three.

1.3K 110 16
                                    

But close ain't close enough 'til we cross the line
___


Suhu pagi hari terasa begitu menusuk tulang. Tak biasa, tentu saja; suhu lagi-lagi turun menjadi dua puluh derajat celcius dan hal itu patut saja membekukan seisi kota, ditambah salju yang turun sedang parah-parahnya.

Ryujin mengelus kedua lengannya, berusaha menetralisir rasa dingin pada sekujur tubuhnya akibat pengaruh suhu yang beku. Yuna tahu, namun ia juga tak dapat berlaku apa-apa; Ryujin yang memutuskan semuanya dari awal.

"Kau masih dingin, Ryu?" Tanya Yuna prihatin, kini ia tak lagi terfokus pada acara berbelanja paginya—ia tak boleh biarkan Ryujin jatuh sakit lagi, tidak boleh.

Ryujin menggeleng, namun tentu saja tubuhnya gemetar hebat—dia kedinginan. Yah, meskipun Yuna sudah mengalah untuk memberikan mantelnya pada Ryujin yang hanya menggunakan kaos tanpa lengan beserta jaket yang tipis. Gila saja, tetapi Yuna tak berdaya untuk marah pada gadis itu.

"Jangan bohong, aku tahu tubuhmu gemetar menahan dingin. Kita makan dulu saja." Kata Yuna ketuka meletakkan keranjang belanjaannya, tak menaruh peduli jika saja ada orang yang hendak mengambilnya. Yuna hanya peduli pada Ryujin, seorang.

Ryujin sontak mendongak, menatap Yuna dengan tatapan aneh—ia menelengkan kepalanya, tatapannya aneh; seolah mengutarakan bahwa Yuna itu diambang kegilaannya sendiri. Dengan sebelah alis yang terangkat, rambut yang cukup acak-acakan—Ryujin sukses membuat Yuna semakin gila karena pesonanya.

"Tidak. Selesaikan belanjamu dulu. Aku tidak akan makan sampai kau selesai." Ujarnya keras kepala, wajahnya masih terus bertahan dengan tatapan risihnya. Yuna menatapnya seraya menggeleng pelan, "no, Ryujin. Kau masih sakit, kau harus makan-"

"Aku sudah bilang, aku tak akan makan sampai kau selesaikan belanjamu. Apa masih kurang jelas?" Yuna membuang nafasnya, kali ini ia memang benar dibuat tak berdaya berhadapan dengan Ryujin.

"Baiklah. Tapi setelah itu kau harus makan." Kata Yuna mengakhiri perdebatan, ia tak ingin berlama-lama beradu mulut dengan seorang yang ia cintai sepenuh hatinya. Ryujin tersenyum dan memberikan anggukannya.

Yuna mengangkat keranjang kemudian melanjutkan berbelanjanya, kali ini jauh lebuh cepat dan terburu-buru. Chaeryeong mempercayakan Ryujin padanya, dia tak boleh mengecewakan Chaeryeong.

Tentu saja, tidak boleh mengecewakan Chaeryeong.

"Kau mau bulgogi jeongol, Ryujin?" Tanya Yuna ketika mereka berhenti pada restoran di pinggir jalan, menebas salju yang menutup mantel Ryujin sedikit. Gadis mungil itu tersenyum, "tentu saja."

Yuna tersenyum, ia menarik tangan Ryujin untuk dibawanya masuk kedalam. Setelahnya, Yuna buru-buru meminta Ryujin untuk memilih tempat duduk dan ia yang akan memesankan sarapan keduanya.

Ryujin memilih tempat kosong yang berada dekat dengan jendela, inginnya menikmati sarapan hangat disertai pemandangan salju yang turun menyelimuti jalanan. Beberapa saat, Ryujin merasakan seseorang duduk di kursi yang berhadapan dengannya—siapa lagi jika sosok itu bukan Yuna, kekasihnya—yang tak semestinya.

"Kau suka salju?"

Ryujin tersenyum. Senyum yang mampu menjawab segala pertanyaan yang terbesit dalam benak Yuna sekalipun. Rasanya, melihat Ryujin dengan senyum itu sungguh membangun hari Yuna yang membosankan.

into you┊2shinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang