Walaupun itu artinya aku harus berhadapan dengan bahaya, sama sekali tidak masalah.

Karena aku percaya, tidak akan ada pengorbanan yang sia-sia. Semua pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal, meskipun terkadang tak sesuai dengan ekspektasi.

Aku sangat senang karena bisa termasuk dalam salah satu anggota tim paling keren di sekolah. Ergh — maksudku bukan OSIS — karena aku sadar jika menjadi salah satu pengurus hanya merupakan keberuntungan. Akan aku jelaskan pada kalian alasannya. Semuanya berkaitan dengan panggilan Senior yang kuberikan pada Kevin.

Semua berawal saat pemilihan pengurus OSIS baru. Selain pengurus inti, semuanya dipilih oleh pengurus senior di sekolah kami. Aku tidak termasuk dari mereka. Akan tetapi, menjelang hari pelantikan salah satu calon pengurus baru ditemukan bunuh diri sehingga harus ada yang menggantikannya.

Kevin yang saat itu masih belum berhenti dari jabatan ketua OSIS menunjukku sebagai penggantinya karena dia sudah mengenalku lebih dulu — lewat game. Banyak dari pengurus lain yang tidak setuju, tetapi Kevin berhasil meyakinkan mereka. Sejak saat itu, aku memanggilnya dengan sebutan Senior Kevin.

Bagiku itu cukup keren karena hanya aku yang memakai kata itu. Jadi, jika aku memanggilnya dengan kata Senior, maka semua warga sekolah bisa langsung mengetahui siapa yang memanggil siapa.

Ah, lupakan soal itu. Yang masih membuatku bingung, kenapa calon pengurus itu memilih untuk bunuh diri? Apa dia pikir, dunia ini terlalu menyeramkan untu ditinggali? Atau, apa dia berpikir jika tidak ada orang yang mau menerimanya di bumi yang begitu luas ini. Menjadi pengurus OSIS itu seakan sudah menjadi harapan semua siswa di sekolah. Apa dia mau membuang keberuntungan yang ia dapatkan secara gratis?

Atau, apa dia sebenarnya tidak bunuh diri, tetapi dibunuh oleh orang lain yang menginginkan posisinya? Jika begitu, apa kedua kasus ini berhubungan?

*

Jangan lupa vote dan comment ya 😊

[END] High School of Mystery: Crimson CaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang