Boby dan Bayu sudah berangkat ke sekolah dengan mobilnya yang sudah kembali seperti semula, hanya saja sekarang tidak ada Tania yang biasanya akan mereka jahili. Tania sedang sakit karena dari kemarin terus-terusan menangis sehingga membuat dirinya demam.
"Bang, apa yang dibilang Tania itu bener ya? Kalo dia di kejar-kejar psikopat dan kita bakal terus-terusan di teror kalo lindungi dia?" Kata Bayu dengan tiba-tiba yang membuat boby menoleh bengis ke arahnya.
"Ngawur! Gak usah ngomong ya aneh-aneh! Tania itu masih kecil, dan gak jelas banget kalo dia di kejar-kejar sama psikopat, buat apa coba?!" Kata Boby dengan sinis pada Bayu.
"Ya bisa aja kan?!" Bayu membalas dengan nada tinggi.
Boby tidak menggubrisnya, dia terdiam dengan pikirannya sendiri. Dalam pikirannya ia menolak mentah-mentah yang dikatakan Tania, tapi jauh dalam hatinya ia merasa yang dikatakan Tania itu benar.
Ketika mobil mereka telah sampai di parkiran sekolah pun Boby dan Bayu terdiam dalam masing-masing pikirannya.
"Gak usah mikir yang aneh2, sekolah aja yang bener." Kata Boby lalu keluar dari mobilnya dan menutup pintu dengan keras, kemudian meninggalkan Bayu seorang diri.
Huh
Bayu hanya menghela nafas, lalu segera keluar mobil dan mengikuti Boby.
"Apa dia tidak bersama mereka? Kemana dia?" Tanya pria itu pada wanita di sebelahnya.
Kedua orang tersebut tengah menatap pada sebuah mobil yang baru saja dua orang pemuda keluar dari sana.
"Aku tidak tahu, sepertinya dia tidak akan masuk sekolah, karena kau tau?" Perempuan itu menyeringai lebar. "Beberapa hari lalu aku sudah mengucapkan selamat datang padanya, dan sungguh sambutannya sangat haru, dia menangis bahagia bertemu denganku," seringaian wanita itu semakin lebar dan terlihat kejam.
Dengan spontan, pria di sampingnya juga menyeringai lebar. "sayang, aku tidak bisa mengucapkan selamat datang padanya. Apakah aku harus mencarinya dan membawanya ke suatu tempat, lalu mengucapkan selamat datang padanya?" Tanya pria itu dengan nada dibuat-buat.
"Sepertinya itu harus! Tapi, apakah kau hanya akan membawanya ke suatu tempat saja? Bukankah itu kurang spesial untuknya?"
"tentu saja! Apakah aku harus mengajaknya pergi berenang? Oh apakah dia sudah bisa berenang ya?"
"Itu bagus. Tentu saja bisa, kau kan sudah bersusah payah mengajarinya, bagaimana dia tidak bisa?"
"Mungkin saja dia tidak bisa, karena kau tau? Ketika ku ajari berenang dia selalu tenggelam, huh aku sangat kesal!"
"Hahaha tentu saja dia tenggelam, kau membawanya ke ke kolam orang dewasa, dan juga bukankah kau yang menenggelamkannya?" Percakapan nostalgia yang mereka lakukan tidak luput dengan senyuman ah, seringai lebar mereka.
"Oh tentu. Tapi sayangnya, anak itu tidak pernah..." Pria itu menunjuk lehernya dengan ibu jari, lalu seolah menggoresnya menggunakan pisau. "Padahal saat kuajari, usianya masih empat tahun."
"Sungguh disayangkan. Tapi kali ini, aku yakin kita pasti berhasil, mendapatkan apa yang kita inginkan." Kemudian setelah itu, keduanya tertawa kejam bersama.
"Bu Rita? Sedang apa? Kenapa tidak masuk?" Seorang guru memanggil wanita tadi dengan sebutan Bu Rita.
"Ah iya Bu Nisa, saya hanya sedang menelepon." Alibinya. "Aku harus pergi, semoga rencana kita berhasil." Bu Rita segera meninggalkan pria tadi lalu menghampiri Bu Nisa di depan lobi sekolah.
"Kita akan mendapatkan semua yang kita inginkan, balas dendam dan semuanya, istriku." Gumam pria itu yang kemudian menghilang ketika sebuah mobil hitam melewatinya.
***
"Tania, dimakan ya sayang," Bunda sedang berusaha menyuapi Tania supaya mau makan. Karena sejak tadi pagi, jangankan makan, untuk berbicara pun Tania enggan.
Tania menjawab dengan gelengan. Hanya gelengan dan anggukan yang Tania berikan sebagai respon dan jawabannya.
Bunda menghela nafas panjang. Menyerah membuat Tania makan, atau bahkan bicara. Padahal sejak tadi pagi, bunda memasak dan membelikan berbagai macam makanan untuk Tania, lalu menghibur Tania dengan berbagai macam cara. Itu semua bunda lakukan hanya untuk Tania.
Tania terlihat begitu menyedihkan. Tatapan matanya yang biasa ceria dan polos, kini terlihat kosong dan tak ada kehidupan. Wajahnya pucat dan bibirnya juga putih pucat.
Jika bukan karena tidak ingin membuat khawatir, sudah sejak tadi pagi bunda menangis melihat keadaan Tania.
"Tania, jangan gini dong sayang. Bunda sedih lihat kamu, kamu makan dong," sudah tidak tahan, akhirnya bunda mengeluarkan air matanya.
Sebuah keajaiban, Tania langsung menoleh khawatir pada bunda dan mengusap air mata bunda. Tak lama, Tania juga ikut mengeluarkan air matanya.
"Maafin aku Bunda. Aku cuma gak mau membebani Bunda dan yang lainnya. Aku, Aku..." Bunda langsung memeluk Tania dengan erat.
"Nggak, Tania gak membebani kami kok. Tania jangan gini ya sayang. Kamu makan, kamu ketawa lagi, kamu ceria lagi, itu malah bikin semua beban kita bilang sayang. Kalo kamu terus-terusan kaya gini, bunda dan yang lainnya khawatir sama kamu. Makan ya?" Akhirnya, Tania pun mengangguk dan mulai memakan sup yang dibuat Bunda.
"Nah gini dong, makan yang banyak ya sayang." Kemudian Bunda tersenyum bahagia ketika Tania membalas dengan senyuman manis, walaupun masih terlihat lemas.
Dengan perlahan, Tania menghabiskan makanannya. "Terimakasih Bunda." Ujar Tania.
"Iya sama-sama sayang. Kamu mau main? Yuk, sama Bunda!" Ajak bunda dengan bersemangat.
"Aku sebenarnya mau main sama bunda, tapi aku... Ngantuk," cengiran lucu Tania sudah kembali, mambuat bunda gemas menjawil pipi Tania.
"Mm, anak bunda udah sehat nih. Yaudah deh, kamu tidur siang aja ya, nanti kalo udah waktunya makan malem, bunda bangunin kamu." Bunda mengantar Tania ke kamarnya.
"Tidur yang nyenyak, jangan pikirin apapun yang gak penting." Ucapan bunda sebelum keluar dari kamar Tania.
"Maafin aku Bunda." Gumam Tania, kemudian terlelap.
_________
Siapa mereka?
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Is Tania? (END)
Mystery / ThrillerMenjadi incaran seorang psikopat, disaat usianya terbilang belia. Tania, bertemu dengan Boby yang notebane nya adalah orang asing. Boby sudah menganggap Tania sebagai adiknya, maka dari itu ia rela melakukan apapun demi Tania. Meski berkali-kali me...