Bagian 253 (Tama)

847 170 48
                                    

.

.

Sebab hubungan a la 'kakak-adik' menurut perempuan, terhadap lawan jenisnya yang bukan mahram, biasanya memang hanya ada di khayalan sang perempuan saja.

.

.

***

Sebulan berlalu ...

"Pak ... Pak Yoga?," wajah Mieke persis di depan bosnya yang tengah melamun.

Yoga refleks mundur. "E-eh? Ada apa Mieke?"

Sekertarisnya mengerutkan alis. Mulai lagi deh, pikirnya. Pasti bos besar sedang ada pikiran. "Maaf saya masuk ruangan Bapak. Saya sudah ketuk pintu dan panggil Bapak berkali-kali tapi tak ada jawaban. Saya pikir Bapak pingsan."

Yoga tersenyum malu, kepergok melamun oleh stafnya. "Tidak, saya baik-baik saja. Ada apa?"

"Mereka sudah menunggu Bapak di ruang anggrek," kata Mieke.

"Baiklah," Yoga berdiri, membawa buku dan pena. "Kamu ikut ya, Mieke. Catat hal-hal penting selama rapat," kata Yoga pada Sekertarisnya.

"Baik Pak."

Mereka berjalan menuju ruang rapat. Yoga menghela napas. Alasan dia merasa perlu meminta Mieke ikut rapat bersamanya adalah, dia kuatir dirinya lagi-lagi bengong atau melamun. Tenggelam dalam pikiran, kecemasan dan dugaan-dugaan tak berdasar. Apalagi kalau bukan tentang Erika?

Siang ini, apa Erika makan berdua lagi dengan pria itu? Apa aku perlu minta Johan untuk menyelidikinya juga?

Detak jantungnya semakin cepat. Dia tahu itu bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Menyelidiki Yunan itu hal lain. Dia melakukannya untuk kebaikan Yunan. Memastikan anak itu lancar jalur pendidikannya. Tapi menyelidiki Erika, itu murni karena untuk dirinya sendiri. Itu jelas salah!

Yoga menggigit bibir. Jika dia sampai tahu siapa laki-laki itu, apa kiranya yang akan dilakukannya? Mengirimi pria itu surat kaleng? Menakut-nakutinya hingga dia resign? Membuatnya berurusan dengan polisi? Menjebloskannya ke penjara? Mengirimnya ke Nusa Kambangan?

Yoga menggelengkan kepala sambil mengacak rambut. Hh ... aku sudah gila sepertinya.

Padahal menunda kemunculannya di depan Erika, adalah keputusannya sendiri. Tapi sekarang begitu ini terjadi, dia ketakutan. Sungguh memalukan. Padahal dia begitu yakin saat mengatakan bahwa jodoh tidak ke mana. Pergi ke mana keyakinannya sekarang?

Plak! Yoga tiba-tiba menepuk keningnya sendiri.

Mieke melirik ke arah bosnya yang tingkahnya makin lama makin ajaib. 

Alamat si Bos gagal fokus pas rapat nih ...

***

"Erika, makan di luar yuks," ajak Mario dengan suara lembut.

"Di mana?," tanya Erika dengan mata sesekali masih melirik ke layar komputernya.

"Di restoran sate. Sudah lama banget enggak makan sate sama gulai. Ya kan?," rajuk Mario seperti anak kecil.

Erika menghela napas. "Oke. Sebentar ya. Lima menit. Tanggung nih kerjaanku."

"Oke. Kutunggu," jawab Mario sambil berdiri di depan kubikalnya.

"Jangan berdiri di sana. Duduk saja sini. Cari kursi," titah Erika sambil menunjuk ke sampingnya.

Mario tampak senang. "Aku boleh duduk di situ?," tanya pria itu tidak yakin.

ANXI 2 (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang